Selasa, 26 Juni 2012

IMAJIKU


TITTLE : IMAJIKU
AUTHOR : ZULAIPATNAM
GENDREE : FANTASY ROMANCE
RATED : [PG 15]
Yang bisa kulakukan hanya menatapnya.
++++++
Mataku menyipit dari balik kaca jendela kamar apartemen yang berada di lantai 8 milik ibuku. Setiap hari sabtu aku biasa pergi ke apartemen ibu untuk menghabiskan malam minggu bersama teman-temanku, yah itu karena apartemen ibu yang berjarak lumayan dekat dengan alun-alun kota. Karena disanalah biasanya kami menghabiskan malam minggu.
Kusipitkan mataku saat menangkap sebuah pergerakan dari luar jendela. Tidak percaya dengan yang kulihat. Kukucek mataku berkali-kali lalu kembali memandangnya.
Sebuah cahaya berwarna putih menyilaukan dengan benda yang seperti sayap mengepak di hadapanku, sedikit tidak jelas karena terhalang kaca yang buram. Benda itu melayang begitu ringan di udara, aku terkesiap dan tidak mampu berfikir. Sungguh aku ketakutan akan benda itu. Hingga saat kuputuskan untuk membuka jendela, benda itu pergi dengan melesat bak roket. Meninggalkan berkas cahaya seperti tetesan bunga api di sana.
Dinginnya udara malam menerpa tubuhku begitu saja setelah kubuka jendela, tingginya lantai apartemen menambah dingin hawa yang masuk. Kepalaku menyembul dari figura jendela, mencari-cari kemana benda itu pergi. Kosong. Sama sekali tidak ada bekas dari benda tadi, bahkan tetesan bunga api sudah hilang tanpa bekas di tepa sepoy angin malam.
Kumasukkan kepalaku kedalam ruangan, menutup rapat jendela dan mencoba melupakan kejadian tadi. mungkin itu hanya halusinasiku karena terlalu capek setelah keluar bersama teman-teman dari alun-alun kota. Ehm…, atau benda tadi adalah UFO yang mengendarai kendaraan terbangnya –dengan sayap?-. ah, kucoret saja anggapan UFO dari kepalaku. Toh jika benda itu bukanlah imajinasiku saja maka esok hari akan ada kabar penampakan benda aneh di depan jendela apartemen.
Sekilas kulirik jam weker di meja kecil sebelah ranjang. 03:00 am. Sudah jam 3 subuh ternyata. Huam.., ngantuknya.
Dengan malas kujauhkan tubuhku dari jendela, duduk sebentar di tepi ranjang sebelum menghempaskan tubuh yang lelah ini disana.
++++++
Setiap aku melihatnya aku merasa jatuh cinta
Dalam hati hanya mampu berharap dan berdo’a
Kali ini aku duduk di tepi atap apartemen. Memandangi kota dari atas sini sungguh menyenangkan, kalian tentu tahu rasanya melihat kota dari atas, bayangan kendaraan yang merayap pelan dan kencang begitu indah ditemani lampu-lampu mereka, kerlap-kerlip hiasan toko dan swalayan yang berjejer di sekitar jalanan menambah ramai kota ini. Kota yang tidak pernah mati meskipun jam menunjukkan pukul 3 pagi. Semilir angin menerpa tubuhku, menjadikan bulu di sayap putih yang terasa berat di punggungku ini menghempas ringan seirama deru angin yang menerpa.
Di kepalaku sekarang terisi bayangan akan wajahnya tadi yang begitu penasaran dan bingung. Ah, biarkan saja dia dengan kebingungannya, toh… tidak akan pernah gadis itu biarkan kenangan tadi menggeliyati fikirannya. Dia akan berfikir jika aku hanya imajinasinya saja karena rasa lelah dan kantuk.
Kuhirup dalam-dalam udara malam yang masih segar. Merasakan setiap hirupan bak jiwa yang akan mengisi tubuhku. Yang berguna bagiku agar aku tetap hidup dan melihatnya lagi keesokan hari.
