Tittel : DEVIL or ANGEL
Author : Zulai
Gendre : Thriller & life
General : 15 [PG 15+]
NB : langsung jadi dalam semalam, ini fiction aku ngebut.
Berharap isi ceritanya masuk akal dan bermangfaat bagi kalian.
STORY
SOMEBOY POV
“minggir” sorot matanya penuh dengan emosi, deru nafasnya
memburu menerpa wajahku. Wajah kami saling bertatapan dengan jarak yang sangat
dekat.
“tidak” tolakku masih menghalangi jalannya, aku sudah tidak
tega dan tidak kuat melihat dia melakukan hal tersebut kepada orang yang sama
sekali tidak bersalah itu menurutku.
“minggir apa loe mau mati” gertaknya.
“terserah yang penting loe gag mukulin orang itu lagi”
jawabku cepat. Dia semakin memelototiku,
deru nafasnya semakin cepat, dapat kurasakan cengkraman di lengan kiriku
semakin erat olehnya.
“damn…” umpatnya mendorong tubuhku mundur, dia mengumpat
terus dan menjambak rambut pendeknya frustasi. “loe...” tunjuknya padaku
menahan amara. “damn…sialan” umpatnya lagi, kali ini dia meninggalkan lokasi,
langkahnya sedikit gontai dan terseret. Mungkin akibat dari perkelahian tadi,
tapi bagaimanapun dialah pemenangnya, pasti luka yang dia alami lebih ringan
dari pada lawannya yang sekarang aku yakini telah tidak sadarkan diri.
Segera setelah itu kualihkan konsentrasiku pada sikorban,
banyak darah yang hampir kering bercipratan ditanah, ada bekas tonjokkan
disetiap sudut wajahnya. Laki-laki yang malang, ada urusan apa laki-laki ini
sampai harus berhadapan dengannya. Aku tidak habis pikir sampai sekarang, mana
mungkin tubuh kecil kurus itu mampu melakukan hal seperti ini.
++++
AUTHOR POV
“pilih mana, tetap milih kita atau itu anak kita habisin?”
pilihan berat bagi seorang gadis muda itu, dia duduk diatas tumpukan kardus
bekas, ditangan kirinya terdapat kaleng bekas minuman.
Sekitar 4 orang yang duduk di tumpukan kardus sama halnya
dengan gadis tadi kini menatap tajam menunggu jawaban si gadis. Rata-rata
penampilan mereka semua terlihat berandalan, baju hitam-hitam, rambut panjang
brewok tidak pernah keramas, kulit yang mengkilap akibat keringat dan debu
kotor. Itulah penampilan faforit mereka.
“gw gag bias jawab sekarang guys…sorry” jawab sigadis
setelah diam cukup lama untuk berfikir.
GRWADAK
Salah satu diantar keempat orang tadi melempar kaleng
minumannya tepat kemuka si gadis. Ekspresi kaget langsung tergambar jelas di
ketiga rekannya. Semetara yang dilempari kaleng kini menahan emosinya
kuat-kuat.
“loe itu goblok atau apasih, disuruh milih ajah gag bisa,
punya otak di pakek donk?” teriak orang tadi geram.
“udah deh sob…, gag usah emosi gitu donk…” kata temannya
yang memiliki tindik paling banyak.
“udah kayak orang gila aja loe sob. Santai aja…” tambah
wanita yang menggenakan rok balet hitam dan spatu bot.
“dia itu masih muda, pilihan yang loe beri tadi itu lumayan
sulit kalau buat dia. Mending sabar dan santai” yang berkulit paling hitam ikut
nimbruk dan tos dengan wanita ber rok balet karena memiliki pemikiran yang
hampir sama.
++++
“loe harus ikut gw sekarang” seorang pemuda menarik tangan
gadis yang tengah mendengarkan music dari mp3 playernya dengan paksa.
