Tittle : Fiction And You’r my Love. [Bagian II]
Author : Zulai
Gendre : Fantasy , Romance, &
Thriller
Rated : [PG 14+]
Werewolf disini saya
ubah sedikit karakternya dari kebiasaan werewolf pada umumnya, jadi mohon
jangan diprotes…tapi boleh koq protes kalau memang itu perlu.
STORY
Sesuatu
yang aneh kurasakan tiap kali menatap jasad nenek yang sudah dkafani,
satu-satunya keluargaku, penyemangat hidup, dan sandaranku. Kini telah tiada
dan meninggalkanku sendirian. Aku menangis sejadi-jadinya saat keranda mayat
nenek dibawah menjauh dari hadapanku, Sarah sahabatku dia memegangi pundakku
erat, membisikkan kata-kata penyemangat yang tidak berguna sama sekali untuk
keadaanku sekarang ini.
“tenanglah
Oni…” suara Sarah terdengar bergetar, mungkinkah dia juga menangis.
Setelah
kejadian tadi malam, aku memaksa untuk membawa pulang jasad nenek dan
menguburkannya secara layak. Tidak perlu ada otopsi atau apapun, Karena aku
sudah mengetahui siapa pembunuhnya dan untuk apa dia membunuh nenekku.
+++++
Tidak
ada yang dapat kulakukan, mengambil cuti untuk sementara waktu itu pilihan
pertamaku, Sarah mengajakku kerumahnya, dia mengatakan jika aku sendirian
dirumah ini, maka akan ada banyak sekali kenangan buruk yang dapat membuka
lukaku. Dia teman yang sangat baik.
Malam
hari, saat sendirian didalam kamar, kusiapkan barang-barang yang akan kubawa
kerumah Sarah. Sampai dibagian baju, dua buah kotak box berwarna putih bersih
kuambil dari dalam almari dan membungkusnya kedalam kantong plastic besar
berwarna hitam. Rasa marah dan bingungku kembali menyeruak ketika melihat
kotak-kotak tadi, kotak yang berisikan gaun pengantin yang beberapa hari lalu
kubeli bersama Reza. Tidak ada gunanya lagi baju ini. mau membuang tapi dalam
hati terasa sangat berat.
“boleh
aku masuk?” tanya Sarah mengagetkanku. Cepat-cepat kusembunyikan kotak-kotak
tadi kebawah ranjang.
“tentu”
jawabku mencoba tersenyum dan terlihat tegar.
“apa
yang sedang kau lakukan?” Sarah duduk disampingku diatas ranjang. Jemarinya
yang lentik mengacak-acak beberapa bajuku yang berserakan diatas ranjang.
“berkemas untuk pergi kerumahku?” tebak Sarah tanpa menunggu jawabanku.
Aku
mengangguk dan sedikit mendorong kotak-kotak itu kedalam kolong ranjang dengan
kakiku.
“ehm…mungkin
ini terlalu cepat untuk kutanyakan” nada ragu-ragu mendominasi kalimat Sarah.
Apa yang hendak ia tanyakan sampai seperti itu.
“katakan
saja. akan kucoba untuk menjawabnya” yakinku.
Sarah
menarik nafas, memandang sekeliling kamarku untuk menetralisir keraguannya.
“pernikahanmu” akhirnya Sarah mengucapkan tujuannya. Menanyakan pernikahanku.
“bagaimana
dengan pernikahanmu?, bukankah sudah dekat” tambah Sarah, aku tersenyum kecut.
“pernikahanku
yah…” kataku terdengar berfikir “itu akan diundur sedikit lama atau bahkan
cukup lama” imbuhku. Sarah mengangguk faham.
“diundur
yah…!!. Baiklah, kurasa Cuma itu yang ingin kutanyakan sekarang” dia meraih
jemariku dan meremasnya. “jangan patah semangat Oni, kita berdua akan
menghadapi semuanya bersama-sama. Aku akan selalu berada disampingmu” dorongan
semangat dari Sarah sangat membangun untukku.
“trimakasih”
kataku, Sarah melepaskan jemariku dan berganti memelukku.
“jangan
seperti ini, kita berdua seperti pasangan lesbi” godaku dan memukul pundak
Sarah ringan.
“hahahah…kau
sempat-sempatnya bergurau seperti ini Oni” komentar Sarah. Kami berdua
berpelukan dan saling tertawa menertawai tingkah kami yang sedikit terlihat
seperti lesbi.
Ketika
memeluk sarah mataku terpaku pada jemari manis di tangan kananku. Cincin
pertunangan kami. Sebuah cincin bertahtahkan batu merah yang diberikan Reza
padaku saat prosesi tunangan 2 bulan lalu. Haruskah aku melepaskannya dan
melupakan semua yang sudah kulalui. Aku tidak tahu dan memilih melupakannya
untuk sementara ini.
++++
Sudah
seminggu sejak kematian nenek, hari ini aku resmi kembali bekerja, tempat
kerjaku adalah taman belajar anak-anak atau biasa disebut Tk. Disana aku
menjadi guru Tk B, kenapa aku memilih profesi ini, kurasa karena aku sangat
ingin mendapatkan kebahagiaan berkumpul bersama anak-anak, dengan itu
perasaanku seperti tenang jika melihat senyum anak-anak yang kusapa saat
pertama masuk kedalam kelas, mendengar suaranya yang imut dan mlengking saat
mereka menyanyi bersama. Itu semua sangat menyenangkan.
Memasuki
gerbang seorang siswi berlari memelukku, kusambut pelukannya dan bertanya apa
alasan anak ini memelukku tiba-tiba.
“hai…ada
apa?, apa ada yang menganggumu?” tanyaku, dia mendongakkan wajahnya menatapku
dan menggeleng cepat. “lalu kenapa?” dia memberikan setangkai bunga mawar pink
padaku.