++++++
Di kerumunan tribun penonton –kali ini aku tengah menonton konser bintang Rock Bullet For My Valentine- kulihat pria itu. Dia mengenakan kemeja putih bersih, begitu kontras dengan penonton lain yang dominan warna hitam. Tidak kusangka jika akan melihatnya di kerumunan orang banyak seperti sekarang ini. Karena biasanya aku hanya melihatnya dari balik jendela apartemen tempat ibuku tinggal.
Dorongan dari penonton lain memaksaku untuk bergerak maju mundur mencari keselamatan. Takut-takut akan terjatuh dan terinjak, sungguh hal menyakitkan bagiku. Gadis dengan tubuh tidak terlalu besar dan tinggi. Music mulai menghentak begitu kerasnya, personil band mulai menyuarakan suaranya yang tidak begitu menyenangkan di telingaku, namun mampu menjadikan tubuhku terhentak mengikuti irama lagu bersama penonton lainnya. Kami meloncat-loncat dan berteriak sambil mengacungkan jari-jemari kami dengan berbagai gaya. Tapi kebanyakan gaya ‘metal’ yang menurut Wikipedia adalah symbol untuk mengusir kesialan. Entahlah kenapa kami melakukan hal itu, apa band rock yang kami lihat sekarang adalah sebuah kesialan?.
Lagu ke lima melantun dengan cadasnya, tubuhku terhentak begitu keras ketika salah satu penonton melompat-lompat, menjadikanku terjatuh begitu saja, kedua tanganku mencoba mencari bantuan untuk berdiri namun tidak mendapatkannya hingga tubuhku membentur lantai. Kaki pada penonton lainnya yang dominan kaum pria menginjakiku dengan begitu bengis. Mereka tidak sadar jika akulah yang mereka injak, bukannya lantai keras yang polos. Kulindungi tubuhku dari hantaman sepatu rock mereka yang memiliki sol tinggi. Hingga begitu sakit kurasakan menjalari tubuhku.
+++++++
Entah mereka sadari atau tidak, sayapku mengepak begitu saja keluar dari kain tipis yang kuekanakan untuk membalut tubuh, kuperhatikan gadis itu. dia meringkuk di atas lantai dengan merintih ketakutan dan kesakitan. Orang-orang disekitar kami secara otomatis menghindar, memberikan kami ruang untuk berdua. Kugunakan sayap besarku untuk melindungi kami dari ekspose mata mereka.
Perlahan kulihat tangan gadis yang ia gunakan sebagai pelindung kepalanya melonggar dan meninggalkan kepalanya. Matanya mengerjap menatapku dengan tajam.
kau nyata.” Ucapnya begitu lirih. Matanya menatapku lekat tanpa bergeming.
tentu saja.” Jawabku meyakinkan. Kuulurkan tanganku padanya. “kita pergi dari tempat ini.” Ajakku. Tanpa berfikir panjang gadis itu menerima ajakanku. Kugenggam erat jemarinya.
aku telah menunggu saat yang tepat untuk dapat bersamamu.” Tukasku begitu saja ketika kami bangkit dari posisi masing-masing. Kurenggangkan sayapku, menjadikan kami kembali terekspose oleh manusia-manusia itu.
Mata mereka tidaklah menatap kami sekarang, mereka kembali terfokus pada konser music. Kukembangkan senyum lalu melempar pandang pada gadis di sampingku.
++++++
Pria yang hanya kulihat dari balik jendela bersama sinar putih dan sayapnya. Pria itu kini mengenggam erat jemariku dan menuntunku berjalan meninggalkan konser music yang telah kutunggu-tunggu selama 2 thn terakhir untuk melihatnya. Tapi anehnya, tetap saja kulangkahkan kakiku mengikuti arahan laki-laki ini menuju sebuah lapangan gelap yang hanya bercahayakan bohlam lampu putih besar di ujungnya.
