Judul : HANYA
DUA BULAN (Girl Pov)
Author :
Zulaipatnam
Gendre :
Romance
Rated : [PG
14+]
NB : ini
semua crita murni dari saya, tapi jika ada kemiripan yah sama minta maaf, itu
mungkin kesengajaan atau tidak kesengajaan.
STORY
“dia” tunjuknya
padaku, jantungku berdetak tidak karuan rasanya sudah ingin kabur saja dari
tempat mengerikan ini dan menenggelamkan diriku kedalam laut pasifik.
“a…a…ap..pa yang dia katakan?”
“dia memilihmu Oni” tegas Sarah berbisik padaku. Ya tuhan
ini sungguh mimpi buruk, mana mungkin aku dipilih seorang pria berusia 15 thn
lebih tua dariku. Oh No….TIDAK….!!!
++++
Disinilah aku sekarang, berkat perjodohan anjing yang
seminggu lalu kuitkuti bersama Sarah sahabatku aku harus berdiri kedinginan
didepan halte bus menunggu Om itu datang menjemputku, kami berencana untuk
pergi ke taman bermain di akhir pekan yang tidak cerah dan gerimis ini. Sungguh
pilihan waktu yang sama sekali tidak pas. Dasar Om Om gag pintar nyari waktu yang
tepat. Ah…pasti kalian berfikir kenapa
aku masih menjalani hubungan dengan Om itu kalau aku tidak menyukainya, akan
kuberitahu. Itu semua karena perjanjian yang sudah ku buat dengan pihak biro
Jodoh karena jika hubungan kami tidak awet selama kurang lebih 2 bulan maka
kami harus membayar ganti rugi atas ketidak puasan pelanggan. Peraturan aneh.
Dasar biro jodoh Gila.
Berkali-kali kukirimi Om itu pesan dari ponselku untuknya
agar dia cepat-cepat datang tapi sama sekali, dari berpuluh-puluh pesan yang
kukirimkan sama sekali tidak ada yang dibalas. Auh…rasanya mau mati saja.
//Om Reza Call\\
Ini dia yang ditunggu-tunggu.
“hallo”
“….”
“apa?”
“….”
“oke. Bye” kutekan tombol rejeck dengan cepat dan memasukkan
ponselku kembali kedalam saku celana, sial. Sudah menyuruhku menunggu sampai
lumutan sekarang malah alasan gag bisa datang Cuma gara-gara ngurusin tugas
kantor. Emang dia diperbudak pabrik apa?, hari libur masih kerja.
Pas banget, udah gerimis dan sekarang aku harus banting
setir pulang kerumah dengan berjalan kaki karena bus dan taxi tidak ada yang
lewat. Kenapa nasib sial terus menimpaku.
++++
“saya pesan mie ayam sama kopi anget” kataku pada pelayan
rumah makan. Meskipun acara hari ini gagal tapi menyenangkan diri sendiri
dengan cara makan dirumah makan kenapa tidak.
Sambil menunggu pesanan datang kukeluarkan kembali ponsel
dari dalam saku celana, ada 2 pesan masuk. Salah satunya dari Om Reza yang
isinya meminta maaf padaku karena tidak bisa menepati janji dan ada meeting
penting dikantornya. Pesan satunya lagi dari Sarah, dia bilang jika hari ini dia
sangat senang karena sudah nge date dengan Gilang, salah satu peserta biro
jodoh kemaren.
Hah … pasti senang jika jadi Sarah, mendapatkan Gilang yang
bisa dibilang Good Looking dan humoris. Tidak seperti Om Reza, okelah Om Reza
memang tampan, malah lebih tampan dari Gilang tapi coba kalian lihat berapa
umurnya. 32 thn dengan tipe orang serius dan tidak humoris sama sekali. Aku
tidak tahan.
