Sabtu, 31 Desember 2011

FICTION AND YOUR MY LOCE (bag II)


Tittle   : Fiction And You’r my Love. [Bagian II]

Author  : Zulai

Gendre : Fantasy , Romance, & Thriller

Rated :  [PG 14+]

Werewolf disini saya ubah sedikit karakternya dari kebiasaan werewolf pada umumnya, jadi mohon jangan diprotes…tapi boleh koq protes kalau memang itu perlu.

STORY

Sesuatu yang aneh kurasakan tiap kali menatap jasad nenek yang sudah dkafani, satu-satunya keluargaku, penyemangat hidup, dan sandaranku. Kini telah tiada dan meninggalkanku sendirian. Aku menangis sejadi-jadinya saat keranda mayat nenek dibawah menjauh dari hadapanku, Sarah sahabatku dia memegangi pundakku erat, membisikkan kata-kata penyemangat yang tidak berguna sama sekali untuk keadaanku sekarang ini.

“tenanglah Oni…” suara Sarah terdengar bergetar, mungkinkah dia juga menangis.

Setelah kejadian tadi malam, aku memaksa untuk membawa pulang jasad nenek dan menguburkannya secara layak. Tidak perlu ada otopsi atau apapun, Karena aku sudah mengetahui siapa pembunuhnya dan untuk apa dia membunuh nenekku.


+++++


Tidak ada yang dapat kulakukan, mengambil cuti untuk sementara waktu itu pilihan pertamaku, Sarah mengajakku kerumahnya, dia mengatakan jika aku sendirian dirumah ini, maka akan ada banyak sekali kenangan buruk yang dapat membuka lukaku. Dia teman yang sangat baik.

Malam hari, saat sendirian didalam kamar, kusiapkan barang-barang yang akan kubawa kerumah Sarah. Sampai dibagian baju, dua buah kotak box berwarna putih bersih kuambil dari dalam almari dan membungkusnya kedalam kantong plastic besar berwarna hitam. Rasa marah dan bingungku kembali menyeruak ketika melihat kotak-kotak tadi, kotak yang berisikan gaun pengantin yang beberapa hari lalu kubeli bersama Reza. Tidak ada gunanya lagi baju ini. mau membuang tapi dalam hati terasa sangat berat.

“boleh aku masuk?” tanya Sarah mengagetkanku. Cepat-cepat kusembunyikan kotak-kotak tadi kebawah ranjang.

“tentu” jawabku mencoba tersenyum dan terlihat tegar.

“apa yang sedang kau lakukan?” Sarah duduk disampingku diatas ranjang. Jemarinya yang lentik mengacak-acak beberapa bajuku yang berserakan diatas ranjang. “berkemas untuk pergi kerumahku?” tebak Sarah tanpa menunggu jawabanku.

Aku mengangguk dan sedikit mendorong kotak-kotak itu kedalam kolong ranjang dengan kakiku.

“ehm…mungkin ini terlalu cepat untuk kutanyakan” nada ragu-ragu mendominasi kalimat Sarah. Apa yang hendak ia tanyakan sampai seperti itu.

“katakan saja. akan kucoba untuk menjawabnya” yakinku.

Sarah menarik nafas, memandang sekeliling kamarku untuk menetralisir keraguannya. “pernikahanmu” akhirnya Sarah mengucapkan tujuannya. Menanyakan pernikahanku.
“bagaimana dengan pernikahanmu?, bukankah sudah dekat” tambah Sarah, aku tersenyum kecut.

“pernikahanku yah…” kataku terdengar berfikir “itu akan diundur sedikit lama atau bahkan cukup lama” imbuhku. Sarah mengangguk faham.

“diundur yah…!!. Baiklah, kurasa Cuma itu yang ingin kutanyakan sekarang” dia meraih jemariku dan meremasnya. “jangan patah semangat Oni, kita berdua akan menghadapi semuanya bersama-sama. Aku akan selalu berada disampingmu” dorongan semangat dari Sarah sangat membangun untukku.

“trimakasih” kataku, Sarah melepaskan jemariku dan berganti memelukku.

“jangan seperti ini, kita berdua seperti pasangan lesbi” godaku dan memukul pundak Sarah ringan.

“hahahah…kau sempat-sempatnya bergurau seperti ini Oni” komentar Sarah. Kami berdua berpelukan dan saling tertawa menertawai tingkah kami yang sedikit terlihat seperti lesbi.

Ketika memeluk sarah mataku terpaku pada jemari manis di tangan kananku. Cincin pertunangan kami. Sebuah cincin bertahtahkan batu merah yang diberikan Reza padaku saat prosesi tunangan 2 bulan lalu. Haruskah aku melepaskannya dan melupakan semua yang sudah kulalui. Aku tidak tahu dan memilih melupakannya untuk sementara ini.