Ditempat ini dia melepaskan genggamannya, membiarkanku berdiri terpaku menatapnya dalam waktu yang cukup lama untuk menelitik setiap lekuk tubuhnya. Dia terlihat bak pahatan patung Yunani kuno yang begitu halus, eksotik, dan indah. Penuh dengan kemisteriusan dalam raut wajahnya yang tergambar ceria namun sedikit keraguan saat dia mengerjapkan mata. Sayapnya sesekali mengepak ringan menjadikan bulu yang terlihat seperti bulu angsa itu bergerak bak daun diterpa angin.
setiap hari aku hanya mampu melihatmu.” Ia membuka mulut, mengeluarkan kalimat yang tidak kusangka.
Begitu juga aku yang hanya bisa memandangmu melalui balik jendela
setiap itu pula aku berdoa dan berharap.” Tambahnya menjadikanku menyunggingkan senyum. Ternyata setiap hari ia melihatku secara diam-diam. Alangkah senang hatiku, pertemuan pertama kami di apartemen ibu ternyata membawa pengalaman unik bagiku.
untuk apa seorang malaikat berdo’a dan berharap. Bukankah kau yang mengabuklan setiap do’a dan harapan?.”
aku hanya seorang pesuruh yang melakukan tugas menyampaikan. Mengabulkan adalah kehendak tuhan yang maha esa. Tidak ada ikut campur tanganku di dalamnya, sayang.”
Darahku berdesir mendengarnya memanggilku sayang. Tidak kuindahkan kalimat lainnya, hanya pada penutup kalimat itu aku terfokus. ‘sayang’.
Mataku terkesiap begitu saja.
mimpikah ini?’
Batinku mencari kebenaran dan men doktrin diriku sendiri.
jika ini mimpi tolong bangunkan aku segera, tuhan!.’
Harapku masih menatap pria bersayap yang kusebut malaikat secara spontan dihadapanku ini.
aku akan pergi jika kau merasa tidak nyaman denganku.” Putusnya semakin membuatku terkesiap.
++++++
Dia pasti bingung dan kaget akan kejadian ini. Dengan begitu saja kuajak gadis ini menuju lapangan tanpa ia ketahui apa yang terjadi. Dia bahkan memanggilku malaikat, sungguh kalimat yang tidak pernah kudengar sebelumnya. Itu karena aku tidak pernah berbicara pada siapapun dan bertemu dengan orang lain kecuali hari ini. Hari di mana pertama kali aku berbicara pada orang dan dia berbicara padaku.
jangan pergi!.” Tekannya melangkah mendekat, tangannya terangkat dan meraih lenganku. Padahal disaat itu langkahku sudah akan beranjak dan memutar arah meningalkannya yang terlalu bingung dengan siatuasi yang terjadi.
Kutatap lenganku yang ia genggam. Jemari kecilnya berada di lenganku dengan erat, kurasa hangat disana dan dia mendekat, menarik tubuhnya menempel pada dadaku. Ia mencoba memelukku dengan sendirinya.
Kubiarkan tindakan gadis ini, hingga kurasa kepalanya bersandar di dadaku.
selama ini aku hanya mampu melihatmu dari balik jendela. Hari ini memang begitu mengejutkan, aku merasa pria di tribun itu kau. Dan ternyata benar, dan saat tubuhku terjerembab di injakan para penonton. Kau malah datang dengan sayap putih besar yang biasa kulihat bersama taburan cahaya putih terang. Sungguh aku sangat senang dan sedikit bingung saat ini.” Kalimat panjang gadis ini menjadikanku terlonjak. “aku berharap ini mimpi. Namun, aku lebih bahagia jika ini bukanlah mimpi. Kau nyata dan perasaanku terasa begitu lega.” Tambahnya lagi. Kulrik sekilas puncak kepalanya.
apa yang membuat perasaanmu begitu lega?.” Tanyaku ingin tahu.
karena aku tidak jatuh cinta pada sebuah imajinasi ternyata.”
Baru kali ini kurasa ada yang salah dengan tubuhku, rasa hangat menjalar dengan cepat dari kaki menuju kepalaku. Luapan rasa bahagia begitu ketara. Gadis yang selama ini hanya mampu ku pandangi ternyata menyimpan perasaan yang di sebuat ‘cinta’ padaku.