Sambil mendesah kusandarkan punggungku kesandaran kursi dan
melihat keluar toko yang hanya dihalangi oleh kaca besar. Diluar sana ada
pemandangan yang sangat tidak mengenakkan, Om Reza tengah bergandengan tangan
dengan rekan kerjanya, itu karena si wanita disamping Om Reza menggenakan baju
setelan rapi. Mereka berdua masuk kedalam rumah makan yang sama denganku, oh
Sit. Dasar ABG tua.
Kututupi wajahku dengan buku menu dan memerosotkan tubuhku
sedikit kebawah meja.
Mereka masuk dengan wajah berseri, bahkan Om Reza tertawa
lepas mendengar gurauan tidak bermutu wanita disampingnya. Iiih…syebel. Setelah
masuk mereka duduk dikursi yang berjarak tidak jauh dariku, yups..aku dapat
memantau mereka dengan jelas sekarang.
“permisi mbhak. Ini pesanannya” seorang pramusaji
mendatangiku, dia melihat wajahku dengan aneh saat aku mendongakkan wajah untuk
melihatnya, segera kuletakkan buku menu kembali keatas meja.
“ehm…ehm…” aku berdehem untuk mengembalikan feel suasana.
Gara-gara pramusaji yang mendekatiku dapat kurasakan jika
sebagian pengunjung rumah makan ini memperhatikanku, dan apalagi Om Reza, dia
seperti memperhatikanku dengan tidak berkedip.
Kuamati pesananku, benar. Mie ayam dan kopi anget.
“ehm…maaf mas, saya tadi gag pesen ini loe. Saya pesennya
itu nasi goreng sama jus alpukat gimana sih koq pelayanannya gag memuaskan”
kataku lantang dan berdiri tegap. Pramusaji itu terlihat bingung, wah pasti dia
bingung kenapa aku tiba-tiba berbuat seperti ini.
“sudah kalau gitu saya mau nyari rumah makan yang lebih
bagus dan pekerjanya professional dari pada rumah makan ini” kulirik sekitar
dan berjalan keluar rumah makan.
Maaf yah mas, saya gunakan anda sebagai alat untuk keluar.
ABG tua, Pedofil, playboy, gag asyik. Duh komplit banget
nilai plus dari Om Reza, pantesan aja Om Reza ikutan biro jodoh, pasti
gara-gara gag laku. Yaiyalah gag laku, baru laku ajah udah selingkuh. Eits tapi
kalau selingkuh itu apa bisa dibilang gag laku. Ah entahlah yang penting
orangnya gag asek.
++++
Hari selanjutnya aku tetap sms-an dengan Om Reza, namun
setiap Om Reza ngajak ketemuan selalu kutolak, yah itung-itung ngulur waktu
sampai 2 bulan suapaya gag dituntut dari pihak biro jodoh.
“hai” sapa Sarah, dia membawa banyak sekali buku yang
bertumpuk sampai menutupi hidungnya dengan sangat payah.
“sini aku bantu” buru-buru kuhampiri Sarah dan membantunya
dengan membawa separuh dari buku-buku tadi.
“makasih” katanya.
Kami berjalan bersama menuju kelas.
“bagaimana hubunganmu dengan Om Reza?’ tiba-tiba saja Sarah
menanyakan hal itu. Huft…aku sangat tidak selera jika membahas Pedofil ABG tua
itu.
“bagaimana?” nadanya penuh dengan keingin tahuan.
“apanya?’ jawabku cuek.
“apanya?, yah hubungan kamu sama Om Reza lah” tegas Sarah.
Aku mendesah dan menggeleng lemas.
“kalian putus, Ya tuhan, berarti kalian harus memenuhi
panggilan pihak biro jodoh donk” jelas Sarah membuatku semakin merasa bosan.
++++
Pelajaran hari ini sama sekali tidak asek, 3 jam perlajaran
MTK, 3 jam pelajaran Fisika, dan 3 jam pelajaran terakhir pelajaran bhs
Inggris. Ya tuhan kenapa hari Rabu pelajarannya sangat padat dan membuat otak
bekerja keras.