++++


Sudah seminggu sejak kematian nenek, hari ini aku resmi kembali bekerja, tempat kerjaku adalah taman belajar anak-anak atau biasa disebut Tk. Disana aku menjadi guru Tk B, kenapa aku memilih profesi ini, kurasa karena aku sangat ingin mendapatkan kebahagiaan berkumpul bersama anak-anak, dengan itu perasaanku seperti tenang jika melihat senyum anak-anak yang kusapa saat pertama masuk kedalam kelas, mendengar suaranya yang imut dan mlengking saat mereka menyanyi bersama. Itu semua sangat menyenangkan.

Memasuki gerbang seorang siswi berlari memelukku, kusambut pelukannya dan bertanya apa alasan anak ini memelukku tiba-tiba.

“hai…ada apa?, apa ada yang menganggumu?” tanyaku, dia mendongakkan wajahnya menatapku dan menggeleng cepat. “lalu kenapa?” dia memberikan setangkai bunga mawar pink padaku.

“kata ibu ini yang paling cocok untuk kuberikan pada buguru, mawar pink  melambangkan keceriaan dan kegembiraan, aku harap dengan menerima bunga ini ibu guru akan selalu ceria dan gembira seperti dulu” jelasnya membuatku Manahan nafas, anak sekecil ini sudah dapat mengatakan hal seperti itu.

Kuacak rambutnya yang ikal panjang dengan lembut. “trimakasih yah” kataku sambil menerima bunga pemberiannya.


+++++


Sepulang dari mengajar, kupandangi bunga mawar pink pemberian salah satu siswiku dengan berbaring diranjang.

“kegembiraan dan keceriaan” Masih dapatkan aku meraskan perasaan itu setelah semua yang terjadi. Kehilangan nenekku dan dibohongi secara besar-besaran oleh seseorang yang sangat kucintai dan yang kuanggap dapat menemaniku sampai tua nanti.

Mengingat Reza aku jadi teringat akan Werewolf. Benarkah dia seorang Werewolf.

Kubuka laptop dan mencoba mencari semua brita dan artikel yang berkaitan denga manusia Serigala atau lebih populer disebut Werewolf. Selama hampir berjam-jam aku terhanyut dalam dunia maya dan mengunduh semua artikel tentang Werewolf, mencari video dan foto-foto.  Aku sudah seperti paparazzi jika seperti ini, kuakhiri acara berburu  artikel ini setelah membaca artikel terakhir, yaitu tentang manusia serigala yang dapat mati jika ditembak oleh peluru perak.


+++++


Hari libur, kunikmati dengan berpergian bersama Sarah keswalayan dan berburu buku-buku atau novel. Kami berdua berjalan menyusuri setiap toko dengan menyeruput es Doger yang rasanya sangat nikmat.

“aku koq gag pernah lihat Reza kerumah jemput kamu kayak dulu lagi sih?”tanya Sarah disela-sela menyeruput es Dogernya.

Pertanyaan Sarah membuatku tersedah dan terbatuk, sarah menepuk pundakku ringan.

“hubungan kalian masih lancar kan?” tambah Sarah cemas. Aku mengangguk dan menunjukkan cincin tunangan yang terpaksa kukenakan untuk menutupi ketidak wajaran hubunganku dengan Reza dihadapan Sarah.

“lihat. Aku masih mengenakan cincin pertunangan kami” pamerku. Memang sempat kulepas cincin ini tapi Sarah terus-terusan bertanya, jadi kuputuskan untuk mengenakannya kembali agar Sarah berhenti curiga.

“hei…aku tidak butuh bukti kau menggunakan cincin itu atau tidak. Jangan menutupi hubuganmu dengan Reza dariku Oni” desak Sarah.

“kamu bicara apa sih…?, hubunganku dengan Reza tetap baik-baik saja, tidak ada yang berubah. Kami tetap seperti dulu. Mengerti” jelasku menaikkan nada bicara.

“ya ya ya…tidak perlu melotot. Aku sudah percaya padamu” kata Sarah ikut memelototiku.

“apa yang kau lakukan. Kenapa memlototiku seperti itu” tandasku dan mendorong tubuh Sarah. Membuat sarah terdorong kebelakang dan menabrak seorang pria berjaket kulit hitam yang terus-terusan menatap kami berdua dengan mengerikan.

“maaf…maaf. Saya tidak sengaja” pinta Sarah dan melirikku untuk minta bantuan karena pria yang ditabraknya terlalu mengerikan.

“maafkan kami tuan” kataku menambahkan. Pria itu berlalu pergi seperti tidak peduli, tapi kenapa aura dari pria itu sangat mengerikan.

“yah…ini salahmu” todong Sarah berbalik mendorongku.

“maaf…maaf” kataku memelas dan menggandeng lengan Sarah. “ayo kita pergi ketoko buku” ajakku. Sarah menurut, kami berdua berjalan menuju toko buku yang berada di lantai 2.

Sesampainya di toko buku. Aku dan Sarah memutuskan untuk berpisah karena Sarah sangat menyukai kesedirian dalam memilih buku Novel yang akan ia beli. Terpaksa aku berjalan sendirian di toko yang lumayan besar ini, menacari buku yang pas dihati. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah buku yang memang sangat ingin kubaca untuk saat ini. APAKAH WEREWOLF ITU??. Demikian judul dari buku tersebut. Mengambil satu dan kutenteng untuk memilih buku lain.