Genggamannya di lenganku terasa mengendur dan terlepas, kurasakan pinggangku sesak akan sebuah pelukan dari tangan kecilnya. Kubalas perlakuan gadis ini dengan membalas pelukannya. Kudongakkan kepalaku pada langit malam yang diterpa cahaya bintang.
tuhan. Aku melawan arus hari ini, izinkan aku merasakan sebuah perasaan yang tidak kau berikan padaku untuk malam ini.’ Pintaku pada tuhan dengan berat. Salah memang bagiku untuk menyimpan sebuah perasaan pada gadis manusia ini. Aku diciptakan bukan untuk merasakan perasaan menyenangkan ini, perasaan yang banyak disebut dengan ‘cinta’. Jika hanya malam ini dapat kusambut uluran cintanya itu akan sangat menyakitkan, tapi jika kusambut uluran cinta itu untuk selamanya. Dialah yang akan tersiksa. Mencintai sebuah makhluk sepertiku dan hidup seperti orang gila yang bergembira sendiri tanpa orang tahu apa sebabnya.
Hah. Inilah kisahku, kisah yang terawali dengan memandang seorang anak manusia dari balik kaca jendelanya. Kisah yang kuciptakan hingga anak manusia itu terlarut didalamnya. Kisah cinta seorang pesuruh tuhan.
>>> THE END <<<

Minggu, 10 Juni 2012

JANDA


CERPEN : JANDA
AUTHOR : ZULAIPATNAM
GENDRE : LIFE
RATED : [PG 15]
+++++++
Mereka bilang jika kau telah tiada
Dan aku berharap kau berada di sampingku
Waktu telah habis
Mereka bilang jika kau telah tiada           
+++++++
Koran hari ini kubaca sambil menyeruput kopi hangat di teras rumah, bersama bapak dan ibuk aku berada disana. Halaman awal dengan gambar pemuda tergeletak tidak bernyawa di aspal, matanya menatap damai pada titik tidak menentu, tubuhnya terkapar penuh luka mengenaskan dan aku masih mengenali siapa dia.
Jerit membahana di rumah duka, semakin kuperdalam kerudung hitam yang kukenakan, berjalan melewati pelayat yang menitihkan air mata, entah tulus atau hanya ‘lata’ aku tidak tahu. Tubuhnya terbujur kaku di ruang tengah, berbalut jarik dan kain putih bersih.
Nasibmu tidak semujur teman-temanmu, mereka berlari dengan tubuhmu sebagai tameng, berdiri di barisan paling depan dengan hentakan, dorongan, teriakan dari belakang yang memaksa tubuhmu bertahan lebih kuat.
Sebenarnya untuk apa kau berada di tempat itu?, bukannya kau bilang padaku pergi untuk menuntut ilmu, seharusnya diam saja dan lihat mereka melakukannya dengan baik apa tidak. Tidak perlu mempersulit dirimu sendiri dengan berteriak yang malah membuat telinga mereka sakit dan pergi tidur.
Ibunya duduk diam di sofa empuk warna coklat. Kudekati dan memeluk beliau. Wanita itu menangis dalam pelukanku.
“kamu janda nak…”
Raungnya semakin menyakitkan bagiku. Janda?. Sejak kapan aku menyandang gelar tersebut.
Setiap orang ada yang berkeinginan untuk memiliki sebuah gelar yang bertengger dalam ingatan setiap orang dan menjaadi buah saat memanggil namanya. Namun gelar yang disematkan ibunya barusan sungguh membuatku ingin melepaskan gelar tersebut.
“JANDA.” Rintihku terbawa suasana.
Tidak. Kuhapus sendiri gelar itu dari nama, ingatan, dan fikiran saat itu juga. Tidak akan pernah terdapat gelar tersebut dalam hidupku.
“aku bukan janda, ibu…, aku tetap istri dari mas Reza dan selamanya akan seperti itu. Jangan menyebutku janda dari hari ini.” Peringatku menguatkan diri.
Jika hari esok matahari masih bersinar, ku harap dia berdiri didepanku dengan senyum. Dengan begitu gelar janda yang kudapatkan akan terhapus dan kita bersama kembali. Kau berdiri di sampingku begitu denganku. Kita bersama tanpa tersemat gelar itu lagi.
>>>SELESAI<<<