“nih” Sarah memberikan permen lolipop rasa strawberry padaku
saat kami berada dalam cold menuju rumah. Aku menerima pemberian Sarah dan
segera membuka bungkusnya.
“makasih. Ehm…enak” kataku berterimakasih dan menjilat
permennya.
“kamu dari tadi aku lihat koq kayaknya murung terus disekolah.
Kenapa?” Sarah memulai pembicaraan.
Aku mengangkat bahu dan tidak menjawab. Aku juga tidak tahu
kenapa aku jadi murung terus, kalau masalah pelajaran sudah telat banget Sarah
nanyanya, secara kami sudah menjalani bangku kelas 3 selama hampir 7 bulan.
“koq bisa?, lhah kamu ngerasanya gimana, apa ada masalah?”
tanya Sarah hati-hati diakhir kalimatnya.
Masalah. Aku ada masalah, ehm…coba kufikir dulu, masalahku
sekarang apa yah?. Dirumah semuanya OK, disekolah yah begitulah dari dulu-dulu,
apa gara-gara Om Reza aku jadi kepikiran terus. loh..gag mungkin aku kepikiran
sama Pedofil ABG tua itu.
“hei, ditanya malah ngelamun” Sarah menyenggol tubuhku
ringan mebuatku terhentak sedikit.
“heh…siapa juga yang ngelamun, aku tadi itu mikir.
Ehm…kurasa aku gag ada masalah deh” jawabku jujur. Emang itu kenyataannya.
“kalau sama Om Reza gimana?, kamu gag ada masalah sama Om
Reza?” kembali Sarah bertanya dan itu membuatku tersenyum meringis.
“koq nanyanya sampai kesitu, mana mungkin aku ada masalah
sama Om Reza, kenal aja baru 3 minggu masak uda ada masalah. Heheheh, gag
mungkin lah” setelah menjawab pertanyaan itu langsung kumasukkan permen
lollipop kedalam mulutku dan memalingkan wajahku keluar jendela cold agar Sarah
tidak betanya macam-macam lagi.
++++
Jum’at pagi disekolah, kehidupanku memang tidak pernah
jauh-jauh dari sekolah, yaiyalah namanya juga pelajar. Apalagi sekarang aku
harus angat-sangat konsentrasi kesekolah karena sudah hampir UAN, sisa waktu
hanya 1 bulan terakhir untuk pelajaran full dan selebihnya adalah
ulangan-ulangan-ulangan.
Aku duduk sendirian di perpustakaan sekolah diwaktu
istirahat, hari jum’at adalah hari tersingkat diwaktu pelajaran. Sambil mencari
refrensi untuk makalah Bhs Indonesia sesekali aku membaca pesan yang masuk
kedalam ponselku. Salah satunya pesan dari Om Reza.
Nanti sore ada
karnaval di alun-alun kota, kalau kamu mau lihat ntar saya jemput jam 3 dirumah
kamu.
Begitu pesannya, kutimbang-timbang jawaban yang akan
kuberikan. Kata Sarah aku terlihat murung dan aku tidak tahu sebabnya,
ehm…mungkin karena stress pelajaran, bisa saja aku menyetujui ajakan Om Reza,
hitung-hitung refresing gratis.
Ok. Aku ikut Om.
Kembali kumatikan ponselku, karena jika terus-terusan
kuaktifkan nanti malah menganggu kegiatan belajarku sendiri.
Didalam kelas setelah waktu istirahat selesai.
“dari mana aja?, koq gag ajak-ajak kalau istirahat?” tanya
Sarah yang baru saja selesai mengganti contekan PR Kimianya dari Luluk.
“dari perpustakaan. Lah aku mau ngajak kamu, kamunya lagi
sibuk nyalian pelajaran Kimia” terangku membuat Sarah mengangguk.