“kata
ibu ini yang paling cocok untuk kuberikan pada buguru, mawar pink melambangkan keceriaan dan kegembiraan, aku
harap dengan menerima bunga ini ibu guru akan selalu ceria dan gembira seperti
dulu” jelasnya membuatku Manahan nafas, anak sekecil ini sudah dapat mengatakan
hal seperti itu.
Kuacak
rambutnya yang ikal panjang dengan lembut. “trimakasih yah” kataku sambil
menerima bunga pemberiannya.
+++++
Sepulang
dari mengajar, kupandangi bunga mawar pink pemberian salah satu siswiku dengan
berbaring diranjang.
“kegembiraan
dan keceriaan” Masih dapatkan aku meraskan perasaan itu setelah semua yang
terjadi. Kehilangan nenekku dan dibohongi secara besar-besaran oleh seseorang
yang sangat kucintai dan yang kuanggap dapat menemaniku sampai tua nanti.
Mengingat
Reza aku jadi teringat akan Werewolf. Benarkah dia seorang Werewolf.
Kubuka
laptop dan mencoba mencari semua brita dan artikel yang berkaitan denga manusia
Serigala atau lebih populer disebut Werewolf. Selama hampir berjam-jam aku
terhanyut dalam dunia maya dan mengunduh semua artikel tentang Werewolf,
mencari video dan foto-foto. Aku sudah
seperti paparazzi jika seperti ini, kuakhiri acara berburu artikel ini setelah membaca artikel terakhir,
yaitu tentang manusia serigala yang dapat mati jika ditembak oleh peluru perak.
+++++
Hari
libur, kunikmati dengan berpergian bersama Sarah keswalayan dan berburu
buku-buku atau novel. Kami berdua berjalan menyusuri setiap toko dengan
menyeruput es Doger yang rasanya sangat nikmat.
“aku
koq gag pernah lihat Reza kerumah jemput kamu kayak dulu lagi sih?”tanya Sarah
disela-sela menyeruput es Dogernya.
Pertanyaan
Sarah membuatku tersedah dan terbatuk, sarah menepuk pundakku ringan.
“hubungan
kalian masih lancar kan ?”
tambah Sarah cemas. Aku mengangguk dan menunjukkan cincin tunangan yang
terpaksa kukenakan untuk menutupi ketidak wajaran hubunganku dengan Reza
dihadapan Sarah.
“lihat.
Aku masih mengenakan cincin pertunangan kami” pamerku. Memang sempat kulepas
cincin ini tapi Sarah terus-terusan bertanya, jadi kuputuskan untuk
mengenakannya kembali agar Sarah berhenti curiga.
“hei…aku
tidak butuh bukti kau menggunakan cincin itu atau tidak. Jangan menutupi
hubuganmu dengan Reza dariku Oni” desak Sarah.
“kamu
bicara apa sih…?, hubunganku dengan Reza tetap baik-baik saja, tidak ada yang
berubah. Kami tetap seperti dulu. Mengerti” jelasku menaikkan nada bicara.
“ya
ya ya…tidak perlu melotot. Aku sudah percaya padamu” kata Sarah ikut
memelototiku.
“apa
yang kau lakukan. Kenapa memlototiku seperti itu” tandasku dan mendorong tubuh
Sarah. Membuat sarah terdorong kebelakang dan menabrak seorang pria berjaket
kulit hitam yang terus-terusan menatap kami berdua dengan mengerikan.
“maaf…maaf.
Saya tidak sengaja” pinta Sarah dan melirikku untuk minta bantuan karena pria
yang ditabraknya terlalu mengerikan.
“maafkan
kami tuan” kataku menambahkan. Pria itu berlalu pergi seperti tidak peduli,
tapi kenapa aura dari pria itu sangat mengerikan.
“yah…ini
salahmu” todong Sarah berbalik mendorongku.
“maaf…maaf”
kataku memelas dan menggandeng lengan Sarah. “ayo kita pergi ketoko buku”
ajakku. Sarah menurut, kami berdua berjalan menuju toko buku yang berada di
lantai 2.
Sesampainya
di toko buku. Aku dan Sarah memutuskan untuk berpisah karena Sarah sangat
menyukai kesedirian dalam memilih buku Novel yang akan ia beli. Terpaksa aku
berjalan sendirian di toko yang lumayan besar ini, menacari buku yang pas
dihati. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah buku yang memang sangat ingin
kubaca untuk saat ini. APAKAH WEREWOLF ITU??. Demikian judul dari buku
tersebut. Mengambil satu dan kutenteng untuk memilih buku lain.
Lagu
NSG Star berjudul Rapuh mengalun merdu dari Sound toko, membuatku merasa
nyaman. Hingga sebuah bisikan datang, suara dari seorang pria, berat dan merdu.
Bisikan itu menyuruhku untuk segera keluar dari toko buku.
“cepat
keluar dari tempat ini. berlarilah bila perlu” katanya. Kusebarkan pandanganku
kesegala arah dan mencari sumber suara itu. Mataku menelitik setiap penjuru
toko hingga akhirnya aku melihat pria yang tadi ditabrak oleh Sarah, pria itu
memperhatikanku dengan matanya yang hitam pekat dan tajam. Merinding tentunya,
apalagi saat mata kami bertemu, sorot matanya seakan mengatakan jika aku adalah
buruannya. Apa jangan-jangan pria ini adalah sekutu dari paman. Jika ia berarti
nyawaku dalam bahaya.
Sarah.
Aku teringat akan Sarah, cepat kuberlari mencari Sarah, mencoba menghubungi
ponselnya tapi gagal.
“sit…”
kataku frustasi.
Sarah.
Dimana kau?. Aku ketakutan dan saat berlari mencari Sarah sebuah tangan
menarikku kedalam pelukannya.
Tubuhnya
yang tegap dan dadanya yang bidang, bau parfumnya. Aku mengenali orang ini tapi
tidak berani memandang wajahnya untuk memastikan.