Lagu NSG Star berjudul Rapuh mengalun merdu dari Sound toko, membuatku merasa nyaman. Hingga sebuah bisikan datang, suara dari seorang pria, berat dan merdu. Bisikan itu menyuruhku untuk segera keluar dari toko buku.

“cepat keluar dari tempat ini. berlarilah bila perlu” katanya. Kusebarkan pandanganku kesegala arah dan mencari sumber suara itu. Mataku menelitik setiap penjuru toko hingga akhirnya aku melihat pria yang tadi ditabrak oleh Sarah, pria itu memperhatikanku dengan matanya yang hitam pekat dan tajam. Merinding tentunya, apalagi saat mata kami bertemu, sorot matanya seakan mengatakan jika aku adalah buruannya. Apa jangan-jangan pria ini adalah sekutu dari paman. Jika ia berarti nyawaku dalam bahaya.

Sarah. Aku teringat akan Sarah, cepat kuberlari mencari Sarah, mencoba menghubungi ponselnya tapi gagal.

“sit…” kataku frustasi.

Sarah. Dimana kau?. Aku ketakutan dan saat berlari mencari Sarah sebuah tangan menarikku kedalam pelukannya.

Tubuhnya yang tegap dan dadanya yang bidang, bau parfumnya. Aku mengenali orang ini tapi tidak berani memandang wajahnya untuk memastikan.

“kita harus pergi dari tempat ini” katanya dan menarikku menjauh. Tangannya yang besar memegang erat jemariku. Tepatnya jemari kami saling bertautan. Otakku tidak bekerja dengan benar, padahal ingin sekali aku untuk melepaskan genggamannya tapi kenapa aku malah diam saja dan mengikuti setiap instruksinya untuk pergi dari tempat ini.

Kami berdua berlari tanpa henti sampai menuju parkiran bawah tanah, dia membimbingku masuk kedalam sebuah mobil Van hitam. Sekali lagi aku hanya menurut, sama sekali tidak memberikan perlawanan berarti. Kenapa aku melakukan semua ini, apa karena dorongan perasaanku yang sangat merindukannya dan ingin berada disampinya selamanya. aku bingung. Sampai akhirnya mobil melaju kejalanan dan membuatku melihat sinar matahai.

“kita mau kemana?” tanyaku bingung, maish berusaha untuk mencoba keluar dari dalam mobil ini.

“kita harus menjauh dan pergi sejauh mungkin, paman sedang membuntutimu sekarang” jwabnya cepat penuh dengan kecemasan.

Paman. Untuk apa orang-atau mungkin dapat kusebut manusi serigala- itu membuntutiku, apa belum puas dia sudah membunuh nenekku. Marah dan gelisah, itu yang kurasakan sekarang. Marah karena dia datang kembali dalam hidupku yang kurasa sudah sedikit tenang dan membaik, gelisah karena aku harus dihadapai dengan realita jika secara tidak sadar aku sudah seperti buruan untuk paman.

Pergi menjauh dan bersama orang yang kucintai itu mungkin jalan terbaik untuk keselamatan hidupku. sekarang aku sangat tenang meskipun jantungku sedikit berpacu dua kali lipat karena sekarang ini aku duduk disamping pria yang sangat kucintai yang juga sekaligus Werewolf. Itu menurut asumsiku sendiri. Tapi saat fikiranku melayang pada sarah, rasa cemas menyeruak dalam fikiranku. Bagaimana dengan Sarah, apa dia akan baik-baik saja, mengingat situasi saat nenek yang tidak bersalah menjadi korban. Akankah Sarah juga mengalami hal yang sama.

“Sarah…bagaimana dengan Sarah, kenapa kau tidak membawa Sarah bersama kita” kataku cemas. Mimic wajah Reza menjadi berkabut. Ada apa dengan Sarah kenapa sampai terlihat seperti ini. “apa terjadi sesuatu pada Sarah?” tanyaku akhirnya merasa jika perasaanku sangatlah tidak menyenangkan.

Tidak ada jawaban, aku kembali mendesaknya, begitu sampai dia akhirnya membuka mulut dan mengatakan “tidak ada yang terjadi pada Sarah” benarkah yang dia katakan?, jujur aku sangat senang mendengar jawabannya, tapi saat memikirkan jika kaimatnya itu adalah kebohongan yang ia coba buat untuk menenangkan fikiran lain membuncah dalam diriku.

“kalau begitu bisakah kita kembali kesana dan menemui Sarah. Setidaknya dia tidak akan cemas jika mengetahui keberadaanku” seruku mencari alasan agar dia mengatakan kejujuran.

“tidak perlu, nanti aku sendiri yang akan mengatakannya pada Sarah, jika kamu kembali pergi kesana. Itu akan membahayakan hidupmu sendiri” katanya meyakinkanku. Membahayakan hidupku?. kenapa?. Apa karena paman yang berada disana?.