“eh mau ngapain loe” protes sigadis sambil sedikit berjalan
terseret menyamai langkah pemuda yang menariknya menjauhi area parkir sekolah
menuju gerbang utama.
“hanjrit lepasin” perintah sigadis memukul kuat lengan
pemuda yang menariknya. Tidak ada respon, padahal pukulan gadis tadi lumayan
dan dapat menimbulkan lebam biru. Pemuda tadi terus menarik paksa gadis yang
dipegangnya, tidak menghiraukan omongan siswa lainnya yang secara cepat
megunjing melihat adegan tersebut.
Tidak berhenti disitu, gadis tadi kini mulai meronta dan
memaki pemuda yang menariknya, tidak memperdulikan rasa malu yang akan ia dapat
paska kejadian ini.
Sampai di depan gerbang, sebuah mobil BMW silver telah
terparkir didepan, pemuda itu kini menarik paksa gadis yang dibawanya, membuka
pintu mobil kemudian mendorong gadis tadi masuk kedalam mobil.
“hei..loe mau nyulik gw yah?” tebak sigadis emosi, masih
mencoba meloloskan diri dengan mendorong pintu mobil namun tidak berhasil,
kekuatan si pemuda bagaimanapun lebih besar darinya.
Dengan sigap dan cepat, pemuda tadi berlari memutari bagian
depa mobilnya dan masuk kedalam mobil cepat, mengunci pintu agar gadis
pemberontak disebelahnya tidak dapat kabur.
BUAK
Tonjokkan keras mendarat di pipi mulus pemuda yang kini
tengah menyalakan mesin mobilnya.
“keluarin gw dari mobil loe?” bentak sigadis, tangannya
masih mengumpalkan tinju bersiap akan memerikan tojokkan jika itu perlu dan
menurutnya harus.
NGUEENG
Mobil kini melaju dengan cepatnya, tanpa ada aba-aba dari
pengendara membuat gadis tadi terhentak kebelakang. Apa yang difikirkan pemuda
disampingnya. Tiba-tiba memaksa agar mau ikut dengannya, tidak mengatakan
sepatah katapun, dan sekarang tengah membawa gadis itu kejalanan yang gadis itu
sama sekali tidak kenal.
++++
SOMEBODY POV
Dia duduk tenang disampingku, aku tidak percaya jika dia
akan setenang sekarang mengingat tadi dia sangat memberontak, bahkan pipiku
menjadi sarang tinjunya. Sungguh gadis yang menarik.
Kuputar mp3 player dimobil mencoba untuk mencairkan suasana
diantara kami berdua. Sebauh lagu. Lagu yang menjadi penggambaran sebuah
perasaan pada seseorang. Lagu kami.
Tidak kusangka jika tubuh dan otak gadis disampingku masih
bereaksi ketika mendengar lagu ini, dia sedikit menggerakkan tubuhnya dan
hampir saja melirikku namun tidak jadi. Dia masih mengingat lagu kami.
++++
Tiba disebuah rumah tua dengan pagar besi setinggi 1 meter,
kupaksa gadis ini turun dan masuk kesana.
“loe masuk aja sendiri, gw tunggu di mobil” putusnya menolak
ajakanku.
“gag. Kita masuk bareng-bareng” paksaku, kurasa ini sudah
kedua kalinya aku menarik paksa pergelangan tangan gadis ini hari ini.
“sit…loe gag usa maksa gw kayak gini donk” katanya
memberontak.
++++
Butuh usaha keras membujuk gadis ini masuk kedalam rumah.
Dia duduk termenung melihat lukisan didinding, tidak ada kedipan mata sama
sekali selama kuperhatikan, apakah dia mengenang masa lalu dengan cara melihat
lukisan itu. Sebuah lukisan dengan seorang wanita berkebaya dan dua pria
disebelahnya yang mengenakan jas hitam setelan rapi.
Kusuguhkan minuma kopi dan camilan sederhana dari dapur
untuknya.