“kita
harus pergi dari tempat ini” katanya dan menarikku menjauh. Tangannya yang
besar memegang erat jemariku. Tepatnya jemari kami saling bertautan. Otakku
tidak bekerja dengan benar, padahal ingin sekali aku untuk melepaskan
genggamannya tapi kenapa aku malah diam saja dan mengikuti setiap instruksinya
untuk pergi dari tempat ini.
Kami
berdua berlari tanpa henti sampai menuju parkiran bawah tanah, dia membimbingku
masuk kedalam sebuah mobil Van hitam. Sekali lagi aku hanya menurut, sama
sekali tidak memberikan perlawanan berarti. Kenapa aku melakukan semua ini, apa
karena dorongan perasaanku yang sangat merindukannya dan ingin berada
disampinya selamanya. aku bingung. Sampai akhirnya mobil melaju kejalanan dan
membuatku melihat sinar matahai.
“kita
mau kemana?” tanyaku bingung, maish berusaha untuk mencoba keluar dari dalam
mobil ini.
“kita
harus menjauh dan pergi sejauh mungkin, paman sedang membuntutimu sekarang”
jwabnya cepat penuh dengan kecemasan.
Paman.
Untuk apa orang-atau mungkin dapat kusebut manusi serigala- itu membuntutiku,
apa belum puas dia sudah membunuh nenekku. Marah dan gelisah, itu yang
kurasakan sekarang. Marah karena dia datang kembali dalam hidupku yang kurasa
sudah sedikit tenang dan membaik, gelisah karena aku harus dihadapai dengan
realita jika secara tidak sadar aku sudah seperti buruan untuk paman.
Pergi
menjauh dan bersama orang yang kucintai itu mungkin jalan terbaik untuk
keselamatan hidupku. sekarang aku sangat tenang meskipun jantungku sedikit
berpacu dua kali lipat karena sekarang ini aku duduk disamping pria yang sangat
kucintai yang juga sekaligus Werewolf. Itu menurut asumsiku sendiri. Tapi saat
fikiranku melayang pada sarah, rasa cemas menyeruak dalam fikiranku. Bagaimana
dengan Sarah, apa dia akan baik-baik saja, mengingat situasi saat nenek yang
tidak bersalah menjadi korban. Akankah Sarah juga mengalami hal yang sama.
“Sarah…bagaimana
dengan Sarah, kenapa kau tidak membawa Sarah bersama kita” kataku cemas. Mimic
wajah Reza menjadi berkabut. Ada
apa dengan Sarah kenapa sampai terlihat seperti ini. “apa terjadi sesuatu pada
Sarah?” tanyaku akhirnya merasa jika perasaanku sangatlah tidak menyenangkan.
Tidak
ada jawaban, aku kembali mendesaknya, begitu sampai dia akhirnya membuka mulut
dan mengatakan “tidak ada yang terjadi pada Sarah” benarkah yang dia katakan?,
jujur aku sangat senang mendengar jawabannya, tapi saat memikirkan jika
kaimatnya itu adalah kebohongan yang ia coba buat untuk menenangkan fikiran
lain membuncah dalam diriku.
“kalau
begitu bisakah kita kembali kesana dan menemui Sarah. Setidaknya dia tidak akan
cemas jika mengetahui keberadaanku” seruku mencari alasan agar dia mengatakan
kejujuran.
“tidak
perlu, nanti aku sendiri yang akan mengatakannya pada Sarah, jika kamu kembali
pergi kesana. Itu akan membahayakan hidupmu sendiri” katanya meyakinkanku.
Membahayakan hidupku?. kenapa?. Apa karena paman yang berada disana?.
“untuk
apa aku takut jika ada kau disisiku”
“tapi-“
keragu-raguan. Cukup membuktikan jika dia berbohong, bukannya ragu karena takut
berhadapan dengan paman, melainkan ragu karena jika aku kembali kesana aku
pasti akan mengetahui sebuah kebenaran.
“Apa
benar Sarah baik-baik saja?” kembali kutanyakan itu. Tidak ada jawaban, dia
hanya konsentrasi pada kemudi mobilnya. “setidaknya berkatalah jujur padaku
Reza, aku tidak biasa untuk kau bohongi. Meskipun selama ini kau membohongiku,
tapi untuk sekarang cobalah untuk berkata jujur dan apa adanya padaku. Aku akan
mencoba untuk menerimanya, baik atau buruk sesuatu itu” tambahku panjang lebar
dan berharap jika kalimatku ini akan membuatnya mengatakan yang sebenarnya.
“BERHENTILAH
BICARA DAN DIAM” bentaknya sesaat kemudia, aku terhenyak kesamping dan
menggeser sedikit posisi dudukku kepintu mobil mencoba untuk sedikit mencari
aman meskipun itu sangatlah tidak berguna. ada apa dengannya, kenapa tiba-tiba
berubah menjadi kasar seperti ini, jangan-jangan jiwa serigalanya sedang
membuncah dan menguasai dirinya. Oh tidak……aku tidak ingin melihatnya
bertransformasi di hadapanku sekarang. Menurut artikel yang kubaca, Werewolf
akan bertransformasi dibulan purnama dan itu pasti malam hari. Bukannya siang
hari seperti ini. tapi berfikir seperti tiu untuk sesaat pasti wajar, mengingat
tampang Reza sekarang yang mengerikan dan terlihat ganas.
Tindakan
bodoh yang sedang kulakukan, tapi harus kulakukan. Melihat wajah Reza yang
mengeras dan penuh dengan emosi. Tangan kiriku menggerayai pintu mobil dan
mencoba mencari knop pintu, akan kubuka pintu ini dan melompat keluar dari
dalam mobil. meskipun resikonya adalah terbunuh karena kecelakaan. Tapi itu
lebih kuinginkan disbanding terbunuh ditangan orang yang kucintai.
Dapat.