“untuk apa aku takut jika ada kau disisiku”

“tapi-“ keragu-raguan. Cukup membuktikan jika dia berbohong, bukannya ragu karena takut berhadapan dengan paman, melainkan ragu karena jika aku kembali kesana aku pasti akan mengetahui sebuah kebenaran.

“Apa benar Sarah baik-baik saja?” kembali kutanyakan itu. Tidak ada jawaban, dia hanya konsentrasi pada kemudi mobilnya. “setidaknya berkatalah jujur padaku Reza, aku tidak biasa untuk kau bohongi. Meskipun selama ini kau membohongiku, tapi untuk sekarang cobalah untuk berkata jujur dan apa adanya padaku. Aku akan mencoba untuk menerimanya, baik atau buruk sesuatu itu” tambahku panjang lebar dan berharap jika kalimatku ini akan membuatnya mengatakan yang sebenarnya.

“BERHENTILAH BICARA DAN DIAM” bentaknya sesaat kemudia, aku terhenyak kesamping dan menggeser sedikit posisi dudukku kepintu mobil mencoba untuk sedikit mencari aman meskipun itu sangatlah tidak berguna. ada apa dengannya, kenapa tiba-tiba berubah menjadi kasar seperti ini, jangan-jangan jiwa serigalanya sedang membuncah dan menguasai dirinya. Oh tidak……aku tidak ingin melihatnya bertransformasi di hadapanku sekarang. Menurut artikel yang kubaca, Werewolf akan bertransformasi dibulan purnama dan itu pasti malam hari. Bukannya siang hari seperti ini. tapi berfikir seperti tiu untuk sesaat pasti wajar, mengingat tampang Reza sekarang yang mengerikan dan terlihat ganas.

Tindakan bodoh yang sedang kulakukan, tapi harus kulakukan. Melihat wajah Reza yang mengeras dan penuh dengan emosi. Tangan kiriku menggerayai pintu mobil dan mencoba mencari knop pintu, akan kubuka pintu ini dan melompat keluar dari dalam mobil. meskipun resikonya adalah terbunuh karena kecelakaan. Tapi itu lebih kuinginkan disbanding terbunuh ditangan orang yang kucintai.

Dapat. Knop pintu yang kucari-cari sekarang sudah pas dipeganganku, hanya tinggal melakukan satu tindakan kecil dan aku akan melompat dari dalam mobil ini.

“maaf” katanya membuatku batal membuka knop pintu dan beralih menatapnya. Mimic wajahnya sudah sedikit lembut dan dia minta maaf padaku. Minta maaf karena sudah berteriak padaku. Mungkinkah itu?. Akan kutanyakan.

“maaf untuk apa?”

“maafkan aku karena sudah membentakmu tadi. Aku sedikit tidak terkontrol sejak kejadian malam itu” katanya memelas. Kejadian malam itu yang dia maksud itu apa ketika nenekku terbunuh oleh pamannya?. Bisa juga ia, mengingat tidak ada lagi kejadian dimalam hari lainnya yang kuingat.

Tak.

Kesalahan yang kuperbuat. Padahal posisiku sekarang adalah bersandar pada pintu mobil, tapi sekarang yang kulakukan adalah membuka knop pitnu itu, membuatnya terbuka lebar dan sebagian tubuhku terjatuh ke aspal, seharusnya itu mudah jika kakiku tidak tersangkut kursi mobil, membuatku terseret sepanjang jalan dengan kaki yang tersangkut di dalam mobil. Reza berteriak untuk membantuku tapi tidak dapat, tangannya mencoba meraih uluran tanganku yang meminta bantuan.

Teriakan histeris beberapa orang dan pengendara dijalan terdengar seperti lengkingan mengerikan untukku, hingga sebuah truk tronton yang memang sedari tadi berada di belakang mobil Reza mengarah padaku. Sakitnya tubuhku yang terbanting keaspal dan lecet karena terseret aspal seketika hilang digantikan ketakutan yang membuncah memikirkan bagaimana jalan cerita kematianku yang mengerikan jika truk tronton itu tidak dapat mengerim lajunya dan menyantapku dari belakang.

Jarak sudah semakin dekat dan tubuhku masih terpontang-panting di aspal. kututp mataku karena ketakutan dan juga untuk meredam sakit yang kurasakan disekujur badan, hingga kurasakan sebuah hentakkan keras dan kakiku sudah tidak tersangkut dimobil. Yang terjadi adalah sosok berbulu besar tengah menggendongku, dan hanya itu yang kutahu karena setelah dia meletakkanku dipinggir jalan. Dia menghilang dan konsentrasiku padanya buyar setelah mendengar suara bahan baja dan besi yang beradu di jalan raya. Mobil Van hitam Reza menubruk trotoar dan dihantam truk tronton yang hendak melindasku dari belakang.

Darah segar kurasakan meluncur dari punggungku, kuyakini itu darah karena baju yang kukenakan robek dan memamerkan punggungku yang bisa dikatakan mengalami luka serius. Beberapa orang segera menolongku dan memanggil ambulan.

“bagaimana gadis ini bisa berada disini?. Jelas-jelas tadi aku melihatnya tersangkut di mobil hitam itu?” heran seorang pria gemuk yang memegangi tubuhku.

