CERPEN
: CRIMINAL
AUTHOR
: ZULAIPATNAM
GENDRE
: ACTION, ROMANCE, LIFE
RATED
: [PG 13+]
NB
: hanya mau bilang. Tolong dimaklumi kalau ada TYPOnya. Soalnya aku capek dan
belum semua tipo aku ganti.
<<<STORY>>>
“mulai
sekarang menjauh dari Gilang!.” Gertakku. Aku benci jika harus melakukan hal
seperti ini. Itu akan membuat image baikku hancur dan banyak orang yang akan
membenciku nantinya. Apalagi yang lebih parah adalah aku akan di CAP sebagai
gadis yang sok. Aku tidak mau semua itu menimpaku, tapi aku harus bagaimana
lagi. Turnamennya berlangsung 3 hari kedepan dan bocah ini selalu datang untuk
mengganggu anak buahku. Tidak akan kubiarkan.
“kau
punya hak apa untuk melarangku mendekati sahabatku sendiri, hah?. Cih, dasar
cewek sok.” Oh Nooo. Baru saja aku mengkhawatirkan tentang sebutan ini dan
sekarang sudah ada yang mengucapkannya.
“kau.”
Aku menunjuk-nunjuk muka bocah ini. Dia lebih tinggi dariku sekitar 10 cm dan
aku harus mendongak keatas untuk melihat tampangnya yang bodoh itu. “dengar yah
bocah…, tidak bisa kau lihat jika sa-ha-bat-mu itu sekarang sedang sibuk
berlatih untuk turnamen 3 hari kedepan. Jadi bisakah kau berhenti menganggunya
agar dia bisa lebih berkonsentrasi. Bukankah itu yang kau harapakan agar
temanmu berhasil dan sukses. Benarkan?.” Kataku menggurui dengan nada yang
kucoba untuk sangat-sangat halus.
“kau.
Cewek sok yang egois.” Ucapnya cepat.
“apa
kau bilang?.”
“cewek
sok yang egois. CEWEK SOK YANG EGOIS.” Dia bahkan mengulangnya dengan sangat
keras. Aduuuh…aku sudah tidak punya muka lagi didepan pelatih dan anggotaku
sekarang. huh kenapa bocah ini harus menyulut emosiku sih tadi.
“diamlah!.”
Bentakku tidak kalah keras. Kurasakan hiruk pikuk arena latihan menjadi sunyi.
Pasti mereka berhenti dan menatapku semua.
“okey
(kutarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat. Wuuusssh) begini saja. Aku mohon padamu. Kau
bisa bebas menggunakan Gilang sebagai sahabatmu lagi dengan bagaimana adanya.
Tapi, untuk sekarang ini. Bisakah kau membuat Gilang untuk berkonsentrasi dan
focus pada turnamen. Oke?.” Tawarku bersabar. Jika saja saat ini hanya kita
berdua, barang tentu kau akan menerima pukulan dari sepatu rodaku ini.
“Gilang.”
Teriakku membahana. Beberapa detik kemudian Gilang datang dengan tampang pucat
pasih.
“kenapa
mukamu?. Kau terlihat pucat?.” Tanya bocah tengik di depanku sok perhatian.
“benarkah?.”
Gilang meraba-raba wajahnya.
“apa
kau berlatih dengan keras?, kau disiksa di sini oleh cewek sok dan egois ini?,
kau dijadikan mesin untuk mendapatkan piala bagi mereka?. Aduuh kenapa nasibmu
sangat kasihan sobat…” dia bahkan sekarang meracau tidak jelas. Hah.
Kesabaranku sudah habis.
“bawa
pergi sahabatmu ini dari arena latihan. Pastikan dia tidak akan pernah kembali
sampai kau berhasil lolos di turnamen. Mengerti?.” Titahku pada Gilang . dia
mengangguk dan mulai menarik temannya keluar arena.
Kekuasaanmu
sekarang yang menjadi taruhannya.
++++++
“kau
pindah rumah lagi?.” Tanyaku tidak percaya. Ini sudah ketiga kalinya pacarku,
Reza Gunawan. Berpindah tempat tinggal dalam kurun waktu 6 bulan.
“iya.
Habisnya tempat tinggalku yang dulu kurang nyaman. Fasilitas airnya sering
macet.” Keluhnya sambil menata buku-buku tebal berbahasa inggris.
