TITTLE
: IMAJIKU
AUTHOR
: ZULAIPATNAM
GENDREE
: FANTASY ROMANCE
RATED
: [PG 15]
Yang
bisa kulakukan hanya menatapnya.
++++++
Mataku
menyipit dari balik kaca jendela kamar apartemen yang berada di
lantai 8 milik ibuku. Setiap hari sabtu aku biasa pergi ke apartemen
ibu untuk menghabiskan malam minggu bersama teman-temanku, yah itu
karena apartemen ibu yang berjarak lumayan dekat dengan alun-alun
kota. Karena disanalah biasanya kami menghabiskan malam minggu.
Kusipitkan
mataku saat menangkap sebuah pergerakan dari luar jendela. Tidak
percaya dengan yang kulihat. Kukucek mataku berkali-kali lalu kembali
memandangnya.
Sebuah
cahaya berwarna putih menyilaukan dengan benda yang seperti sayap
mengepak di hadapanku, sedikit tidak jelas karena terhalang kaca yang
buram. Benda itu melayang begitu ringan di udara, aku terkesiap dan
tidak mampu berfikir. Sungguh aku ketakutan akan benda itu. Hingga
saat kuputuskan untuk membuka jendela, benda itu pergi dengan melesat
bak roket. Meninggalkan berkas cahaya seperti tetesan bunga api di
sana.
Dinginnya
udara malam menerpa tubuhku begitu saja setelah kubuka jendela,
tingginya lantai apartemen menambah dingin hawa yang masuk. Kepalaku
menyembul dari figura jendela, mencari-cari kemana benda itu pergi.
Kosong. Sama sekali tidak ada bekas dari benda tadi, bahkan tetesan
bunga api sudah hilang tanpa bekas di tepa sepoy angin malam.
Kumasukkan
kepalaku kedalam ruangan, menutup rapat jendela dan mencoba melupakan
kejadian tadi. mungkin itu hanya halusinasiku karena terlalu capek
setelah keluar bersama teman-teman dari alun-alun kota. Ehm…, atau
benda tadi adalah UFO yang mengendarai kendaraan terbangnya –dengan
sayap?-. ah, kucoret saja anggapan UFO dari kepalaku. Toh jika benda
itu bukanlah imajinasiku saja maka esok hari akan ada kabar
penampakan benda aneh di depan jendela apartemen.
Sekilas
kulirik jam weker di meja kecil sebelah ranjang. 03:00 am. Sudah jam
3 subuh ternyata. Huam.., ngantuknya.
Dengan
malas kujauhkan tubuhku dari jendela, duduk sebentar di tepi ranjang
sebelum menghempaskan tubuh yang lelah ini disana.
++++++
Setiap
aku melihatnya aku merasa jatuh cinta
Dalam
hati hanya mampu berharap dan berdo’a
Kali
ini aku duduk di tepi atap apartemen. Memandangi kota dari atas sini
sungguh menyenangkan, kalian tentu tahu rasanya melihat kota dari
atas, bayangan kendaraan yang merayap pelan dan kencang begitu indah
ditemani lampu-lampu mereka, kerlap-kerlip hiasan toko dan swalayan
yang berjejer di sekitar jalanan menambah ramai kota ini. Kota yang
tidak pernah mati meskipun jam menunjukkan pukul 3 pagi. Semilir
angin menerpa tubuhku, menjadikan bulu di sayap putih yang terasa
berat di punggungku ini menghempas ringan seirama deru angin yang
menerpa.
Di
kepalaku sekarang terisi bayangan akan wajahnya tadi yang begitu
penasaran dan bingung. Ah, biarkan saja dia dengan kebingungannya,
toh… tidak akan pernah gadis itu biarkan kenangan tadi menggeliyati
fikirannya. Dia akan berfikir jika aku hanya imajinasinya saja karena
rasa lelah dan kantuk.
Kuhirup
dalam-dalam udara malam yang masih segar. Merasakan setiap hirupan
bak jiwa yang akan mengisi tubuhku. Yang berguna bagiku agar aku
tetap hidup dan melihatnya lagi keesokan hari.
++++++
Di
kerumunan tribun penonton –kali ini aku tengah menonton konser
bintang Rock Bullet For My Valentine- kulihat pria itu. Dia
mengenakan kemeja putih bersih, begitu kontras dengan penonton lain
yang dominan warna hitam. Tidak kusangka jika akan melihatnya di
kerumunan orang banyak seperti sekarang ini. Karena biasanya aku
hanya melihatnya dari balik jendela apartemen tempat ibuku tinggal.