“ehm…aku lihat koq kayaknya kamu seneng banget, ada apa?”
tiba-tiba saja Sarah bertanya saat aku sudah duduk disampingnya. Kami duduk
berdampingan.
“iya!” tanyaku tidak eprcaya, kupegang kedua pipiku dan
menimbang-nimbang. “entahlah.” Jawabku kemudian.
Kenapa aku terlihat senang, aku juga tidak tahu.
++++
Semua isi lemari sudah kuobrak-abrik dan tidak bis
akutemukan baju yang sesuai untuk kukenakan pergi melihat karnaval padahal
sekarang sudah setengah 3. Aku harus berfikir cepat.
Akhirnya pilihaku jatuh pada cardigan coklat, celana jeans,
dan kaos warna senada celanaku. Dengan sedikit sentuhan kerudung aku sudah
siap. Wah pas pukul 3. Aku berlari keruang tamu setelah memasukkan
barang-barang apa saja yang kuperlukan untuk kubaga, tidak ketinggalan ponsel
dan camera digital milik ayah.
Kembali, Om Reza beanr-benar orang yang tidak asek. Ini
sudah kedua kalinya aku dibohongi olehnya, untung sekarang aku nunggunya
dirumah jadi gag begitu memalukan kayak waktu itu dihalte bus. Ugh…syebel dasar
Pedofil ABG Tua emang udah tua jadinya pikun. Iiih…bikin malu aja apalagi pas
ibuk bolak-balik nanya.
“lhoh koq belum berangkat, mana temannya yang mau jemput?”
itu seperti tamparan bagiku. Malu dan malu.
Okelah kalau begitu, aku tiduran ajah di sofa itung-itung
istirahat penghilang stress gara-gara si tua keladi itu.
“Oni…Oni…cepet bangun, temannya sudah datang” bisik ibuk
dengan mengguncang-guncang tubuhku.
“erg…..ibuk apaan sih, aku ngantuk nih” gerutuku dan kembali
mencari posisi pewe.
“katanya mau lihat karnaval, itu udah datang temannya”
kembali ibuk berbisik padaku.
Karnaval, teman. Jadi Om reza sudah datang. Aku segera
bangun dari tidur dan membenarkan posisiku kemudian penampilanku yang pasti
udah awut-awutan dan berliur.
“hai Oni” sapa Om Reza sesaat setelah mataku terbuka. Dia
tersenyum padaku dengan ramah. Hya…aku memalukan diriku sendiri dengan tidur
seperti ini.
“jadi apa gag pergi lihat karnavalnya?” tanya ibuk. Aku
menimbang-nimbang pertanyaan ibuk, kalau gag jadi pergi berarti semua yang
sudah kusiapkan sia-sia dan untuk apa Om Reza datang kerumah. Kulirik jam
tanganku, masih pukul 4.
“masih jam 4, apa karnavalnya sudah selesai. Kalau belum
kita berangkat sekarang saja Om. Dari pada mubazir waktu” jawabku. Om Reza
mengangguk, ibu hanya mendecak dan pasti itu jawaban iya.
Kusiapkan penampilaku dan berkumur sebelum berangkat.
++++
Syuurlah kami datang tepat waktu, jadinya dapat menikmati
penampilan dari banyak grup yang menampilkan karya seni dan drum band dengan
sangat apik. Ada banyak sekali kostum yang sangat indah dengan sayap-sayap
bahkan sulur-sulur seperti akar yang mereka kenakan dan membentuk kostum indah.
“apa itu tidak berat. Pasti 3 sampai 5 kg” kataku tanpa
sadar sambil asyik memotret.
“tentu berat. Namanya juga sudah professional jadinya yah
masalah, yah kalau kamu yang disuruh pakai bajunya, pasti sudah ngeluh
beratnya” jawab Om Reza yang sedari tadi berdiri dibelakangku.