“kau
itu terbelenggu zaman purba?.” Ucapku seenaknya. Reza menautkan kedua alisnya
memandangku menunggu penjelasan.
“nomaden.
Berpindah-pindah dan tidak puas dengan apa yang ada dan diberikan di satu
tempat. Itu pemborosan uang, tempat tinggal, tenaga dan waktu. Kau melakukan
ke-4 hal tersebut 3 kali dalam 6 bulan terakhir.” Jelasku akhirnya. Reza tersenyum
saja.
Akan
kuceritakan bagaimana awal kami bertemu. Reza adalah seorang foto grafer dan
aku adalah satu dari sekian banyak murid di tempat prifatnya. Aku suka memotret
benda dan diriku sendiri, karena itu adalah hobiku selain sepatu roda. Kami menjadi
dekat setelah Reza berhasil melatihku menjadi professional dan aku membawakan
juara ke-2 foto grafer se provinsi. Kami saling dekat hingga akhirnya aku
memutuskan untuk menembak Reza memintanya menjadi pacarku. Kalian pasti
menyangka jika aku terlalu bodoh dan tidak punya malu untuk menembak cowok
terlebih dahulu. Tapi itulah aku, aku menghormati perjuangan R.A Kartini dan
memanfaatkan perjuangannya itu sebaik-baiknya. Untuk apa malu jika akan membawa
kebahagiaan padamu. Dan nyatanya memang benar, Reza juga menaruh rasa padaku.
Aku sangat senang dan hubungan kami bertahan sampai hampir 1 thn tepat 1
setengah bulan kedepan.
Aku
membantu Reza menata buku-buku tersebut. Satu buku yang kulihat cukup menarik.
Berjudul ‘sasaran’, ehm…sepertinya itu buku album. Kubuka perlembar album tadi
dan mendapatkan sesuatu yang menarik didalamnya. Foto-foto itu sangat indah,
diambil dari segala sisi. Tempat yang selama ini kulihat sebagai tempat yang
biasa saja didalam foto ini disulap menjadi tempat yang penuh dengan seni,
keunikan, keagungan, dan karisma dari bangunan yang menjadi tempat rapat dan
kantor DPR.
++++++
“pakai
sepatu roda kalian dan cepat pergi ke lapangan!. Pelatih sudah menunggu
kalian.” Printahku pada 3 gadis berperawakan mungil yang manja-manja. Mereka
adalah tiga anggota baru yang akan segera di seleksi dan pantas masuk ke grup
apa. A,b,c, atau d.
Ketiga
gadis tadi pergi melewatiku menuju pelatih yang sudah bersiap-siap dengan
jurnal latihan dan kertas penialaian untuk mereka di tengah lapangan. Karena
lelah aku duduk di bekas tempat ketiga gadis tadi. sambil mengatur nafas aku
mengingat kejadian itu.
++++++
Ada
apa ini?. Semua orang berdiri didepan pintu pengadilan dan hanya aku yang tidak
diizinkan masuk. Mereka sedang membicarakan apa aku juga tidak tahu. Siup-siup
kudengar hukuman 15 thn. Apa maksud semua ini?. Para reporter menyerbu kedepan
pintu, membuatku terhimpit. Perlahan aku mundur. Hanya melihat dari kejauhan
Reza yang keluar dari pengadilan dengan di kawal oleh banyak polisi dan didampingi
beberapa orang berbaju hitam. Blitz kamera menerpa tubuhnya yang tinggi tegap,
dia mengenakan kemeja warna putih bersih dengan kopyah hitam. Kenapa disaat ini
dia terlihat sangat tampan?.
“apa
yang terjadi didalam sana?.” Tanyaku ketakutan pada seorang pria yang tidak
kukenal.
“tidak
ada.” Jawabnya ketus. Menatapku tajam dengan isyarat –cepatlah pergi-.