Dorongan
dari penonton lain memaksaku untuk bergerak maju mundur mencari
keselamatan. Takut-takut akan terjatuh dan terinjak, sungguh hal
menyakitkan bagiku. Gadis dengan tubuh tidak terlalu besar dan
tinggi. Music mulai menghentak begitu kerasnya, personil band mulai
menyuarakan suaranya yang tidak begitu menyenangkan di telingaku,
namun mampu menjadikan tubuhku terhentak mengikuti irama lagu bersama
penonton lainnya. Kami meloncat-loncat dan berteriak sambil
mengacungkan jari-jemari kami dengan berbagai gaya. Tapi kebanyakan
gaya ‘metal’ yang menurut Wikipedia adalah symbol untuk mengusir
kesialan. Entahlah kenapa kami melakukan hal itu, apa band rock yang
kami lihat sekarang adalah sebuah kesialan?.
Lagu
ke lima melantun dengan cadasnya, tubuhku terhentak begitu keras
ketika salah satu penonton melompat-lompat, menjadikanku terjatuh
begitu saja, kedua tanganku mencoba mencari bantuan untuk berdiri
namun tidak mendapatkannya hingga tubuhku membentur lantai. Kaki pada
penonton lainnya yang dominan kaum pria menginjakiku dengan begitu
bengis. Mereka tidak sadar jika akulah yang mereka injak, bukannya
lantai keras yang polos. Kulindungi tubuhku dari hantaman sepatu rock
mereka yang memiliki sol tinggi. Hingga begitu sakit kurasakan
menjalari tubuhku.
+++++++
Entah
mereka sadari atau tidak, sayapku mengepak begitu saja keluar dari
kain tipis yang kuekanakan untuk membalut tubuh, kuperhatikan gadis
itu. dia meringkuk di atas lantai dengan merintih ketakutan dan
kesakitan. Orang-orang disekitar kami secara otomatis menghindar,
memberikan kami ruang untuk berdua. Kugunakan sayap besarku untuk
melindungi kami dari ekspose mata mereka.
Perlahan
kulihat tangan gadis yang ia gunakan sebagai pelindung kepalanya
melonggar dan meninggalkan kepalanya. Matanya mengerjap menatapku
dengan tajam.
“kau
nyata.” Ucapnya begitu lirih. Matanya menatapku lekat tanpa
bergeming.
“tentu
saja.” Jawabku meyakinkan. Kuulurkan tanganku padanya. “kita
pergi dari tempat ini.” Ajakku. Tanpa berfikir panjang gadis itu
menerima ajakanku. Kugenggam erat jemarinya.
“aku
telah menunggu saat yang tepat untuk dapat bersamamu.” Tukasku
begitu saja ketika kami bangkit dari posisi masing-masing.
Kurenggangkan sayapku, menjadikan kami kembali terekspose oleh
manusia-manusia itu.
Mata
mereka tidaklah menatap kami sekarang, mereka kembali terfokus pada
konser music. Kukembangkan senyum lalu melempar pandang pada gadis di
sampingku.
++++++
Pria
yang hanya kulihat dari balik jendela bersama sinar putih dan
sayapnya. Pria itu kini mengenggam erat jemariku dan menuntunku
berjalan meninggalkan konser music yang telah kutunggu-tunggu selama
2 thn terakhir untuk melihatnya. Tapi anehnya, tetap saja
kulangkahkan kakiku mengikuti arahan laki-laki ini menuju sebuah
lapangan gelap yang hanya bercahayakan bohlam lampu putih besar di
ujungnya.
Ditempat
ini dia melepaskan genggamannya, membiarkanku berdiri terpaku
menatapnya dalam waktu yang cukup lama untuk menelitik setiap lekuk
tubuhnya. Dia terlihat bak pahatan patung Yunani kuno yang begitu
halus, eksotik, dan indah. Penuh dengan kemisteriusan dalam raut
wajahnya yang tergambar ceria namun sedikit keraguan saat dia
mengerjapkan mata. Sayapnya sesekali mengepak ringan menjadikan bulu
yang terlihat seperti bulu angsa itu bergerak bak daun diterpa angin.
“setiap
hari aku hanya mampu melihatmu.” Ia membuka mulut, mengeluarkan
kalimat yang tidak kusangka.
Begitu
juga aku yang hanya bisa memandangmu melalui balik jendela
“setiap
itu pula aku berdoa dan berharap.” Tambahnya menjadikanku
menyunggingkan senyum. Ternyata setiap hari ia melihatku secara
diam-diam. Alangkah senang hatiku, pertemuan pertama kami di
apartemen ibu ternyata membawa pengalaman unik bagiku.
“untuk
apa seorang malaikat berdo’a dan berharap. Bukankah kau yang
mengabuklan setiap do’a dan harapan?.”