Knop pintu yang kucari-cari sekarang sudah pas dipeganganku, hanya tinggal
melakukan satu tindakan kecil dan aku akan melompat dari dalam mobil ini.
“maaf”
katanya membuatku batal membuka knop pintu dan beralih menatapnya. Mimic
wajahnya sudah sedikit lembut dan dia minta maaf padaku. Minta maaf karena
sudah berteriak padaku. Mungkinkah itu?. Akan kutanyakan.
“maaf
untuk apa?”
“maafkan
aku karena sudah membentakmu tadi. Aku sedikit tidak terkontrol sejak kejadian
malam itu” katanya memelas. Kejadian malam itu yang dia maksud itu apa ketika
nenekku terbunuh oleh pamannya?. Bisa juga ia, mengingat tidak ada lagi
kejadian dimalam hari lainnya yang kuingat.
Tak.
Kesalahan
yang kuperbuat. Padahal posisiku sekarang adalah bersandar pada pintu mobil,
tapi sekarang yang kulakukan adalah membuka knop pitnu itu, membuatnya terbuka
lebar dan sebagian tubuhku terjatuh ke aspal, seharusnya itu mudah jika kakiku
tidak tersangkut kursi mobil, membuatku terseret sepanjang jalan dengan kaki
yang tersangkut di dalam mobil. Reza berteriak untuk membantuku tapi tidak
dapat, tangannya mencoba meraih uluran tanganku yang meminta bantuan.
Teriakan
histeris beberapa orang dan pengendara dijalan terdengar seperti lengkingan
mengerikan untukku, hingga sebuah truk tronton yang memang sedari tadi berada
di belakang mobil Reza mengarah padaku. Sakitnya tubuhku yang terbanting
keaspal dan lecet karena terseret aspal seketika hilang digantikan ketakutan
yang membuncah memikirkan bagaimana jalan cerita kematianku yang mengerikan
jika truk tronton itu tidak dapat mengerim lajunya dan menyantapku dari
belakang.
Jarak
sudah semakin dekat dan tubuhku masih terpontang-panting di aspal. kututp
mataku karena ketakutan dan juga untuk meredam sakit yang kurasakan disekujur
badan, hingga kurasakan sebuah hentakkan keras dan kakiku sudah tidak
tersangkut dimobil. Yang terjadi adalah sosok berbulu besar tengah
menggendongku, dan hanya itu yang kutahu karena setelah dia meletakkanku
dipinggir jalan. Dia menghilang dan konsentrasiku padanya buyar setelah
mendengar suara bahan baja dan besi yang beradu di jalan raya. Mobil Van hitam
Reza menubruk trotoar dan dihantam truk tronton yang hendak melindasku dari
belakang.
Darah
segar kurasakan meluncur dari punggungku, kuyakini itu darah karena baju yang
kukenakan robek dan memamerkan punggungku yang bisa dikatakan mengalami luka
serius. Beberapa orang segera menolongku dan memanggil ambulan.
“bagaimana
gadis ini bisa berada disini?. Jelas-jelas tadi aku melihatnya tersangkut di
mobil hitam itu?” heran seorang pria gemuk yang memegangi tubuhku.
Aku
diam dan menatap semuanya kebingungan. Sosok berbulu dan tubuh besar itu apakah
Reza.
“katakan
sesuatu” seru seseorang padaku.
Pandanganku
focus pada mobil van hitam Reza. Mobil itu rusak dan rengsek dari belakang ke
depan, jika reza berada didalamnya tidak mungkin dia selamat.
Fikiranku
terus berada pada sosok yang kuyaniki adalah Reza dengan wujud Werewolfnya
sampai sebuah mobil ambulan dan beberapa mobil polisi datang. ada sekitar 4
orang dan 2 petugas ambulan yang mengangkat tubuhku untuk dibawa masuk kedalam
ambulan. Rintihan perih saat mereka menyentuh tubuhku membuatku menangis karena
tidak snaggup menahan sakit seperti ini. aku seolah akan menjemput ajal.
Tidak
ada yang dapat kuceritakan saat berada di dalam ambulan, mereka menguasai
tubuhku dengan memberinya beberapa alat dan benda yang membuat tubuhku semakin
perih dan sakit.
+++++
Sejauh
yang kulihat sekarang dan mengingat apa yang telah kualami. Ruangan bercat
putih dengan dua ranjang dan dua almari kecil di setiap ranjang. Tidak ada
korden yang menjadi penyekat antara satu ranjang dengan ranjang lainnya,
ruangan ini terlihat tidak terpelihara dan sedikit kotor, tapi dibagian yang
sedang kutempati terlihat bersih. Disamping ranjangku terdapat tiang infuse,
tangan kananku sedikit nyeri karena ditancapi sebuah infuse, begitu pula dengan
punggungku, rasa sakitnya baru terasa setelah beberapa saat bangun.
Kupandangi
penampilanku sesaat, aku tidak mengenakan pakaian, hanya perban yang membalut
badanku dari dada sampai perut, selimut yang sedari tadi menyelimutiku kini
terserak di atas pahaku. Lengan kiriku terasa mati rasa, ada balutan perban
yang sangat kuat disana, juga ada darah kering yang bertotol di bagian lengan
dan perutku.
Kejadian
mengerikan itu langsung tergambar jelas. Kejadian yang sangat menakutkan dan
mampu membuat jantungku hampir berhenti berdetak. Apa ini dampaknya?, tubuhku
terasa sangat sakit dan nyeri. Ini mungkin tidak berarti apabila sosok berbulu
itu tidak menyelamatkanku, mungkin saja tubuhku akan remuk lebur andai saja
truk tronton itu berhasil menggilis tubuhku.
Disaat
itu, pintu terbuka dengan bunyi decitnya yang menggerikan, pandanganku
kualihkan seketika dari tubuhku kepintu, seorang pria. Pria yang menjadi
belahan jiwaku dan pembohong besar. Dia melihatku terpaku, seketika dia tidak
bergerak. Pandangannya terfokus pada tubuhku dan mungkin penampilanku.