~TOP
NEWS~
sudah diputuskan oleh pihak
pengadilan. Bahwa Reza Gunawan akan difonis hukuman 15 thn penjara karena merencanakan
pem-bom-an di gedung DPR. dia sudah menyiapkan miniatur pesawat garuda boing
737 yang telah dimodifikasi. Pesawat tersebut sudah diisi dengan bahan peledak
seberat 2,26 kilogra. Dia bakalan melancarkan serangan mautnya ke gedung DPR
dari sebuah taman di dekat gedung melalui ponsel yang sudah di modifnya menjadi
remote control jarak jauh. Aksinya benar-benar sangat rapi. Dia menyamar
sebagai foto grafer dan hampir setiap akhir pekan pergi kesana untuk sekedar
memotret dari berbagai sudut, hal itu dilakukannya untuk memuluskan rencana. (harian kota. Ad/def)
Tepat
dihari jadi kami yang pertama brita itu keluar. kuremas Koran itu dan
membantingnya. Aku tidak percaya jika Reza selama ini merencakan hal sekeji itu
di belakangku. Dia adalah criminal dan aku sama sekali tidak menyadarinya. Kau
gadis jadi gadis bodoh sekali. Kujambak-jambak rambutku frustasi.
Sejak
saat itu aku sudah tidak pernah melihat Reza kembali. Dia menghilang dan hanya
menyisahkan gambar digitalnya di TV dan internet. Setiap hari aku hanya dapat
melihatnya melalui Tv dan computer, dia menjelma bak artis. Tidak pernah
sekalipun brita tidak menampakkan wajahnya dan segala tentangnya. Bahkan
sialnya sekarang ada banyak wartawan stasiun Tv yang setiap harinya berdiri
didepan rumah untuk meminta informasi dariku.
“aku
tidak tahu apa-apa.” Hanya kalimat itu yang terlontar dari mulutku setiap
mereka mengerubung.
Bahkan
di tempat latian sepatu roda ada mereka. Itu membuatku tidak konsen. Beruntung
turnamen sudah terlewat. Jika tidak aku bersumpah akan mengusir mereka dengan
tanganku sendiri.
Mulai
saat itu terjadi. Aku dan Reza sudah tidak akan pernah berkomunikasi kembali.
Dunia kami berbeda sekarang, dia adalah criminal yang paling popular di negeri
ini berkat rencananya yang rapi untuk menghancurkan gedung DPR. kisah cinta
kami berakhir saat itu. Bukannya aku tidak setia padanya, dalam hatiku aku
merasa hancur dan tertipu. Tapi keadaan yang memaksa kami untuk tidak
berhubungan. Keluargaku bukan keluarga sembarangan, ayah adalah seorang anggota
DPR juga. Itu sudah cukup untuk memaksa hubungan kami usai. Ayah menganggap
jika Reza mendekati hanya untuk mengorek informasi, tapi aku berani bersumpah.
Reza tidak pernah sekalipun menanyakan masalah-masalah politik kepadaku selama
kami berkencan. Namun apa daya, semua sudah terjadi.
+++++++
“bukankah
kau gadis yang dulu sering masuk Tv karena memiliki pacar seorang criminal?.”
Tanya salah satu dari tiga gadis mungil tadi.
Aku
terbangun dari lamunan. Yah ampun, sudah berapa lama aku hanya duduk ditempat
ini dan memikirkan masa lalu.
“apa?.”
Tanyaku. Sebenarnya aku tahu apa maksud gadis ini, tapi ini hanya untuk
mengulur waktu.
“kau
gadis yang menjadi pacar dari si criminal Reza Gunawan itu kan?.” Ulangnya
lebih spesifik. Aku tersenyum kecut lalu beranjak dari tempat duduk.
“bagaimana?.
Kalian bertiga masuk grup apa, a,b,c, atau d?.” tanyaku balik dan beranjak
pergi melewati mereka.
Sayup
kudengar percakapan mengomentariku.
“aku
yakin jika dia gadis itu.”
“benarkah?.”
“iya.”
“waah jika ibuku tahu kalau ketua club ini adalah
gadis itu, pasti aku tidak diperbolehkan ikut club ini lagi.” Rengeknya.
Bagaimana
bisa mereka memandangku seperti itu, kadang ada yang mengatakan jika aku keren
karena sudah berpacaran dengan seorang criminal, ada pula yang menyebutku gadis
berbahaya. “jika dia berpacaran dengan seorang criminal. Aku yakin dia sudah
terkontaminasi. Kenapa polisi tidak ikut menangkapnya?.” Mereka kira aku ini
apa?, seenaknya mengatakan hal seperti itu. Kau fikir criminal itu adalah virus
apa?.