“yah menghina Om, Aku ini wanita super jadi gag mungkin
dikalahkan hanya dengan baju berbobot kurang lebih 5 kg itu. Percaya deh”
yakinku.
“iya deh. Dari pada kamunya ngambek”
“loh. Koq gitu, beneran Om aku gag bohong aku pernah dulu
waktu SMP lari keliling sekolah pakek rompi tentara yang isinya berkilo-kilo
pasir” terangku masih berkonsentrasi memotret.
Tidak ada jawaban, aku kesal karena pasti Om Reza
menganggapku sebagai pembohong. Kuputar tubuhku menghadap Om Reza yang sedari
tadi berada dibelakangku, dia lebih tinggi sekitar 15 cm dariku membuatku hanya
dapat melihat dadanya yang bidang. Kuangkat wajahku untuk melihat wajahnya.
“om beneran gag percaya?” tanyaku.
Om Reza tertawa kecil sebelum akhirnya memegang pundakku dan
memutar tubuhku kembali untuk melihat acara karnaval.
Aku menoleh kebelakang dan kembali Om Reza meemutar arah
pandangaku. Cih, kenapa sih Om Reza.
Kami tidak saling bicara setelah itu, aku malas bicara
dengan orang yang tidak asek seperti itu, masak baru diajak debat ajah udah gag
diperhatikan malah diputar-putar ini kepala sama badan. Aku berfikir,
jangan-jangan Om Reza ogah ngomong sama aku gara-gara aku masih bocah. Ugh
syebel.
Karnaval sudah berakhir dan kini berakhir di alun-alun kota,
Om Reza memaksaku pergi kesana karena menurut Om Reza disana aku akan
mendapatkan gambar yang lebih bagus dan bahkan bisa berfoto bersama para model-model
itu. Yah…aku nurut aja ama omongan Om Om, dari pada ntar kepalaku
dipluntir-pluntir lagi.
“hya…ada gatot kaca” histerisku, kutarik lengan Om Reza agar
mau berlari bersama untuk mendekati si toko super hero asli Indonesia itu.
“permisi, bisa foto sebentar?” pintaku sopan, gatot kaca
tersenyum dan mengangguk. Wah…gatot kaca baik hati.
“nih Om tolong fotoin aku sama gatot kacanya” kuberikan
camera digitalku pada Om Reza, mau gag mau dan harus mau Om Reza terpaksa
menerima permintaanku. Kami –aku dan gatot kaca- tersenyum kearah kamera dan
bergaya dua jari dengan kompak.
“trimakasih gatot kaca” kataku berterima kasih, buru-buru
aku berlari mendekati Om Reza dan melihat hasil jepretannya tadi. huwe….aku
cantik banget dan gatot kacanya gagah kalek.
“wah fotonya bagus, bakalan aku aploud ke Facebook” pamerku
pada om Reza.
Tidak ada respon darinya, padahal aku menunggu komen.
++++
Pukul 6 sore, adzhan magrib sudah bergema dan itu tandanya
aku harus cepat pulang kerumah karena ijinku keluar rumah hanya sampai adzhan
magrib.
“Om kita pulang yuk, aku tadi ijin sama ibuk Cuma sampai jam
6” kataku dan menarik-narik kemeja Om Reza yang sedang asyik milih topi di
stand penjualan. Pasti gayaku sekarang sudah seperti gadis TK yang meminta
permen pada ayahnya. Aku manyun dan terus menarik-narik kemeja Om Reza, yah
kenapa orang ini gag ada responnya sama sekalisih, malahan sekarang pakek
nundukin kepala dan gag bergerak. Idih kenapa lagi sih Pedofil ABG tua ini.
“hya….Om Reza, aku mau pulang.” Gerutuku tidak sabar.