“koq
berhenti Rez?” terdengar suara seorang gadis dibelakang Reza, sesaat kemudian
gadis itu menyeruduk Reza, membuatnya masuk kedalam ‘ruanganku’ dengan
canggung. Gadis tadi tersenyum padaku, dia terlihat lebih muda dariku, mungkin
4 thn lebih muda. Sekitar 17 thn-an. Setelah tersenyum dia masuk kedalam
ruangan dan melambaikan tangannya padaku. Aku hanya membalas dengan senyum
kecut.
“hallo
kak…namaku Eni, aku adiknya Reza” jawabnya dengan riang, di tangan satunya
menenteng kantong plastik transparan yang berisi buah-buahan seperti, apel,
pir, dan jeruk. Apa gadis ini membawakan semua itu untukku?, entahlah. Tapi aku
berharap iya.
“adiknya
Reza” kataku mengulangi. Reza punya adik?, seberapa jauh yang tidak kuketahui
tentang pria ini, padahal dulu kami hampir menikah.
“ehm…”
angguknya bersemangat dan berjalan mendekatiku.
“ini
aku bawakan” serunya memamerkan kantong plastik yang kuamati tadi.
Alkhamdulillah, ternyata itu untukku.
Pandanganku
kualihkan pada Reza yang tertunduk di depan pintu, dia seakan enggan untuk
menatapku. Apa dia malu karena wujud aslinya terlihat olehku kemarin.
“kakak
hebat. Padahal udah tidur 4 hari, tapi masih terlihat seger kayak gini” celetus
gadis dihadapanku yang bernama Eni. Tunggu sebentar…, apa dia bilang?. Tidur
selama 4 hari, apa itu berarti aku koma?.
“apa
kau bilang?, 4 hari?” heranku.
Dia
mengangguk.
Aku
menatap nanar Reza, dia menatapku akhirnya.
Koma
selama 4 hari?, aku tidak percaya jika didalam jalan crita hidupku aku akan
mengalami apa itu yang namanya koma.
Reza
menyuruh Eni untuk keluar ruangan, tentu Eni memberontak dan mengatakan berjuta
alasan agar tetap diizinkan berada di sini, tapi saat Reza menatap Eni dengan
tajam. Eni langsung menurut dan keluar dari ruangan dengan manyun. Setelah
kepergian Eni, kali ini aku yang angkat bicara, menanyakan kronoligis kejadian
dan segalanya pada Reza. Dia memberanikan diri memandangku, menarik kursi
plastik warna hijau yang sedari tadi berada di ujung ruangan ke samping ranjang
dan duduk disana.
Dia
mulai bercerita, dia mengatakan jika setelah ambulan yang membawaku pergi,
wanita Body asik yang ternyata bernama Purnama membuntutiku. Dia menemukan
dimana rumah sakit yang menanganiku dan melakukan semua administrasi dengan
menyamar sebagai kakakku. Setelah operasi aku mengalami koma selama 4 hari.
Katanya itu disebabkan karena kepalaku yang terbentur beberapa kali dan cukup
kuat pada saat kecelakaan.
“dan
sekarang aku dimana?” kataku penasaran.
“tentu
saja dirumah sakit” jawabnya enteng.
“ehm…maksudku
rumah sakit mana?, dan kenapa rumah sakit ini terlihat aneh?” jelasku akhirnya.
“ini
rumah sakit Medika Jaya.” Katanya lirih.
“Medika
Jaya?. Aku tidak pernah mendengar nama rumah sakit ini?” heranku.
“tentu
saja” tentu saja?, apa maksudnya.
“ini
rumah sakit khusus untuk kami. Purnama memindahkanmu kerumah sakit ini karena
dia tidak begitu suka jika harus terus-terusan bertemu dengan manusia” tutur
Reza membuatku mendelik.
‘rumah
sakit kami’ perhatikan kalimat kami. Kami itu berarti Werewolf. pasti. Dan
alasan jika Purnama tidak begitu suka betemu dengan manusia itu menambah bukti.
Ya tuhan…aku berada dirumah sakit Werewolf. itu mengerikan.
Memikirkan
itu membuatku bergidik dan mengawasi sekeliling ruangan. Mataku pasti terlihat
meloto saat menatap setiap sudut ruangan ini. sakit yang dari tadi kurasa
sangat luar biasa bahkan sedikit tidak terasa.
“aku
manusia. Apa mereka semua yang berada di rumah sakit ini tidak mengawasiku”
bisikku pada Reza, dia menyeringai tipis dan menggeleng.
“tidak”
ulangku lagi terheranan.
“ehem”
dia sangat dingin sekali, menjawab pertanyaanku saja kikuk seperti itu.
“tidak”
ulangku kembali.
“diamlah.
Jangan banyak bicara, nanti lukamu tidak kunjung sembuh jika kau banyak bicara”
katanya mengajiiku dan bertindak seolah ibu-ibu. Mendengarnya mengatakan semua
hal itu membuatku sedikit senang, entahlah kenapa bisa begitu.
“kau
aneh” kataku akhirnya sedikit menahan tawa.
Dia
mengerutkan dahi tanda meminta jawaban yang pasti, kujulurkan jemariku dan
menunjuk dahinya. Ingat, jarak kami sekarang berdekatan. Membenarkan kerutan di
dahi reza agar tidak mengerut.
Dia
menatapku tajam, aku tersenyum senang dan menggeleng cepat.
“kau
menatapku seperti itu, tajam dan focus. Itu lucu sekali. Hahahah” kutarik
jemariku lagi dan menggerayai selimut untuk menutup sebagian tubuhku. “aow”
rintihku setelah megapai selimut di pahaku. Lukaku masih terasa sakit ternyata
jika tubuhku kugerakkan terlalu.