“sudah
jangan hiraukan.” Pelatih merangkulku.
“ehm”
aku tersenyum. “trimakasih.” Ucapku.
“cepat
kondisikan anggotamu. Kita akan latihan secara lengkap. Dari pemanasan sampai
belajar teknik baru yang baru kudapatkan.” Titah pelatih. Aku mematuhi dan mengumpulkan
semua anggota yang berjumlah sekitar 20-an.
“apa
kau belajar sepatu roda agar nanti jika menjadi buronan kau bisa kabur dengan
cepat?.” Sebuh pertanyaan yang membuaku marah, pertanyaan itu datang dari
seorang bocah sahabat Gilang. Aku tidak percaya jika bocah itu akan mengikuti
club ini. Alasannya dulu sangat sederhana. Supaya tidak berpisah dengan Gilang.
Apa bocah ini homoseksual?.
Kembali
aku tersenyum menanggapi pertanyaan bocah itu.
“tentu
saja. Aku sudah berlatih dengan keras sampai menjadi pemain tercepat di club
ini selama 9 thn. Semua itu untuk apa?. Tentu saja untuk hal yang kau tanyakan
tadi.” jawabku mengiyakan.
“jadi
itu semua benar?.” Tambahnya.
“ya.”
Jawabku lugas dan singkat.
Semua
disini terdiam. Pelatih bahkan hanya mengatupkan mulutnya rapat-rapat.
“ada
apa denganmu?.” Tanya pelatih saat melihatku yang tengah menyendiri di ujung
arena latihan.
“entahlah.
Sejak tadi aku terus-terusan memikirkan tentang Reza.” Gelengku kuat-kuat.
“Oni.”
Panggil pelatih. Aku menyahut dengan berdehem.
“jangan
terlalu memikirkan hal ini. Kau gadis yang kuat dan memiliki masa depan cerah.
Jangan buat masa lalu menghambatmu.” Hibur pelatih.
“trimakasih
pelatih.” Ucapku.
“sudah
5 thn kejadian itu berlalu. Kau harus bisa menata hidupmu dan menjadi wanita
yang kuat.” Kembali bosa memberikan kata penyemangat.
++++++
Jangan buat masa lalu menghambatmu.
Kalimat
itu menggema di kepalaku. Aku menatap beberapa bingaki foto didalam kardus yang
sudah berdebu tebal yang kutarik dari kolong tempat tidur. Sengaja kusimpan kardus
ini disana agar ayah tidak menemukannya.
Mungkin
benar juga yang dikatakan pelatih. Jangan
buat masa lalu menghambatmu. Perlahan-lahan kukeluarkan bingkai-bingkai
foto tadi dari dalam kardus, menatanya berjajar di lantai. Ini adalah hasil jepretanku
saat les prifat dengan Reza. Memajangkan beberapa foto narsis gila kami berdua.
Foto saat berlibur, sekedar makan es cream, berjalan di trotoar, saat aku
menjuarai turnamen sepatu roda, saat Reza lulus dari universitasny. semua
kenangan itu terlalu indah untuk kulupakan. Tapi jika tidak kulupakan semuanya
akan membuatku sakit. Aku harus bagaimana?.
Tidak
sanggup aku harus menerima beban ini. Setiap malam fikiranku melayang pada Reza
yang meringkuk di sel khusus, dia kedinginan, apa dia disiksa oleh polis-polisi
disana sebagai pelampias amarah. Bagaimana tersiksanya Reza didalam sana. Kisah
ini sudah menyiksa batinku.
Tok…!!
Tok…!! Tok…!!
Ketukan
di jendela. Aku mengernyit ketakutan, ada sosok berdiri disana. Kudekati dengan
gugup jendela kamar dan membuka tirainya.
Bukan
main terkejutnya aku saat itu, Reza berdiri dihadapanku dengan tampangnya yang
lelah dan kotor. Dia mengenakan jaket kulit hitam dan celaan pendek khas
penjara.
Sesaat
setelah dia memasuki kamarku. Kupeluk Reza erat-erat. Aku merindukan lelaki
ini. Criminal ini.
“kenapa
kau lakukan ini padaku?.” Tanyaku tidak bisa membendung keingintahuanku.
Reza
memelukku erat. Dia merengkuh tubuhku didalam dada bidangnya.