“masih mengingat mereka?” tanyaku lirih, karena sebenarnya
aku tidak berniat untuk menanyakannya.
“ehm” dia mengangguk tanpa menggerakkan posisinya dan
berkedip. Dia mendengarkanku.
“andai saat itu kita gag ketemu, pasti hidup gw gag bakalan
kayak gini Rez..” katanya bergumam namun sanggup kudengarkan. Tatapan matanya
kosong, apakah yang dikatakannya barusan benar-benar dari hatinya?.
“heh (dia tersenyum kecut) Ferdinan ngasih gw pilihan, milih
mereka atau loe gw habisin. Pilihan bodoh”
tambahnya membuatku mencelos, pilihan apa itu?. Itu jebakan.
“lalu?” pancingku. Apakah dia memilih mereka yang berarti aku
akan mendapatkan dampaknya.
“gw gag milih, gw bukan bagian dari mereka sejak awal, jadi
gw gag bakalan milih dan nurutin mereka” jawabnya, jantungku kini kembali
berdetak dengan normal.
“Oni” panggilku lembut.
Pandangannya tidak lagi tertuju pada lukisan, tatapannya
sudah melembut. Dia mengalihkan pandangannya padaku yang duduk disebelahnya.
Tatapan senduh kini yang kudapat dari matanya.
Kami saling pandang hingga sebuah titih air mata melinang
dipipi mulus Oni. Dia tersenyum tipis dan menghapus air matanya. Tidak kusangka
jika dia akan menitihkan air matanya dihadapanku.
“apa aku jahat?” tanyanya. Aku tersentak mendapati
pertanyaan itu.
“aku sudah membunuh kurang lebih 4 orang, memukul setiap
harinya minimal 2 orang, membuat seorang kepala rumah tangga masuk kedalam
rumah sakit dan menjadikan istri dan anaknya menderita. Apa aku jahat Reza?”
tanyanya masih melinangkan air mata.
Bagaimana mungkin Oni sampai mengatakan hal seperti itu.
“apa aku baik?” kembali dia bertanya. Sungguh pertanyaan
yang membingungkan.
“aku hanya memukul orang yang merugikan bagi masyarakat,
memberikan peluang bagi mereka yang selalu ditindas untuk bangkit, aku hanya
mencoba untuk menghilangkan parasit manusia. Apa aku baik Reza?” apa yang
sebenarnya Oni coba tanyakan padaku?.
“DEVIL or ANGEL?”
Pertanyaan itu mengiang dikepalaku, haruskan aku
menjawab.
++++
ONI POV
“gw kemarin jemput loe disekolah dan leo gag ada. Kemana aja
loe?” Hendra melototiku saat aku baru saja masuk ke basecamp.
Perempuan berrok balet hitam dan boot kini mendekatiku dan
merangkul pundaaku. Dialah satu-satunya gadis dikelompok ini, gadis yang sangat
cantik, kulit putih susu dan wajah yang sedikit oriental serta tubuh yang pas
membuatnya terlihat sempurna. Namany Tara.
“hai Oni” sapanya.
“hai” balasku tidak bersemangat.
Hendra adalah pria berkulit hitam, dia berasal dari flores
sana jauhnya, sangat mahir memainkan pisau ditangannya yang lenting dan mulus.
“dari kencan?” tebak Yuarta, dia berjalan mendekatiku,
tadinya dia hanya berbaring ditumpukan kardus bekas.
“kencan?” kataku mengulagi, kuanikkan sebelah alis tanda
heran.
“iya. Gw sama Ferdinan lihat elo keluar dari mobil MBW
silver dikontrakan loe, dan kliatannya loe lumayan deket sama yang nganterin”
jawab Yuarta membuatku mencelos. Damn.
“masih ingat dengan pilihannya kan?” Hendra mengingatkan.
“tentu” jawabku mantap, aku sudah punya pilihan yang tepat
untukku.