Kufiki setelah aku merengek seperti itu maka hati si pedofil
ini akan luluh namun pendapatku salah, ternyata Om Reza masih tidak bergeming
dan menganggapku tidak ada, ayolah Om kita pulang, aku gag berani nih kalau
pulang sendirian, lagian aku juga tahu berapa isi dompetku. Itu tidak cukup
untuk uang jajanku selama sisa minggu ini jika kugunakan untuk naik angkot
pulang kerumah. Hya… Om Reza kenapa tidak bergeming sama sekali malah tetep
nundukin kepalanya.
Saat aku tengah merengek pada Om Reza tiba-tiba datang
seorang wanita paruh baya yang bergaya jeng-jeng dengan gelang emas
masing-masing 1 kg disetiap tangannya, tas kulit imitasi, dan tatanan rambut
gaya 80_an, juga make up tebal untuk menutupi garis keriput diwajahnya. Wanita
itu menghampiriku dan semakin mendekat, senyumnya ia tebarkan bagaikan dewi
kahyangan yang terjepit di selokan.
“hai sayang” sapa wanita itu padaku. Aku, aku disapa oleh
wanita yang tidak kukenal sama sekali.
“saya” kutunjuk diriku sendiri, pasti tampangku seperti
orang idiot sekarang. Wanita itu tetap tersenyum ramah.
“ada apa?, koq gag bilang sama mama kalau mau datang
kekarnaval ini juga?” . tunggu, Mama, dia bilang mama?, sebenarnya siapa yang
wanita ini ajak bicara, kulihat kebelakang dan sama sekali tidak ada orang yang
terlihat tengah merespon pembicaraan wanita ini, samping kanan kiri juga tidak
ada. Ehm…kalau bukan aku apa itu Om Reza.
“kenapa diam saja sayang!. Ehm…” kali ini wanita jeng-jeng
itu berjalan melewatiku dan menyentuh pundak Om Reza. Apa?, jangan-jangan wanita
ini ibunya Om Reza. Oh No….
Kupandangi Om Reza dan ibunya. Kurasa. Om reza perlahan
menurunkan topi yang sedari tadi dipegangnya dan mulai memberanikan diri
mengangkat kepalanya untuk melihat wajah ibunya.
“mama?” kata Om Reza. Oh…berarti wanita jeng-jeng ini
mamanya, yah yah yah. Hari pertama jalan-jalan dan sudah bertemu ibunya pedofil
ABG tua. Sungguh hebat.
Sedikit kusadari jika penampilan Om Reza terlihat gerogi,
seperti menyembunyikan sesuatu, tapi apa itu?. Aku tidak tahu.
Sedetik setelah itu ibu Om Reza melirikku dan tersenyum
puas.
“ah…jadi kamu kesini buat kencan sama gadis ini?, ehm…cantik
yah. Siapa namanya?”
“oni” jawabku.
“saya mamanya Reza” wanita itu memeprkenalkan dirinya dengan
sopan, aku mengangguk mengiyai dan membalas senyumnya yang sedari tadi mekar.
“udah lama kenal sama Reza?” yah kenapa lama-kelamaan
seperti diinterogasi.
“baru 3 minggu buk” jawabku jujur. Memang benar.
Tatapan Om Reza, Om menatapku dengan genting, mengisyaratkan
padaku untuk diam dan jangan menjawab semua pertanyaan dari ibunya.
++++
“akukan hanya bersikap untuk ramah Om” keluhku tidak terima
karena sepanjang jalan menuju rumah makan aku terus-terusan diceramahi.
“nah kalau gini trus gimana?, ngomong apa aku sama mama,
hayo…” ralat Om Reza.
“auk, itukan urusannya Om, aku hanya mengikuti seperti air
yang diterpa angin.” Jawabku sekenanya.
Seharusnya aku sekarang grogi dan bahkan harus ketakutan.
Tahu kenapa?, karena setelah pertemuanku dengan ibunya Om Reza, beliau mengira
jika hubungan kami sudah serius, what…serius dari pacitan, ini ajah bertahan
supaya gag kenak tuntut dari pihak perjodohan. Dan sekarang kami telah
perjalanan menuju rumah makan untuk berbicara lebih serius pada ibunya Om reza.