Reza
dengan sigap memegangi selimutku dan membantu secara lembut, tangan kanannya
menyentuh punggungku lembut untuk membantuku berbaring kembali di ranjang.
Setelah selesai reza menyelimutiku. Pelakuan yang sangat menyenangkan.
“sudah
kubilang. Jangan banyak bicara dulu, kalau sakitnya terasa baru tahu rasa”
ucapnya beribet dan kembali menceramaiku. Seperti inilah hubungan yang
kuinginkan, dingin tapi penuh dengan perhatian.
Reza
duduk disampingku dan kami ‘sedikit’ mengobrol ringan tentang masalah cuaca dan
keadaan negara layaknya president yang menyambangi mentrinya yang sedang sakit
saja. hingga seornag dokter dan dua suster masuk kedalam kamar, mereka memaksa
Reza untuk keluar karena membutuhkan prifasi saat mengecek keadaanku. Awalnya
aku sangat takut mengingat rumah sakit ini adalah ‘rumah sakit kami’ kata Reza
tadi, dan itu pasti tidak menutup kemungkinan jika mereka semua adalah para
Werewolf.
“tenanglah.
Aku berada diluar, jika mereka berani macam-macam. Teriak saja
sekencang-kencangnya” bisik Reza diikuti tawa ringan dari dokter dan suster
yang kini tengah berdiri mengitari ranjangku.
“tapi
tadi kau bilang aku tidak boleh banyak bicara. Apalagi berteriak” protesku
meralat semua ucapannya tadi.
“haiss…kau
memang gadis bodoh Oni” ejeknya dan langsung berlalu keluar ruangan dengan
menyakukan tangannya di saku celana.
“Reza…”
teriakku dan tidak digubrisnya, malah sekarang dokter dan suster-suster itu
sudah melancarkan ‘aksinya’.
Jantungku
berdetak dua kali lipat, membayangkan setiap foto yang sudah kuunduh dari
internet waktu itu, beberapa foto Werewolf yang sangat menakutkan. Dengan
telinga panjang, moncog panjang, gigi taring yang tajam, kuku-kuku yang tak
kalah panjang. Apa mungkin aku akan melihat sosok itu sekarang juga jiga pada
Werewolf didepanku ini berubah wujud.
“tidak
perlu takut nona” bujuk suster yang berkulit putih susu padaku. dia mengelus
pergelangan tanganku dan menancapkan jarum suntih di selang infuse. suster
berkulit putih susu itu tersenyum lembut. Mungkinkah wanita secantik ini adalah
seorang Werewolf..?.
“jadi
bagaimana keadaanmu sekarang?, apa tubuhmu masih terasa sakit dibagian punggung
dan belakang kepala?” kali ini Dokter yang berkaca mata minus dengan kumis
tipis menanyaiku secar abertubi-tubi.
“apa
anda sudah buang angin besar, karena
jika sudah melakukannya berarti anda dapat mengkonsumsi makanan, tapi jika
belum, anda masih tidak diperkenanakan untuk mengkonsumsi makanan” lagi.
“bagaimana
perasaan anda setelah koma 4 hari, tidak ada bagian-bagian tubuh yang terasa
sakit, kurang terkontrol, kepala pening?.” Dan lagi. Kapan pria ini diam.
Saking
takut dan cemasnya, bibirku keluh dan tidak mampu untuk digerakkan hanya
sekedar mengatakn iya, aku terlalu ketakutan pada mereka.
Akhirnya,
keadaan yang hampir membuat jantungku berhenti berdekat atau bahkan copot itu
usai, dokter tersebut berkali-kali memeriksa punggungku karena mungkin saja ada
luka para. Suster berkulit putih susu dan satunya yang bertubuh agar gemuk dan
bantet itu juga sangat menakutkanku, mereka cengar-cengir dan mengeluarkan
banyak sekali jarum sunitk dan obat.
++++
Eni
kini menggantikan Reza, dia duduk di sofa dan membaca majalah lawas yang
disediakan rumah sakit, sekali-kali dia mengomentari rubik yang sedang ia baca
dan meminta pendapatku. Aku hanya menjawab sebisaku, meskipun itu kadang
membuat Eni mendengus kesal dan mengataiku ‘tidak asyik’. Tidak asyik. Mengapa
kaliamat itu mengingatkanku pada Purnama, diakan dulu kujuluki wanita body
asyik. Hahahah…lucu sekali, padahal jika mengingat waktu itu adalah hari yang
sangat memalukan, tapi sekarang. Purnama sama sekali tidak pernah menunjukkan
batang hidungnya padaku.
Kuberanikan
diri untuk bertanya pada Eni.
“ehm…ehem..ehem..”
aku berdehem terlebih dulu untuk menarik perhatian Eni, dan yups…aku berhasil,
dalam seperkian Milidetik, Eni sudah menatapku dan menunjukkan tampang ‘ada
apa’-nya padaku.
“hai…boleh
aku bertanya?” kataku akhirnya. Eni mengangguk bersemangat.
“apa
tentang kak Reza?”. Tebaknya. Aku menggeleng, dia terlihat kecewa, dari tadi
yang bersemangat kini bahunya mulai sedikit merosot dan menyenderkan tubuhnya
di leher sofa. “trus apa donk…?”
“Purnama”
Eni
kembali menegakkan tubuhnya dan menatapku bersemangat.
“mbhak
Purnama?, kak Oni mau nanya masalah mbhak Purnama sama aku gitu…?, waoow…” gaya Eni terlalu
berlebihan.
“memangnya
kenapa?, dan kenapa ekspresi kamu terlalu lebay seperti itu” protesku.
Dia
menggeleng dan mulai membuka mulut.
