TITTLE : SEJALAN DENGAN NASIP
AUTHOR : ZULAIPATNAM
GENDRE : FANTASY, LIFE (maybe)
RATED : ALL OLD
STORY
Jauh sekali jalan yang ditempuh gadis itu, dia berjalan dan
berjalan dengan ransel yang sangat besar dipunggungnya, belum lagi koper yang
ia seret sembarangan tanpa memperdulikan jalan yang ia lewati semakin
membuatnya terlihat kasihan, wajahnya penuh debu dan kerudung segi 4nya sudah
sangat-sangat tidak rapi.
Apa yang dicari gadis ini sampai dia berjalan dan membawa
barang sebanyak itu sampai di daerah sini, daerah dengan penduduk padat yang
tidak saling mengenal antar tetangga meskipun jaraknya hanya 1 meter per rumah.
Di tangan satunya, tangan yang bebas tidak menyeret koper,
gadis itu mengenggam Koran lucek tua dengan sangat erat, dapat kalian lihat
dikoran tadi bergambarkan sebuah rumah mewah yang tidak jelas.
+++++
“ini rumah ayahmu, kau harus dapat menemukannya!.” Yakin
paman gadis tadi saat gadis itu tengah meringkuk dibalik selimutnya diatas
ranjang bobrok reot miliknya. Mendengar kalimat tadi, gadis itu segera bangun
dan menyibakkan selimutnya.
Pamannya tengah berdiri dengan senyum mengembang dan
memamerkan halaman Koran yang bergambarkan sebuah rumah mewah, tertuliskan
judulnya adalah. ‘rumah baru pengusaha roko’. Sejenak gadis tadi berfikir,
apakah benar jika pemilik rumah tadi adalah ayahnya?, namun hasrat untuk segera
menemukan ayahnya sangatlah besar membuatnya tidak berfikir panjang.
Gadis yang menjadi piatu setelah kepergian ibunya yang
meninggal terserang penyakit strok, dia hanya memiliki seorang paman, rumah
kecil kumuh, dan beberapa lahan pertanian yang lumayan di belakang rumahnya.
+++++
Sekarang adalah musim penghujan, udara dingin menjadi teman
akrab dan air yang menggenang bukanlah hal aneh, apalagi dikota ini, kota yang
katanya maju dan menjadi pusat pemerintahan negara ternyata lebih buruk
keadaannya disbanding kota-kota lain yang tersebar di negeri ini. Gadis itu
merasa lelah, dia mencari tempat duduk dan berteduh sementara, seteah
memutuskan berjalan beberapa meter lagi akhirnya, dia menemukan sebuah pos
kamling kosong. Dia memutuskan untuk beristirahat sejenak disana, melepaskan
ransel besarnya, meletakkan koper berat dan kotor karena dia sama sekali tidka
memperdulikan bagaimana jalan yang dilewati saat menariknya, menarik nafas
dalam-dalam dan berharap jika tujuannya sudah dekat dan akan mendapatkan senyum
dan lapang tangan ayahnya nanti jika melihatnya datang. Gadis ini tidak
memikirkan bagaimana jika ayahnya tidak mau mengakuinya dan perjuangannya itu
akan sia-sia, dia terlalu senang dan bernafsu untuk melihat ayahnya, bahkan
tidak sempat menanyakan kebenaran info dari pamannya.
Lelah dan lelah, akhirnya gadis itu tertidur.
+++++
Ditengah malam yang sangat gelap, entah kenapa pencahayaan
lampu sangatlah minim, tidak ada penerangan lebih yang dapat membantunya untuk
melihat sekeliling dan menemukan gambaran dimana dia berada, dia hanya melihat
kegelapan yang sangat-sangat pekat, sampai akhirnya dia ingat jika didalam
ransel besarnya tersimpan senter yang dapat membantunya, ia mencari dan mencari
sampai akhirnya di dapat menemukan senternya, tanpa babibu lagi gadis itu
menyalakan santer tersebut, cahaya terangnya tidak menyinari apa yang ia ingin
lihat, meliankan menyinari sebuah rumah, gedung besar dan megah yang selama ini
hanya ia lihat dihalaman Koran.