“izinkan
aku memelukmu saja untuk saat ini!.” Pintanya.
Aku
semakin terisak mendengar ucapannya. Bagaimana hal ini terjadi disaat aku
berusaha untuk melupakannya. Reza. Seandainya waktu dapat kuputar dan
mencegahmu melakukan hal bodoh itu, aku bisa memastikan hidup kita akan
bahagia.
“bagaimana
bisa kau melakukan hal seburuk itu padaku?.” Aku masih terisak saat
mengatakannya. Reza megelus puncak kepalaku.
“ceritanya
panjang. Jika kuceritakan padamu kau juga tidak akan mengerti.” Jawabnya.
“kau
menganggapku bukan siapa-siapa?. Kau menganggapku hanya sekedar seseorang
disampingmu saja. Iyakan? Oleh sebab itu kau tidak pernah mengatakan tentang
ini semua kepadaku.” Amarahku tidak bisa terkendali. Kupukuli dada Reza dengan
membabi buta.
“lakukan
sepuasmu, sayang.” Ucapnya menahan sakit.
Reza
kabur dari selnya, dia sudah merencakan ini lebih dari 2 thn dan baru saat ini
waktu yang pas. Dengan sedikit kekayaannya, Reza menyuruh pengacara memberi
sedikit uang pada petugas dan Reza berhasil keluar dari sel dengan cara
melompati pagar setinggi 7 meter. Dia dijemput oleh beberapa temannya yang satu
misi lalu diantar menuju rumahku.
“kenapa
kau memajang foto-foto kita dilantai?.” Tanyanya sambil mengambil salah satu
foto saat kami berjalan bersama di trotoar.
“kau
terlihat sangat cantik di foto ini.” Pujinya. Sudah lama aku tidak mendengar gombalan
khas Reza. Yah..sejak kejadian itu.
“tentu
saja. Aku akan selalu terlihat cantik di manapun. Bahkan di trotoar.”
Sombongku. Reza memelukku kembali dan kami bersandar di ranjang.
“nanti
pagi negeri ini akan gempar. Semua brita akan memberitahkan aku yang berhasil
kabur dari sel penjara.” Dia tersenyum sinis dengan mata yang menerawang.
Mendengar
itu, kesedihan dihatiku kembali menyeruak.
Malam
semakin larut dan aku tertidur dalam pelukannya. Reza memelukku sepanjang
malam.
+++++++
~TOP
NEWS~
Reza Gunawan benar-benar telah
menggemparkan negeri kita. Setelah 5 thn yang lalu hampir berhasil menge-bom
gedung DPR dengan alatnya yang canggih. Sekarang, pria yang kini berusia 27 thn
itu resmi menjadi buronan polri. Bahkan Kapolri sengaja meminta pemerintah
negara Malaysia,Bruney Darussalam,Papua Newgini,dan Singapura untuk siaga serta
siap menangkap Reza Gunawan. Kapolri mengambil langkah cepat agar Reza tidak
kabur keluar negeri, karena jika itu terjadi maka akan merepotkan bagi polri.
Diperkirakan akan terjadi hal mengejutkan dalam jangka waktu kedepan jika Reza
Gunawan tidak kunjung ditemukan dan ditangkap. (News Line /Yus/Pot).
Benar sekali apa yang
dikatakan Reza, saat aku terbangun dia sudah tidak berada disampingku. Dia
meninggalkanku begitu saja. Hatiku terasa hancur kembali. Foto-foto yang
terserak dilantai sudah tidak ada, kucoba mencarinya di dalam kardus tapi
kardus itu juga tidak ada. Apa mungkin ayah membuangnya. Segera aku berlari
kepintu. Terkunci. Berarti ayah tidak mengambilnya. Aku berfikir…, apa Reza
yang mengambilnya?. Untuk apa?.
++++++
Di tempat latihan
sepatu roda. Bocah yang mengaku sahabat Gilang mendekatiku.
“hei. Aku dengar
pacarmu kabur dari penjara. Apa itu benar?.” Dia bertanya dengan gayanya yang
sok.
“aku tidak tahu. Kalau
kau mengetahuinya dari Tv lebih baik kau tanya saja pada Tv.” Jawabku ketus.
“hah. Dasar gadis
bodoh. Bagaimana bisa Tv menjawab pertanyaanku. Imajinasimu itu tinggi sekali.”