Sekitar
5 menit dengan penjelasan yang singkat tapi mengena dari Eni. Aku mengetahui
siapa itu Purnama dan apa alasan keberadaannya selama ini disamping Reza. Dia
adalah mantan pacar –atau tepatnya pacar yang tak dianggap- bagi Reza. Kenapa
Reza melakukan hal itu, itu karena hubungan darah diantara keduanya yang masih
erat, Purnama adalah anak dari saudara ayah Reza, entah berapa saudara yang
dimiliki ayah Reza. Karena aku sempat berfikir jika Purnama adalah anak dari
‘pamannya’ Reza.
Dan…setelah
kufikir, mungkin alasan itulah yang membuat Purnama sangat dingin padaku.
Sudah
hampir tengah malam, Eni sudah pulang dan hanya aku sendirian di ‘kamarku’ ini.
berbaring diranjang dengan memandangi atap, mencoba berfikir apa Sarah
baik-baik saja. huft...Sarah, dia kini satu-satunya teman dikehidupanku,
seandainya dia mengetahui kebenaran jati diri Reza, masihkah Sarah berteman
denganku. Karena kadang kala, sahabat bahkan akan pergi jika mengetahui
keburukan lingkungan atau pergaulan kita. Apakah Sarah adalah pribadi yang
seperti itu?, entahlah.
Aku
ngantuk, bahkan sangat ngantuk, anehnya kenapa mataku tidak dapat tertutup
dengan rapat, malahan aku sangat peka jika mendengar gerakan kecil dan suara
disekitarku. haduuuhh…aku butuh istirahat, ayolah badan…bersahabatlah denganku.
Seperti it uterus sampai jam dinding menunjukkan pukul 12 malam.
“tok..!!
tok..!! tok..!!” ketukan pintu kamar membuatku terlonjak ketakutan. Jantungku
berdetak tidak karuan.
Kriiieek…
Bunyi
pintu yang dibuka, haishh…kenapa pintu kamar rumah sakit ini tidak berkunci
siih…. Aku meruntuk sendiri dalam hati. Berdo’a dan berdo’a agar hal buruk
tidak terjadi membuatku sedikit tenang.
Tap…tap…tap…
Langkah
yang mendekat, aku tidak berani melihat kearah pintu, melainkan memalingkan
tubuhku kesamping dan memejamkan mata erat-erat.
Jleb…
Mataku
terbuka lebar dan desiran darah dibalik kulitku mengalir deras. Sebuah tangan
menyentuh pundakku dan kini mencengkramnya erat. Tubuhku bergidik keras,
kugigit bibir bawahku kuat untuk meredam agar aku tidak berteriak.
“Oni”
bisikan suara yang sangat indah. Suara milik Reza, dia membisikkan namaku tepat
ditelingaku dan menarik pundakku agar tubuhku menghadapnya.
Lega
dan senang, saking senangnya sampai aku menangis.
Reza
melihat air mataku dan mengusapnya lembut dengan jemarinya.
“kenapa
menangis?” tanyanya lembut dan mencari posisi duduk disamping ranjang.
“huhuhuhuh”
aku masih terisak.
“hei…”
serunya.
Aku
tidak bergeming dan kini malah menenggelamkan wajahku diatas bantal,
meyembungikan wajah tangisanku dari tatapan khawatir Reza.
Entah
kenapa aku menangis, yang jelas alasan pertamaku adalah karena rasa lega berkat
kedatangan Reza. Aku jadi snagat ketakutan jika melihat orang asing atau
siapalah yang menyentuhku semenjak kejadian pembunuhan nenek waktu itu. Bisa dikatakan
aku mengalami depresi tingkat rendah.
“hei…ini
aku Reza, kamu kenapa nangis?” tanyanya kembali, kali ini dia mengelus puncak
kepalaku lembut. “aku Reza…” katanya mencoba meyakinkanku. Aku sudah tahu jika
kau itu Reza, tidak perlu mengatakan hal bodoh itu lagi.
Dapat
kurasakan jemari Reza menarik pundakku dan mencoba membuatku untuk beranjak dan
mengahadapnya, dia berhasil melakukan hal tersebut meski itu membuatku sedikit
merintih kesakitan karena lukaku. Mata kami saling pandang, Reza menatapku
dalam dan aku merasa risih akan hal itu, apalagi dia tengah melihatku yang
bercucuran air mata karena hal yang tidak dapat dijelaskan.
“kenapa?”
tanyanya. Aku menggeleng kemudian memalingkan muka, dia menyentuh pipiku lembut
dan menariknya untuk kembali menatapnya.
“apa
kau takut padaku?.” tuduhnya membuatku mencelos. Untuk apa dia mengatakan hal
seperti itu, aku tidak pernah takut padamu Reza… aku takut pada pamanmu dan itu
saja.
“aku
tahu kita berbeda, dan mungkin itulah yang membuatmu sampai seperti ini
sekarang…, aku minta maaf dan jika kau menginginkan yang terbaik itu bisa
kuberikan…” terbaik bagiku adalah bersamamu apapun jati dirimu, manusia atau
seorang Werewolf bagiku sama jika didalamnya terdapat hatimu.
Kuusap
air mataku dan mencoba terlihat lebih tegar.
“bisakah
kau pergi bersamaku dan hanya kita berdua, melupakan masa lalu dan membangun
kembali semuanya dari awal” kataku akhirnya tidak sabar.
Reza
bungkam, dia mungkin tidak percaya dengan apa yang sudah kukatakan barusan,
secara bersamaan aku meminta Reza untuk kabur dari kehidupan kelam ini dan
menjalani jalan hidup baru sebagai pasangan normal yang akan bersama dan
bahagia selamanya.
“Oni”
katanya terbata.
“aku
serius, lagi pula untuk apa aku masih berada disini jika bukan karena dirimu,
aku sebatang kara dan hanya kau dan Sarah yang kumiliki”
Sarah,
apa dia akan menerima keputusanku ini, dan menghadapi kejujuran nanti yang akan
kukatakan padanya. Dia teman baikku, pasti dapat mengerti apa yang tengah
kuusahakan agar hidupku kembali normal.