“apa aku bermimpi?.” Gumamnya keheranan, tidak mau tenggelam
dalam keheranan gadis itu segera beranjak dari tempatnya berada, dia menuruni
tempatnya semula di pos kamling dan berjalan mendekati rumah tadi.
Pintu gerbangnya sangat tinggi dan berbesi, dia bingung
bagaimana caranya akan masuk, sampai pada fikiran terbodohnya untuk memanjat,
sentaer ia sakukan kedalam saku celananya dan mulai memanjat, baru saja dia
memanjat tiba-tiba pagar bergerak sendiri dan membuka, segera dia turun lalu
masuk kearea teras rumah. Disana dia mengetuk pintu besar bercat putih.
Seorang laki-laki paruh baya yang memiliki rupa hampir sama
dengannya membukakan pintu.
“Oni anakku, akhirnya kau menemukan rumahmu nak…” peluk pria
tadi cepat, membuat gadis lusuh yang bernama Oni kaget dan diam saja. Dia
berfikir jika hidupnya akan berubah menjadi kebahagiaan setelah ini, dia
berhasil menemukan ayah kandungnya. Dia gembira dan sangat gembira, ragu-ragu
namun pasti, Oni mulai mebalas pelukan ayahnya, mereka berpelukan dan saling
melepas rindu.
Keindahan hidup, benar-benar sangat menyenangkan dan nikmat,
fikir Oni. Sampai ia merasakan pelukannya melemas, dia melihat wajah ayahnya.
Wajah ayahnya jadi buram dan dia bingung, kenapa seperti ini dan bagaimana bisa.
Dia tidak habis pikir sampai pada akhirnya ayahnya hilang dan semuanya
digantikan kegelapan pekat, Oni mencari-cari senternya kembali, senter itu kini
telah padam. Dia bingung dan ingin menangis, baru saja dia melihat ayahnya dan
sekarang telah hilang. Atau ini semua hanya mimpi…, dia tidak mengerti semua
ini.
Oni mencoba menyalakan senternya lagi, menyala namun namun
tidak begitu terang. Dia bahagia dan elga, tapi kali ini bukan ayah dan rumah
megah milik ayahnya yang ia lihat, melainkan rumah reotnya dikampung, disana
berdiri seorang wanita hamil yang tersenyum pada pria muda yang tengah memilin
putung rokok, ibunya dan pria muda tadi terlihat sangat bahagia. Oni tidak
mengerti, penglihatan apa yang ia lihat.
Kembali redup dan redup, ia teringat akan senternya, nyala
senternya tidak terang dan redup. Ini seperti kisah gadis penjual korek api
pikirnya, gadis yang menyalakan korek api demi melihat kebahagiaan yang selama
ini dia inginkan. Oni memejamkan matanya dalam-dalam dan menggeleng kuat,
apakah dia juga mengalami hal yang sama dengan gadis korek api itu. Dia tidak
mau, karena diakhir cerita gadis itu akan mati dalam kebekuan dan kesendirian,
dia tidak ingin nasipnya sama dengan gadis korek api, meninggal dengan
kesendirian, kesengsaraan, dan kebodohan karena ilusi. Dia tidak ingin seperti
itu, dia tidak ingin bernasip sama dengan gadsi korek api.
Dengan mantap Oni mematikan lampu senternya, semua kembali
gelap, hitam pekat penuh dengan kegelapan. Oni merasa nafasnya tercekat, dia
tidak leluasa bergerak seolah-olah tubuh dan kakinya beku, dia bingung dan mau
menangis, namun tidak sampai karena ada setitik cahaya dari keauhan, dari arah
kiri dan kanannya muncul cahaya yang awalnya kecil berubah menjadi besar,
terang dan sangat terang. Membuat Oni memicingkan matanya, jauh dari kejauhan
tadi, ada dua sosok dari dua arah yang berjalan kearahnya, sosok itu semakin
mendekat dan mendekat. Yang satunya menakutkan dan satunya lagi bertampang
biasa.
“sekarang saatnya, mari ikut kami!.” Ajak kedua sosok tadi
bersamaan, Oni diam dan tidak bergeming dari posisinya. Siapa mereka?, apakah
aku?. Fikir Oni penuh tanya.
=== TAMAT ===