Dia mencibirku.
“pergilah!.” Titahku.
Aku tidak ingin diganggu untuk saat ini.
“kurasa kau butuh
refresing.” Sarannya sambil melangkah menjauh.
Refresing?. Entahlah.
Semalam aku sudah refresing dengan bertemu Reza. Itu lebih untuk membuatku
bersyukur dan tenang. Tapi pagi ini setelah aku mendengar brita dan membaca
Koran. Kembali cemas dan gundah yang kurasakan.
Latiah hari ini aku
benar-benar gila. Mereka sengaja mendiamkanku, kuanggap itu sebagai tanda
penghormatan Karena aku memang membutuhkan prifasi hari ini.
“pergilah jalan-jalan
untuk refresing!.” Pelatih memberikanku air mineral botol.
Aku menerimanya.
“aku lihat Bento tadi
menyarankan agar kau refresing. Tidak ada salahnya bukan?.” Aku mengangguk.
“memang benar.”
+++++++
Minggu
sore di kawasan pertokoan padat. Toko-toko disini memiliki lebar yang tidak
lebih dari 6 meter perseginya. Jangan dilihat dari ukuran, tapi lihat dari
barang dan keunikan tokonya. Barang disini sangat murah. 5% lebih murah dari
barang di pasaran, dan bentuk toko yang unik dengan segala keanekaragaman
budaya yang dibawa dari masing-masing pedagang yang berasal dari luar pulau.
Mereka menghiasi toko-toko tersebut dengan banyak barang unik dari daerahnya.
Satu yang paling aku tidak suka yaitu toko roti dari orang papua. Mereka
memajang koteka dan itu membuatku mual setiap kali temanku membelikan roti dari
toko tersebut.
Saat
tengah santai menyusuri pertokoan dengan menenteng kamera digitalku untuk
memotret pemandangan dan gambar yang secara tidak sengaja terlihat mata.entah
mengapa kebiasaan memotretku kembali muncul?. Bento berjalan di belakangku
dengan malas.
“hei.
Berhentilah memotret. Itu memalukan.” Pintanya. Aku hanya melengos tidak
menghiraukan.
Saat
asik memotret aku menemukan masker penutup wajah warna hitam. Karena sayang
kupungut masker tersebut dan memperhatikan.
“kau memungut masker itu. Iuh..menjijikkan.”
komentar Bento. Aku muak mendengar komentarnya dari tadi. serasa aku harus
merobek mulutnya.
“diamlah.
Apa kau mau aku merobek mulutmu?. Hah.” Sentakku. Bento mengatupkan mulutnya
membuatku senang.
“maaf.”
Dia menjadi bersalah dan aku sangat suka dengan keadaan ini.
Kami
melanjutkan berkeliling, Bento membeli cireng banyak sekali. Itu adalah makanan
yang terbuat dari kanji dan tepung lalu diberi bumbu penyedap dan di goreng.
Makanannya sangat enak, tapi yang tidak kusuka adalah bentuknya. Pipih dan
lembek. Yiekss.
Kami
duduk di bangku panjang pertokoan sambil menikmati cireng yang di borong oleh
Bento. Sambil makan cireng aku memotret disanan sini. Mendapatkan gambar yang
bagus, tidak lupa aku sedikit narsis denan bergaya akan melahap satu bungkus
pelastik semua cireng ini. Bento ikut-ikutan narsis, dia memotret dirinnya
bergaya patung liberti dengan cireng-cirengnya. Aku lumayan terhibur dengan
refresing ini.
“maaf. Itu punya saya.” Tiba-tiba seorang pria
dengan kaos hitam pendek dan memakai topi yang sengaja di mampatkan kekepalanya
mendekatiku. Pria tersebut menunjuk pada masker yang kutaruh di samping tempat
dudukku. Segera kuberikan masker tersebut.
“ini.
Tadi jatuh dan aku memungutnya.” Kataku memberi penjelasan terlebih dahulu.
Takut nanti dia menuduhku sebagai pencuri.
“kalau
begitu terimakasih.” Ucapnya seraya meninggalkanku.
“kau
tidak mau memberi kami imbalan?. Kami kan sudah menemukan maskermu.” Tanya
Bento membuat langkah pria tadi
terhenti. Kusodokkan sikutku ke perut Bento, berani-beraninya dia mengatakan
hal memalukan seperti itu.