“kita
berbeda, apa kau tidak memperdulikan masalah itu…?” Reza menanyakannya dengan
hati-hati.
“sudah
kukatakan, lupakan masa lalu dan mari kita membangun semuanya dari awal. Dan
itu juga berarti kesampingkan siapa jati dirimu sebenarnya Reza” tuntutku.
“bisakah…”
dia sangat terlihat tidak percaya dan ragu-ragu.
“berikan
jawabanmu dan aku akan menunggunya. Aku berharap yang terbaik bagi kita, tapi
jika terbaik itu adalah kesengsaraan bagimu. Kembali pada awal, pilihan ada
pada tanganmu sayang…, bukan padaku”.
Untuk
mengatakan semua itu, membutuhkan keberanian dan harga diri yang sangat besar,
aku mati-matian memperjuangkan cintaku hari ini. mengesampingkan siapa kami dan
batasan-batasan yang ada.
++++
Dipagi
hari, Reza tertidur pulas di sofa. Wajahnya seperti malaikat jika dilihat dari
sini –dari tempatku tidur- matanya tertutup rapat dan nafasnya teratur, sedikit
gerakan saat dia menggerakkan tubuhnya untuk mencari posisi nyaman. Dia
terlihat seperti malaikat namun jati dirinya adalah sosok yang menakutkan
sungguh berbanding terbalik.
Aku
tidak berani dan tidak sanggup untuk menanyakan apakah makhluk berbulu yang
menolongku ketika kejadian di jalan raya beberapa hari lalu adalah Reza, aku
tidak punya cukup nyali untuk menanyakannya. Biarlah itu terkubur dalam benakku
sendiri.
++++
Sudah
sekitar 2 minggu berlalu, hubunganku dengan Reza sudah membaik dan kami
menjalaninya dengan normal, memulai dari awal dengan mengesampingkan jati
dirikami. Purnama. Dia sama sekali tidak pernah datang kerumah sakit untuk
menjengukku semenjak aku sadar dari koma, sempat kutanyakan tentang masalah ini
pada Reza dan Eni, mereka menjawab apa?. “mbhak Purnama sedang ada kesibukan
diluar kota ,
jadinya gag sempat kesini. Mungkin satu bulan kedepan baru bisa njenguk kak
Oni” what…alasan yang gag logis sama sekali, dan satu bulan kedepan, itu
kalimat sama saja dengan mendo’akan aku agar tetap tinggal dirumah sakit ini
selama satu bulan kedepan itu…Oh…No…do’amu sama sekali tidak ku-amin-i Eni.
yang paling membuatku aneh dan berfikir yang bukan-bukan adalah tentang Sarah.
Kenapa dia sama sekali tidak menjengukku. Aku takut terjadi hal-hal buruk
terhadap Sarah, hampir saja aku berniat keluar dari rumah sakit dan menemui
Sarah jika saja Reza dan Eni tidak menahanku dan memberikan berjuta kata rayuan
agar aku mengurungkan niatku tersebut.
Sarah,
maafkan aku jika tiba-tiba saja menghilang dan tidak ada kabar.
++++
“senang…”
tanya Reza, dia membantu memapahku turun dari ranjang untuk berpindah duduk di
kursi roda. Aku mengangguk senang dan bersemangat. Yups…hari ini adalah hari
kepulanganku dari rumah sakit, itu berarti kehidupan yang bebas, penuh dengan
manusia dan Sarah akan kujalani kembali setelah sekitar 2 minggu lebih aku
terkurung ditempat mengerikan dan penuh dengan Werewolf ini. Tere dan Fhigo
beserta Eni tengah bersiap mengemasi barang-barang yang berada di ‘kamarku’,
saking banyaknya barang yangharus dikemasi hingga Reza harus mengerahkan
dedengotnya untuk hal ini.
Oh
iya…Tere dan Fhigo, masih ingatkan..!!, mereka berdua adalah pembantu setia
Reza. Setelah mengetahui siapa jati diri Reza sebenarnya tentu saja aku
tergelitik untuk mengetahui siapa sebenarnya Tere dan Fhigo, apakah mereka
berdua sama dengan Reza…??. Tapi jawaban yang kuterima malah membuatku tercengang.
Tere dan Fhigo, mereka dulu adalah manusia biasa, normal sepertiku. Namun
semenjak musibah yang melanda hidup mereka dan cobaan yang secara bertubi-tubi
menghantam merek aberdua, satu pilihan yang mereka pilih. Mencari kekuatan dan
keabadian dengan cara menawarkan diri mereka seutuhnya untuk dijadikan Werewolf
oleh Reza. Karena itu, Tere dan Fhigo menjadi pembantu setia Reza.
Reza
mendorong kursi rodaku menyusuri lorong rumah sakit. Tere, Fhigo dan Eni berada
dibelakang dengan membawa barang-barang bawaan.
“bagaimana
perasaanmu…untuk pertama kalinya keluar dari kamar dan berjalan dikoridor rumah
sakit kami…?” tanyanya membuatku bergidik. Yaah…rumah sakit kami, otomatis
seisi rumah sakit ini adalah werewolf, kecuali aku tentunya.
“senang
dan cemas” jawabku jujur.
“maksudnya?”
“yah..kau
tahu sendirikan. Ini rumah sakit untuk kalian” jawabku berbisik yang kuyakini
Reza tidak dapat mendengarnya karena setelah itu dia mencobdongkan kepalanya
lebih dekat kearahku.
“apa-“
katanya kemudian.
Aku
menggeleng dan mencoba mengalihkan topick pembicaraan. Dari sinilah batu
loncatan yang akan kujejaki, memulai semua dari awala sesuai dengan komitmen
kami berdua. Mulai semua dari awal dan kesampingkan jati diri. Aku berharap itu
akan berhasil karena dari sinilah kuperjuangkan semua hidupku.
==== BERSAMBUNG ====