Aku diam dan menatap semuanya kebingungan. Sosok berbulu dan tubuh besar itu apakah Reza.

“katakan sesuatu” seru seseorang padaku.

Pandanganku focus pada mobil van hitam Reza. Mobil itu rusak dan rengsek dari belakang ke depan, jika reza berada didalamnya tidak mungkin dia selamat.

Fikiranku terus berada pada sosok yang kuyaniki adalah Reza dengan wujud Werewolfnya sampai sebuah mobil ambulan dan beberapa mobil polisi datang. ada sekitar 4 orang dan 2 petugas ambulan yang mengangkat tubuhku untuk dibawa masuk kedalam ambulan. Rintihan perih saat mereka menyentuh tubuhku membuatku menangis karena tidak snaggup menahan sakit seperti ini. aku seolah akan menjemput ajal.

Tidak ada yang dapat kuceritakan saat berada di dalam ambulan, mereka menguasai tubuhku dengan memberinya beberapa alat dan benda yang membuat tubuhku semakin perih dan sakit.


+++++


Sejauh yang kulihat sekarang dan mengingat apa yang telah kualami. Ruangan bercat putih dengan dua ranjang dan dua almari kecil di setiap ranjang. Tidak ada korden yang menjadi penyekat antara satu ranjang dengan ranjang lainnya, ruangan ini terlihat tidak terpelihara dan sedikit kotor, tapi dibagian yang sedang kutempati terlihat bersih. Disamping ranjangku terdapat tiang infuse, tangan kananku sedikit nyeri karena ditancapi sebuah infuse, begitu pula dengan punggungku, rasa sakitnya baru terasa setelah beberapa saat bangun.

Kupandangi penampilanku sesaat, aku tidak mengenakan pakaian, hanya perban yang membalut badanku dari dada sampai perut, selimut yang sedari tadi menyelimutiku kini terserak di atas pahaku. Lengan kiriku terasa mati rasa, ada balutan perban yang sangat kuat disana, juga ada darah kering yang bertotol di bagian lengan dan perutku.

Kejadian mengerikan itu langsung tergambar jelas. Kejadian yang sangat menakutkan dan mampu membuat jantungku hampir berhenti berdetak. Apa ini dampaknya?, tubuhku terasa sangat sakit dan nyeri. Ini mungkin tidak berarti apabila sosok berbulu itu tidak menyelamatkanku, mungkin saja tubuhku akan remuk lebur andai saja truk tronton itu berhasil menggilis tubuhku.

Disaat itu, pintu terbuka dengan bunyi decitnya yang menggerikan, pandanganku kualihkan seketika dari tubuhku kepintu, seorang pria. Pria yang menjadi belahan jiwaku dan pembohong besar. Dia melihatku terpaku, seketika dia tidak bergerak. Pandangannya terfokus pada tubuhku dan mungkin penampilanku.

“koq berhenti Rez?” terdengar suara seorang gadis dibelakang Reza, sesaat kemudian gadis itu menyeruduk Reza, membuatnya masuk kedalam ‘ruanganku’ dengan canggung. Gadis tadi tersenyum padaku, dia terlihat lebih muda dariku, mungkin 4 thn lebih muda. Sekitar 17 thn-an. Setelah tersenyum dia masuk kedalam ruangan dan melambaikan tangannya padaku. Aku hanya membalas dengan senyum kecut.

“hallo kak…namaku Eni, aku adiknya Reza” jawabnya dengan riang, di tangan satunya menenteng kantong plastik transparan yang berisi buah-buahan seperti, apel, pir, dan jeruk. Apa gadis ini membawakan semua itu untukku?, entahlah. Tapi aku berharap iya.

“adiknya Reza” kataku mengulangi. Reza punya adik?, seberapa jauh yang tidak kuketahui tentang pria ini, padahal dulu kami hampir menikah.

“ehm…” angguknya bersemangat dan berjalan mendekatiku.

“ini aku bawakan” serunya memamerkan kantong plastik yang kuamati tadi. Alkhamdulillah, ternyata itu untukku.

Pandanganku kualihkan pada Reza yang tertunduk di depan pintu, dia seakan enggan untuk menatapku. Apa dia malu karena wujud aslinya terlihat olehku kemarin.

“kakak hebat. Padahal udah tidur 4 hari, tapi masih terlihat seger kayak gini” celetus gadis dihadapanku yang bernama Eni. Tunggu sebentar…, apa dia bilang?. Tidur selama 4 hari, apa itu berarti aku koma?.

“apa kau bilang?, 4 hari?” heranku.

Dia mengangguk.

Aku menatap nanar Reza, dia menatapku akhirnya.

Koma selama 4 hari?, aku tidak percaya jika didalam jalan crita hidupku aku akan mengalami apa itu yang namanya koma.