“aku
hanya seorang pesuruh yang melakukan tugas menyampaikan. Mengabulkan
adalah kehendak tuhan yang maha esa. Tidak ada ikut campur tanganku
di dalamnya, sayang.”
Darahku
berdesir mendengarnya memanggilku sayang. Tidak kuindahkan kalimat
lainnya, hanya pada penutup kalimat itu aku terfokus. ‘sayang’.
Mataku
terkesiap begitu saja.
‘mimpikah
ini?’
Batinku
mencari kebenaran dan men doktrin diriku sendiri.
‘jika
ini mimpi tolong bangunkan aku segera, tuhan!.’
Harapku
masih menatap pria bersayap yang kusebut malaikat secara spontan
dihadapanku ini.
“aku
akan pergi jika kau merasa tidak nyaman denganku.” Putusnya semakin
membuatku terkesiap.
++++++
Dia
pasti bingung dan kaget akan kejadian ini. Dengan begitu saja kuajak
gadis ini menuju lapangan tanpa ia ketahui apa yang terjadi. Dia
bahkan memanggilku malaikat, sungguh kalimat yang tidak pernah
kudengar sebelumnya. Itu karena aku tidak pernah berbicara pada
siapapun dan bertemu dengan orang lain kecuali hari ini. Hari di mana
pertama kali aku berbicara pada orang dan dia berbicara padaku.
“jangan
pergi!.” Tekannya melangkah mendekat, tangannya terangkat dan
meraih lenganku. Padahal disaat itu langkahku sudah akan beranjak dan
memutar arah meningalkannya yang terlalu bingung dengan siatuasi yang
terjadi.
Kutatap
lenganku yang ia genggam. Jemari kecilnya berada di lenganku dengan
erat, kurasa hangat disana dan dia mendekat, menarik tubuhnya
menempel pada dadaku. Ia mencoba memelukku dengan sendirinya.
Kubiarkan
tindakan gadis ini, hingga kurasa kepalanya bersandar di dadaku.
“selama
ini aku hanya mampu melihatmu dari balik jendela. Hari ini memang
begitu mengejutkan, aku merasa pria di tribun itu kau. Dan ternyata
benar, dan saat tubuhku terjerembab di injakan para penonton. Kau
malah datang dengan sayap putih besar yang biasa kulihat bersama
taburan cahaya putih terang. Sungguh aku sangat senang dan sedikit
bingung saat ini.” Kalimat panjang gadis ini menjadikanku
terlonjak. “aku berharap ini mimpi. Namun, aku lebih bahagia jika
ini bukanlah mimpi. Kau nyata dan perasaanku terasa begitu lega.”
Tambahnya lagi. Kulrik sekilas puncak kepalanya.
“apa
yang membuat perasaanmu begitu lega?.” Tanyaku ingin tahu.
“karena
aku tidak jatuh cinta pada sebuah imajinasi ternyata.”
Baru
kali ini kurasa ada yang salah dengan tubuhku, rasa hangat menjalar
dengan cepat dari kaki menuju kepalaku. Luapan rasa bahagia begitu
ketara. Gadis yang selama ini hanya mampu ku pandangi ternyata
menyimpan perasaan yang di sebuat ‘cinta’ padaku.
Genggamannya
di lenganku terasa mengendur dan terlepas, kurasakan pinggangku sesak
akan sebuah pelukan dari tangan kecilnya. Kubalas perlakuan gadis ini
dengan membalas pelukannya. Kudongakkan kepalaku pada langit malam
yang diterpa cahaya bintang.
‘tuhan.
Aku melawan arus hari ini, izinkan aku merasakan sebuah perasaan yang
tidak kau berikan padaku untuk malam ini.’ Pintaku pada tuhan
dengan berat. Salah memang bagiku untuk menyimpan sebuah perasaan
pada gadis manusia ini. Aku diciptakan bukan untuk merasakan perasaan
menyenangkan ini, perasaan yang banyak disebut dengan ‘cinta’.
Jika hanya malam ini dapat kusambut uluran cintanya itu akan sangat
menyakitkan, tapi jika kusambut uluran cinta itu untuk selamanya.
Dialah yang akan tersiksa. Mencintai sebuah makhluk sepertiku dan
hidup seperti orang gila yang bergembira sendiri tanpa orang tahu apa
sebabnya.
Hah.
Inilah kisahku, kisah yang terawali dengan memandang seorang anak
manusia dari balik kaca jendelanya. Kisah yang kuciptakan hingga anak
manusia itu terlarut didalamnya. Kisah cinta seorang pesuruh tuhan.
>>>
THE END <<<
Tidak ada komentar:
Posting Komentar