“diam
kau!.” Printahku. Bento meringis kesakitan.
Pria
itu berperawakan tinggi dan berotot. Dia membawa dua tas jinjing besar dan
jaket hitam yang di cangking pada tangan kanannya. Pria ini sepertinya tidak
asing bagiku, aku sepertinya mengenali pria ini. Dia sekarang pergi menjauh,
meninggalkanku dengan Bento yang terpekur melihatnya.
Tapi
entahlah. Seiring perginya pria itu fikiranku tentangnya masih tidak bisa
hilang. Sampai akhirnya aku melihat sebuah toko baru disekitar sini. Tokoh yang
menggantikan sebuah distro kecil bangkrut. Tertulis jelas di depan toko itu
‘Tatoo” ternyata tempat pembuatan tatoo. Ehm…, aku tertarik dan mendekat. Siapa
tahu toko itu memiliki tattoo tidak permanen sehingga aku bisa dibuatkan tato
bergambar ular yang melingkar di lengan kananku. Siapa tahu?.
Akhirnya
kami mencoba memasuki toko tadi. berdiri seorang pemuda gundul berperawakan
kurus kecil yang hanya menyisahkan daging yang membalut tulang saja. Aku
menyapa pria tadi dan mulai bertanya-tanya tentang tattoo. Bento menelitik
seisi toko dengan tatapan yang terpesona. Dia melihat dan terpana akan
beranekaragaman jenis tattoo yang di sediakan di dinding-dinding toko.
“waow..,
ini sangat luar biasa.” Puji Bento. Aku tersenyum saja kepada si pemilik.
“trimakasih.
Apa kalian mau ditattoo atau hanya mengagumi tokoku?.” Tanya si pemilik sambil
tertawa lebar di akhir kalimatnya. Kami bertiga ikut tertawa.
Saat
tengah mengerjakan aku melihat keluar lewat jendela. Pria bermasker hitam itu
menatap kedalam toko. Entah menatap siapa?. Aku atau pemilik toko. Dia sudah
mengenakan maskernya dan masih menutupi kepala dengan topi dan mengenakan jaket
hitamnya. Sekitar 3 jam lebih proses pembuatannya. Aku cukup puas dengan
hasilnya. Bagus, rapi, dan hampir
terlihat asli.
Tangan
kananku sekarang bertatoo seekor ular sanca yang melingkar dan hendak mematok
tanganku. Sedangkan Bento dia menatoo tengkuknya dengan gambar yang terlihat
menjijikkan. Gambar seorang wanita bugil dengan panah yang menusuk dadanya.
“kau
yakin dengan tattoo mu itu?.” Tanyaku ragu.
Bento
mengangguk mantap. “ini kan hanya sementara. Bukan permanen. Benarkan bos?.”
Dia mantap. Si pemilik toko yang bernama Indro mengangguk sambil tersenyum.
“terserah
kaulah.” Aku mengedikkan bahu dan membayar biaya pentatoan.
Aku
kembali meneteng camera digital dan meminta seseorang yang baru saja masuk
kedalam toko tattoo untuk membantuku memotret hasil tattook bersama Bento dan
si pembuatnya. Dia memberikan kamera dan menunjukkan hasilnya. Bagus.
“trimakasih.”
Kataku. Bento mengerutkan dahi memandangi hasil jepretan.
“kenapa
hasil fotoku sangat jelek. Seharusnya aku tersenyum. Lihat, mukaku jadi
berkerut karena mengerutkan dahi. Argg…, hapus fotonya.” Dia mencoba merebut
kameraku.
“hey.
Kau ini apa-apan sih.” Bentakku. Kami bergulat di dalam toko membuat kami
diusir karena menganggu pengunjung lainnya.
Aku
masih marah dan kesal. Itu tadi sangat memalukan dan Bento menanggapinya
seperti angin lalu.
“kita
pergi ke sana!.” Ajak Bento menarik tanganku.
Ada
tempat yang menjadi faforit pengunjung. Tempatnya tidak jauh dari toko tattoo.