Reza menyuruh Eni untuk keluar ruangan, tentu Eni memberontak dan mengatakan berjuta alasan agar tetap diizinkan berada di sini, tapi saat Reza menatap Eni dengan tajam. Eni langsung menurut dan keluar dari ruangan dengan manyun. Setelah kepergian Eni, kali ini aku yang angkat bicara, menanyakan kronoligis kejadian dan segalanya pada Reza. Dia memberanikan diri memandangku, menarik kursi plastik warna hijau yang sedari tadi berada di ujung ruangan ke samping ranjang dan duduk disana.

Dia mulai bercerita, dia mengatakan jika setelah ambulan yang membawaku pergi, wanita Body asik yang ternyata bernama Purnama membuntutiku. Dia menemukan dimana rumah sakit yang menanganiku dan melakukan semua administrasi dengan menyamar sebagai kakakku. Setelah operasi aku mengalami koma selama 4 hari. Katanya itu disebabkan karena kepalaku yang terbentur beberapa kali dan cukup kuat pada saat kecelakaan.

“dan sekarang aku dimana?” kataku penasaran.

“tentu saja dirumah sakit” jawabnya enteng.

“ehm…maksudku rumah sakit mana?, dan kenapa rumah sakit ini terlihat aneh?” jelasku akhirnya.

“ini rumah sakit Medika Jaya.” Katanya lirih.

“Medika Jaya?. Aku tidak pernah mendengar nama rumah sakit ini?” heranku.

“tentu saja” tentu saja?, apa maksudnya.

“ini rumah sakit khusus untuk kami. Purnama memindahkanmu kerumah sakit ini karena dia tidak begitu suka jika harus terus-terusan bertemu dengan manusia” tutur Reza membuatku mendelik.

‘rumah sakit kami’ perhatikan kalimat kami. Kami itu berarti Werewolf. pasti. Dan alasan jika Purnama tidak begitu suka betemu dengan manusia itu menambah bukti. Ya tuhan…aku berada dirumah sakit Werewolf. itu mengerikan.

Memikirkan itu membuatku bergidik dan mengawasi sekeliling ruangan. Mataku pasti terlihat meloto saat menatap setiap sudut ruangan ini. sakit yang dari tadi kurasa sangat luar biasa bahkan sedikit tidak terasa.

“aku manusia. Apa mereka semua yang berada di rumah sakit ini tidak mengawasiku” bisikku pada Reza, dia menyeringai tipis dan menggeleng.

“tidak” ulangku lagi terheranan.

“ehem” dia sangat dingin sekali, menjawab pertanyaanku saja kikuk seperti itu.

“tidak” ulangku kembali.

“diamlah. Jangan banyak bicara, nanti lukamu tidak kunjung sembuh jika kau banyak bicara” katanya mengajiiku dan bertindak seolah ibu-ibu. Mendengarnya mengatakan semua hal itu membuatku sedikit senang, entahlah kenapa bisa begitu.

“kau aneh” kataku akhirnya sedikit menahan tawa.

Dia mengerutkan dahi tanda meminta jawaban yang pasti, kujulurkan jemariku dan menunjuk dahinya. Ingat, jarak kami sekarang berdekatan. Membenarkan kerutan di dahi reza agar tidak mengerut.

Dia menatapku tajam, aku tersenyum senang dan menggeleng cepat.

“kau menatapku seperti itu, tajam dan focus. Itu lucu sekali. Hahahah” kutarik jemariku lagi dan menggerayai selimut untuk menutup sebagian tubuhku. “aow” rintihku setelah megapai selimut di pahaku. Lukaku masih terasa sakit ternyata jika tubuhku kugerakkan terlalu.

Reza dengan sigap memegangi selimutku dan membantu secara lembut, tangan kanannya menyentuh punggungku lembut untuk membantuku berbaring kembali di ranjang. Setelah selesai reza menyelimutiku. Pelakuan yang sangat menyenangkan.

“sudah kubilang. Jangan banyak bicara dulu, kalau sakitnya terasa baru tahu rasa” ucapnya beribet dan kembali menceramaiku. Seperti inilah hubungan yang kuinginkan, dingin tapi penuh dengan perhatian.

Reza duduk disampingku dan kami ‘sedikit’ mengobrol ringan tentang masalah cuaca dan keadaan negara layaknya president yang menyambangi mentrinya yang sedang sakit saja. hingga seornag dokter dan dua suster masuk kedalam kamar, mereka memaksa Reza untuk keluar karena membutuhkan prifasi saat mengecek keadaanku. Awalnya aku sangat takut mengingat rumah sakit ini adalah ‘rumah sakit kami’ kata Reza tadi, dan itu pasti tidak menutup kemungkinan jika mereka semua adalah para Werewolf.

“tenanglah. Aku berada diluar, jika mereka berani macam-macam. Teriak saja sekencang-kencangnya” bisik Reza diikuti tawa ringan dari dokter dan suster yang kini tengah berdiri mengitari ranjangku.

“tapi tadi kau bilang aku tidak boleh banyak bicara. Apalagi berteriak” protesku meralat semua ucapannya tadi.

“haiss…kau memang gadis bodoh Oni” ejeknya dan langsung berlalu keluar ruangan dengan menyakukan tangannya di saku celana.