PROK PROK PROK
Ferdinan keluar dari ruangannya yang gelap diujung basecamp,
dia bertepuk tangan dengan gaya berjalan yang limbruk kearah kami berrempat.
“maksud loe apa kemarin jalan ama itu cowok?” Ferdinan
merangsek kedepanku.
“gag ada maksudnya, dan itu bukan urusan loe” jawabku tegas.
Tara masih merangkul pundakku, dapat kurasakan rangkulan itu kini menjadi
seperti cengkraman.
“itu urusan gw karena loe udah jadi anak buah gw. Inget itu”
katanya memperingatkan.
“gw bukan anak buah siapapun. Gw bebas dan tidak terikat
sama kalian semua. Ngerti” sergahku kritis.
“satu langkah loe masuk kebasecamp ini, itu berarti loe
sudah jadi anak buah gw” tegasnya.
“just in your dream”
Tidak ada jawaban dari Ferdinan ataupun celometan dari
ketiga anak buahnya. Ferdinan kini memberikan aba-aba bagi ketiganya untuk
keluar, Tara melepaskan rangkulannya keras hingga rasanya kulitku sedikit
tercakar.
“bye honey” kata Yuarta centil.
Hendra menutup pintu dan meninggalkan aku berdua dengan
ferdinan.
Ferdinan menatapku dari atas sampai bawah, apa arti
tatapannya itu?.
“dari sini loe kelihatan cantik Oni?” katanya akhirnya
membuatku was-was.
“ferdinan” aku mencoba memperingatkan ferdinan, dia
melangkah mendekatiku. Dengan sigap aku mundur dan menoba untuk menggapai
gagang pintu. Sit…dikunci dari luar. Apa maksud mereka melakukan ini.
“mau tahu alasan kenapa gw nerima loe ikut kelompok gw. Mau
tahu alasan kenapa selalau loe yang gw jadikan senjata utama dalam setiap
pekerjaan kita. Loe mau tahu itu semua?” katanya semakin mendekatiku.
Aku menggeleng walau sebenarnya aku sangat ingin mengetahui
alasannya.
“kenapa?” tanyanya.
Aku diam dan kini langkah mundurku terhenti aibat terpojok
dipintu. Jalan buntu dan sudah tidak ada lagi jalan bagiku. Ferdinan semakin
mendekat, kualihkan pandanganku kearah lain, baru saja kakiku akan kulangkahkan
untuk menjauh Frdinan sudah berada pas didepanku, dia mendorong tubuhku semakin
terpojok kepintu, kedua tangannya menekan pundakku erat. Kugerakkan sekuat
tenaga pundakku agar dapat lolos darinya namun nihil.
“masih tidak ingin mendengar alasannya?” tanyanya lagi,
wajahnya hanya berjarak sekitar 6 cm denganku.
Aku menggeleng.
Ferdinan melepaskan tangan kanannya dipundakku, tangannya
kini beralih ketengkukku. Membuatku menghentikan aktifitasku. Kini aku
benar-benar takut, rasa takut yang luar biasa disbanding memukul orang dengan
kedua tanganku.
“Lepasin gw Ferdinan” pintahku memelas.
Dia menunjukkan. Naughty smilenya
padaku, perlahan namun pasti tangannya mendorong tengkukku untuk mendekat
padanya. Tanganku yang bebas kugunakan untuk menekan dadanya dan mendorong
tubuh Ferdinan menjauh. Berhasil, kugunakan kesempatan itu untuk berlari kearah
jendela yang terbuka, walaupun aku tahu jika itu sia-sia karena basecamp ini
berada di tingkat tertinggi gedung
apartemen. Baru saja aku berlari ferdinan sudah berhasil menangkapku, kali ini
dia terlihat penuh amara. Ferdinan sudah
menarikku dan mencium bibirku kasar. Aku hanya bisa diam ketika dia menciumku,
shock dengan apa yang terjadi. Tidak kubiarkan diriku terlarut didalamnya, Aku tidak tahan!