Aku duduk dibawah temaran lampu kerlap-kerlip café out door. Ternyata selama
aku berada di dalam toko tattoo sore sudah menjadi malam. Aku menikmati
keindahan malam di pertokoan ini. Lampu flip-flop menghiasi setiap tangkai
pohon yang berbasir lurus di tepi trotoar. Pesananku hari ini special karena
itu yang dikatakan si weaters padaku.
“kau
punya uang sampai memesan makanan special seperti itu?.” Ejeknya. Aku mendengus
kesal.
“sekali
lagi kau mengacau refresingku hari ini. Tamat riwayatmu.” Ancamku bergaya
memotong leher.
Kami
menikmati santapan dengan lahap. Hingga di suapan terakhir aku teringat dengan
kameraku. Sebaiknya aku memotret saat-saat ini.
“bisa
ambilkan fotoku dengan pemandangan disekitarnya!.” Pintaku pada si wearters
yang baru mengisikan gelas dengan air putih.
“tentu.”
Angguknya dan menerima kameraku.
“aku
ikut…” rengek Bento. Dia tiba-tiba merangkul pundakku dan bergaya narsis.
Aku
berpose seolah menikmati santapan dan menatap lurus kearah kamera. Ciissss….
“trimakasih.”
Ucapku seraya menerima kameraku.
“waah.
Kalau yang ini aku suka. Aku terlihat tampan. Iyakan?.” Sombongnya degan
cengengesan.
“ya
ya ya ya.” Anggukku kesal.
“uh.
Bukankah pria itu pria yang maskernya kau temukan?.” Bento menunjuk sisi kecil
didalam baground foto kami. Pria itu masih duduk di tempat yang sama saat aku
mentato kulitku. Bedanya dia sekarang menatap kearah kami. Wajahnya tidak
terlihat jelas karena masker dan topinya. Kusipitkan mata untuk lebih jelas
memperhatikan si pria dan menzoom foto.
“kelihatannya
familiar.” Heranku.
++++++
Malam
yang melelahkan. Saat menarik selimut untuk tidur. Dering ponsel berderu.
Membangunkan. Bento membawa kabar jika Reza Gunawan tewas dalam aksi bom bunuh
diri didaerah pertokoan.
~TOP
NEWS~
Kembali setelah brita kaburnya Reza
Gunawan dari penjara mengejutkan rakyat INDONESIA. Tadi malam Reza melancarkan
bom bunuh diri dengan bahan peledak yang sama yang ditemukan di dalam pesawat
mainan 5 thn silam. Reza menghancurkan tubuhnya sendiri dan 3 toko yang berada
di samping kanan kiri toko tattoo yang ia ledakkan. 7 korban luka-luka dan 19
orang meninggal di tempat kejadian. Ternyata Reza tidaklah sendiri dalam
rencana penge-bom-an. Tadi pagi, polisi dan tim gegana berhasil melumpuhkan
sekitar 5 orang yang baru keluar dari pelabuhan. Mereka membawa tiga gerhanat,
enam senapan otomatis, 2 refolfer caliber 44, dan bahan peledak plastic seberat
11,4 kilogram. Mereka adalah orang dibalik keberhasilan kaburnya Reza dari
penjara 2 hari yang lalu. (Harian
News/erw/ti)
Tanganku
bergetar saat menenteng remote. Ini tidak mungkin terjadi. Dia meninggal degan
mengenaskan. Apa lagi yang membuatku semakin shock adalah dia meninggal di
tempat aku mentattoo tubuhku tadi sore. Reza mengenakan jaket hitam dengan
masker di wajahnya untuk menyamarkan identitas. Dia adalah Reza, pantas
aku merasakan sesuatu yang aneh saat
pertama bertemu.
“setidaknya
kau sudah bertemu dengannya untuk terakhir kali.” Hibur Ibu, ayah sama sekali
tidak memberikan penyemangat padaku, beliau puas dengan kematian Reza. Mana aku gembira jika baru saja dia berdiri
dihadapanku dan kemudian menghilang. Hari ini. Brita kematian Reza menjadi top
di mana-mana. Tivi tiada henti menjelaskan rentetan peristiwa dan membahas
tentang Reza. Aku sedih dan tidak dapat berfikr jernih. Dia seorang Criminal.
Namun dia mampu menggetarkan hatiku. Criminal yang merenggut hatiku.
Percaya
atau tidak. I’m in love with a Criminal.
<<<TAMAT>>>