“Reza…” teriakku dan tidak digubrisnya, malah sekarang dokter dan suster-suster itu sudah melancarkan ‘aksinya’.

Jantungku berdetak dua kali lipat, membayangkan setiap foto yang sudah kuunduh dari internet waktu itu, beberapa foto Werewolf yang sangat menakutkan. Dengan telinga panjang, moncog panjang, gigi taring yang tajam, kuku-kuku yang tak kalah panjang. Apa mungkin aku akan melihat sosok itu sekarang juga jiga pada Werewolf didepanku ini berubah wujud.

“tidak perlu takut nona” bujuk suster yang berkulit putih susu padaku. dia mengelus pergelangan tanganku dan menancapkan jarum suntih di selang infuse. suster berkulit putih susu itu tersenyum lembut. Mungkinkah wanita secantik ini adalah seorang Werewolf..?.

“jadi bagaimana keadaanmu sekarang?, apa tubuhmu masih terasa sakit dibagian punggung dan belakang kepala?” kali ini Dokter yang berkaca mata minus dengan kumis tipis menanyaiku secar abertubi-tubi.

“apa anda sudah  buang angin besar, karena jika sudah melakukannya berarti anda dapat mengkonsumsi makanan, tapi jika belum, anda masih tidak diperkenanakan untuk mengkonsumsi makanan” lagi.

“bagaimana perasaan anda setelah koma 4 hari, tidak ada bagian-bagian tubuh yang terasa sakit, kurang terkontrol, kepala pening?.” Dan lagi. Kapan pria ini diam.

Saking takut dan cemasnya, bibirku keluh dan tidak mampu untuk digerakkan hanya sekedar mengatakn iya, aku terlalu ketakutan pada mereka.

Akhirnya, keadaan yang hampir membuat jantungku berhenti berdekat atau bahkan copot itu usai, dokter tersebut berkali-kali memeriksa punggungku karena mungkin saja ada luka para. Suster berkulit putih susu dan satunya yang bertubuh agar gemuk dan bantet itu juga sangat menakutkanku, mereka cengar-cengir dan mengeluarkan banyak sekali jarum sunitk dan obat.


++++


Eni kini menggantikan Reza, dia duduk di sofa dan membaca majalah lawas yang disediakan rumah sakit, sekali-kali dia mengomentari rubik yang sedang ia baca dan meminta pendapatku. Aku hanya menjawab sebisaku, meskipun itu kadang membuat Eni mendengus kesal dan mengataiku ‘tidak asyik’. Tidak asyik. Mengapa kaliamat itu mengingatkanku pada Purnama, diakan dulu kujuluki wanita body asyik. Hahahah…lucu sekali, padahal jika mengingat waktu itu adalah hari yang sangat memalukan, tapi sekarang. Purnama sama sekali tidak pernah menunjukkan batang hidungnya padaku.

Kuberanikan diri untuk bertanya pada Eni.

“ehm…ehem..ehem..” aku berdehem terlebih dulu untuk menarik perhatian Eni, dan yups…aku berhasil, dalam seperkian Milidetik, Eni sudah menatapku dan menunjukkan tampang ‘ada apa’-nya padaku.

“hai…boleh aku bertanya?” kataku akhirnya. Eni mengangguk bersemangat.

“apa tentang kak Reza?”. Tebaknya. Aku menggeleng, dia terlihat kecewa, dari tadi yang bersemangat kini bahunya mulai sedikit merosot dan menyenderkan tubuhnya di leher sofa. “trus apa donk…?”

“Purnama”

Eni kembali menegakkan tubuhnya dan menatapku bersemangat.

“mbhak Purnama?, kak Oni mau nanya masalah mbhak Purnama sama aku gitu…?, waoow…” gaya Eni terlalu berlebihan.

“memangnya kenapa?, dan kenapa ekspresi kamu terlalu lebay seperti itu” protesku.

Dia menggeleng dan mulai membuka mulut.

Sekitar 5 menit dengan penjelasan yang singkat tapi mengena dari Eni. Aku mengetahui siapa itu Purnama dan apa alasan keberadaannya selama ini disamping Reza. Dia adalah mantan pacar –atau tepatnya pacar yang tak dianggap- bagi Reza. Kenapa Reza melakukan hal itu, itu karena hubungan darah diantara keduanya yang masih erat, Purnama adalah anak dari saudara ayah Reza, entah berapa saudara yang dimiliki ayah Reza. Karena aku sempat berfikir jika Purnama adalah anak dari ‘pamannya’ Reza.

Dan…setelah kufikir, mungkin alasan itulah yang membuat Purnama sangat dingin padaku.

Sudah hampir tengah malam, Eni sudah pulang dan hanya aku sendirian di ‘kamarku’ ini. berbaring diranjang dengan memandangi atap, mencoba berfikir apa Sarah baik-baik saja. huft...Sarah, dia kini satu-satunya teman dikehidupanku, seandainya dia mengetahui kebenaran jati diri Reza, masihkah Sarah berteman denganku. Karena kadang kala, sahabat bahkan akan pergi jika mengetahui keburukan lingkungan atau pergaulan kita. Apakah Sarah adalah pribadi yang seperti itu?, entahlah.