Om Reza melarangku keras untuk tidak berkata jujur pada ibunya.
“pokoknya nanti kamu harus pinter cari alasan sekiranya mama
itu gag nanya macem-macem” Om reza mewanti-wantiku.
“sip Boz” setujuku.
Akhirnya kami sampai ditujuan, Ibu Om Reza sudah
mengizinkanku pada ibu karena pulang telat dan ibu menyetujui, ih seeaknya gitu
melepaskan anak.
Kami duduk dan mulai memesan makanan, kupesan makanan yang
berposi besar karena memang aku sangat lapar.
“kamu kerja?” tiba-tiba ibu Om Reza, aku kaget dan harus
menjawab apa?.
“apa aku terlihat sudah bekerja?” tanyaku balik karena
bingung harus menjawab apa?, aku hanya ingin tahu apa benar aku terlihat sudah
bekerja, berarti aku tua donk.
“kamu belum kerja?” yah ampun aku nanya malah nanya balik.
“dia masih sekolah ma” potong Om Reza akhirnya. Ibu Om Reza
tersenyum dan mulai membuka mulutnya kembali.
“kuliah dimana?” dih, kuliah, SMA ajah beum lulus.
“masih SMA kelas 3 Nek” kupanggil ibu Om Reza nenek,
benarkan unggah-unggahannya. Habis Om terus nenek.
“kelas 3” ulang ibu Om reza tidak percaya.
“ia. Dia masih kelas 3” kali ini Om Reza yang menjawab.
“Reza” teriak ibu Om Reza. “ibu suruh kamu cari jodoh yang
pas sama kamu, bukannya anak kecil kayak gini.” Tambahnya. What…anak kecil,
gile ini mak-mak, akukan udah 17 thn keatas bukan BALITA lagi.
Oh No…mayde…mayde….gawat-gawat….akan
terjadi perang dunia ketiga disini, seseorang tolong saya.
Seperti itu alarm yang harusnya berbunyi sekarang, Ibu Om
reza terlihat geram dan Om Reza tetap bersikukuh. Mereka saling tatap dengan
tatapan maut, aku kan masih kecil kata mereka jadi hanya bisa menonton dan diam
menunggu pesanan makananku datang.
++++
“maafyah kalau mama aku bersikap kayak gitu tadi sama kamu”
pinta Om reza, aku hanya tersenyum tipis dan mengangguk.
“sudah wajarlah Om, namanya juga kalau udah tua pengennya
lihat Om Reza cepet bahagia, eh ternyata malah dapat anak SMA kayak aku gini.
Aku maklum koq, lagian hubungan kitakan Cuma 2 bulan.” Jawabku jujur.
“2 bulan itu waktu yang singkat” tambahku menyemangati.
“seandainya hubungan kita lebih dari 2 bulan gimana?” tanya
Om Reza parau.
“hahahah, kenapa Om Reza mengatakan hal itu?”
“kalau aku bilang aku jatuh cinta pada pandangan pertama
bagaimana?” deg, jantungku berhenti berdetak setelahnya. Aku coba untuk tetap
berfikir positif, mana mungkin Om Reza jatuh cinta pada pandangan pertama
denganku, itu aneh sekali dan tidak masuk akal.
“de…dengan siapa Om?” kataku tergagap.
Aku berharap jawabannya bukan denganku, entah kenapa tapi
rasanya aku tidak suka akan hal itu.
“ ah…sudahlah” Om Reza mengalihkan pembicaraan dengan
menarikku berdiri dari kursi rumah makan.
“sebaiknya kita pulang, ini sudah lewat dari jam malammu
bukan?”
Aku hanya menurut dan tidak ingin mengungkit lebih dalam
lagi, dari pada nanti jawabannya mengecewakanku.
=== BERSAMBUNG ===
Tidak ada komentar:
Posting Komentar