Aku tidak mau dilecehkan seperti ini! Sekuat tenaga, aku menolehkan kepalaku ke
samping. Bibirku terbebas dari Ferdinan.
Tak cukup sampai disitu, Ferdinan
kini bahkan mendorong tubuhku hingga terbaring kelantai, dia menindih tubuhku,
aku tidak tahan sekarang. Dia mengunci tubuhku sehingga aku sama sekali tidak
dapat bergerak, bahkan dia menyentuh bagian tubuhku yang intim dan meremasnya.
Sudah cukup,aku tidak mau dipermainkan seperti ini. Biar angka 4 kini menjadi
5.
Saat Ferdinan mulai menikmati tubuhku dan kuabiarkan dia
terlarut dalamnya, bahkan kini tangannya mulai menggerayai masuk kedalam bajuku
dan menggapai pengait braku. Nikmati sekarang Ferdinan.
Pandanganku tertuju pada balok kayu yang berserakan di
lantai, kugapai yang jaraknya paling dekat. Dapat, kutunggu sampai waktu yang
pas. Ferdinan mendapatkan apa yang dia inginkan, dia berhasil melepaskan
pengait braku, disaat dia tersenyum puas padaku kulayangkan balok kayu tadi
tepat di bagian kepalanya,berharap itu adalah pukulan tepat yang sanggup
membuatnya oleng.
Ferdinan sedikit meringis karena sakit, disaat itu kugunakan
untuk menyingkirkan tubuhnya yang berat dari atas tubuhku, aku berlari menuju
arah dapur, disana terdapat sesuatu yang sangat berguna. Ferdinan membuntutiku
dengan sumpah serapa yang keluar dari mulutnya.
“kesini loe cewek mur@#@n” katanya saat aku berhasil
menemukan yang kuinginkan.
PYAR
Sebuah piring pecahkan denan menatapkannya pada dinding
untuk mendapatkan bagian lancipnya, setelah mendapatkan bagian itu kulempatkan
kearah ferdinan, tidak berhasil. Ferdinan berhasil menghalaunya. Aku bingung.
Ayolah naluriku keluarlah, tidak biasanya disaat seperti ini aku menjadi
ketakutan seperti ini, apa itu akrena perbuatan ferdinan tadi padaku sehingga
aku menjadi ketakutan padanya.
“tidak berhasil sayang, kemarilah! Dan jadi gadis penurut hanya
untuk sekarang saja. Aku janji akan bermain lembut padamu” bujuknya membuatku
jijik.
“tidak akan”
Ferdinan tersenyum setan, baiklah. Sekaranglah tolak ukur
untuk hidupku. Aku diam dan tersenyum manis pada Ferdinan, dia membalas
senyumanku.
“baiklah jika itu yang loe mau, gw gag bisa berbuat apa-apa
karena gw anak buah loe, iyakan?” kataku manis dan mengalah.
Ferdinan merengkuhku dalam pelukannya, dia membimbingku
kedalam ruangannya yang gelap. Jujur aku tidak pernah masuk kedalam ruangan
ini, hanya Yuarta yang pernah masuk kedalam kamar ini.
Ferdinan menciumku sekilas dan membuka pintu ruangannya,
alangkah terkejutnya aku saat mendapati seisi ruangan terpampang fotoku dengan
berbagai pose. Mataku membulat mendapatinya.
Saat mataku masih memperhatikan semua hiasan dindingnya Tiba-tiba
Ferdinan mendorongku
perlahan sampai aku terbaring di sofa yang menghadap Tv.
Dia kembali menindihku, kali ini Ferdinan bertindak cepat, meneruskan
pekerjaannya yang tadi tertunda.
JLEB
Sebuah pisau menancap diperut bagian bawah Ferdinan, pisau
yang kuambil saat berlari kedapur tadi, darah segar mengalir dari sana,
tusukannya tepat dibagian hati, kukoyak pisau tadi sampai semakin banyak darah
yang mengalir disana, Ferdinan menatapku mendelik, darah bahkan sudah mengalir dari
mulutnya. Pupil mata Ferdinan mengecil dan berhenti.
Kutendang tubuhnya sampai terjatuh kelantai. Tidak puas
sampai disitu, kuangkat tv 14 inc Ferdinan dengan susah payah, meskipun dia
sudah mati tapi emosiku untuk balas dendam belum usai, kuangkat tv tadi dan
melemparkannya tepat ke kepala Ferdinan, darah segar dan cercaran pink otaknya
terhambur kelantai, pasti tengkoraknya pecah karena hal itu.
++++
Bagaimana bisa aku sekarang menjadi buronan polisi, setelah
kabur dari basecamp lewat jendela dan melompat kelantai dibawahnya dengan
bantuan tali yang kutemukan aku kabur kerumah tua yang sehari sebelumnya
kudatangi bersama Reza. Tidak ada yang mengenaliku disini.
“au jahat. Tapi aku bukan seorang iblis. Dan aku baik, tapi
aku bukan seorang malaikat. Aku hanya manusia biasa yang menjalani hidup
dibumi, manusia yang terjebak dalam lingkaran setan dan memilih menjalankannya”
Reza mendatangiku.
“apa yang mereka lakukan sama loe sampai loe bunuh salah
satu dari mereka?” tanyanya.
Kedua orang tuaku dan kakakku terbunuh dengan jelas didepan
mataku, mereka dibantai habis-habisan oleh beberapa orang yang datang pada
malam-malam kerumah. Saat aku dewasa kudengar jika alasan pembantaian
keluargaku adalah karena perebutan perusahaan dengan rekan kerjanya, dan rekan
kerja ayah adalah ayah Reza. Aku berteman dan jatuh cinta pada Reza, namun baru
kusadari jika Reza adalah putra dari pembunuh ayah ketika dia mengajakku
berkunjung kerumahnya, aku melihat ayah Reza, tato dipergelangan tangan ayah
Reza sama persis dengan milik pembunuh waktu itu.
“loe gag perlu tahu” jawabku.
Ferdinan, Yuarta, Hendra, dan Tara, mereka adalah kelompok
pembunuh atau tukang pukul bayaran dikota ini, kudengar jika kinerja mereka
sangatlah bagus, maka dari itu kudatangi basecamp mereka dan ingin meminta
bantuan, namun saat mendengar penuturan mereka. Aku menjadi tertarik untuk ikut
dalam dunia mereka, lagi pula basic pukul memukul sudah kudapatkan dikelas
karate waktu SMP dulu. Mereka mendapukku sebagai tim sukses disegala pekerjaan.
Sudah kukatakan jika aku bukanlah anak buah mereka, aku hanya teman. Namun
Ferdinan memaksa, dia bahkan memergokiku bersama Reza yang juga adalah musuhnya
sewaktu SMP dulu. Jadi dia memaksaku untuk memilih, Reza atau tim kami. Pilihan
yang membuatnya harus merasakan neraka.
Ferdinan, tidak kusangka jika dia sakit, panta saja disetiap
pekerjaannya dia selalu total. Setiap pembunuhan selalu dia yang maju, kami
hanya menonton dan menunggu hasil.
“loe jadi buronan polisi Oni?” tegas Reza. Aku tersenyum
kecut.
Buronan atau apa. Aku tidak peduli, lebih peduli pada
sesuatu yang akan kulakukan nanti. Biarkan mereka mengejarku.
Dengar-dengar tara, yuarta, dan Hendra mencariku. Pasti akan
ada pertemuan seru jika mereka berhasil menemukanku.
= TAMAT =
Tidak ada komentar:
Posting Komentar