Aku ngantuk, bahkan sangat ngantuk, anehnya kenapa mataku tidak dapat tertutup dengan rapat, malahan aku sangat peka jika mendengar gerakan kecil dan suara disekitarku. haduuuhh…aku butuh istirahat, ayolah badan…bersahabatlah denganku. Seperti it uterus sampai jam dinding menunjukkan pukul 12 malam.

“tok..!! tok..!! tok..!!” ketukan pintu kamar membuatku terlonjak ketakutan. Jantungku berdetak tidak karuan.

Kriiieek…

Bunyi pintu yang dibuka, haishh…kenapa pintu kamar rumah sakit ini tidak berkunci siih…. Aku meruntuk sendiri dalam hati. Berdo’a dan berdo’a agar hal buruk tidak terjadi membuatku sedikit tenang.

Tap…tap…tap…

Langkah yang mendekat, aku tidak berani melihat kearah pintu, melainkan memalingkan tubuhku kesamping dan memejamkan mata erat-erat.

Jleb…

Mataku terbuka lebar dan desiran darah dibalik kulitku mengalir deras. Sebuah tangan menyentuh pundakku dan kini mencengkramnya erat. Tubuhku bergidik keras, kugigit bibir bawahku kuat untuk meredam agar aku tidak berteriak.

“Oni” bisikan suara yang sangat indah. Suara milik Reza, dia membisikkan namaku tepat ditelingaku dan menarik pundakku agar tubuhku menghadapnya.

Lega dan senang, saking senangnya sampai aku menangis.

Reza melihat air mataku dan mengusapnya lembut dengan jemarinya.

“kenapa menangis?” tanyanya lembut dan mencari posisi duduk disamping ranjang.

“huhuhuhuh” aku masih terisak.

“hei…” serunya.

Aku tidak bergeming dan kini malah menenggelamkan wajahku diatas bantal, meyembungikan wajah tangisanku dari tatapan khawatir Reza.

Entah kenapa aku menangis, yang jelas alasan pertamaku adalah karena rasa lega berkat kedatangan Reza. Aku jadi snagat ketakutan jika melihat orang asing atau siapalah yang menyentuhku semenjak kejadian pembunuhan nenek waktu itu. Bisa dikatakan aku mengalami depresi tingkat rendah.

“hei…ini aku Reza, kamu kenapa nangis?” tanyanya kembali, kali ini dia mengelus puncak kepalaku lembut. “aku Reza…” katanya mencoba meyakinkanku. Aku sudah tahu jika kau itu Reza, tidak perlu mengatakan hal bodoh itu lagi.

Dapat kurasakan jemari Reza menarik pundakku dan mencoba membuatku untuk beranjak dan mengahadapnya, dia berhasil melakukan hal tersebut meski itu membuatku sedikit merintih kesakitan karena lukaku. Mata kami saling pandang, Reza menatapku dalam dan aku merasa risih akan hal itu, apalagi dia tengah melihatku yang bercucuran air mata karena hal yang tidak dapat dijelaskan.

“kenapa?” tanyanya. Aku menggeleng kemudian memalingkan muka, dia menyentuh pipiku lembut dan menariknya untuk kembali menatapnya.

“apa kau takut padaku?.” tuduhnya membuatku mencelos. Untuk apa dia mengatakan hal seperti itu, aku tidak pernah takut padamu Reza… aku takut pada pamanmu dan itu saja.

“aku tahu kita berbeda, dan mungkin itulah yang membuatmu sampai seperti ini sekarang…, aku minta maaf dan jika kau menginginkan yang terbaik itu bisa kuberikan…” terbaik bagiku adalah bersamamu apapun jati dirimu, manusia atau seorang Werewolf bagiku sama jika didalamnya terdapat hatimu.

Kuusap air mataku dan mencoba terlihat lebih tegar.

“bisakah kau pergi bersamaku dan hanya kita berdua, melupakan masa lalu dan membangun kembali semuanya dari awal” kataku akhirnya tidak sabar.

Reza bungkam, dia mungkin tidak percaya dengan apa yang sudah kukatakan barusan, secara bersamaan aku meminta Reza untuk kabur dari kehidupan kelam ini dan menjalani jalan hidup baru sebagai pasangan normal yang akan bersama dan bahagia selamanya.

“Oni” katanya terbata.

“aku serius, lagi pula untuk apa aku masih berada disini jika bukan karena dirimu, aku sebatang kara dan hanya kau dan Sarah yang kumiliki”

Sarah, apa dia akan menerima keputusanku ini, dan menghadapi kejujuran nanti yang akan kukatakan padanya. Dia teman baikku, pasti dapat mengerti apa yang tengah kuusahakan agar hidupku kembali normal.

“kita berbeda, apa kau tidak memperdulikan masalah itu…?” Reza menanyakannya dengan hati-hati.

“sudah kukatakan, lupakan masa lalu dan mari kita membangun semuanya dari awal. Dan itu juga berarti kesampingkan siapa jati dirimu sebenarnya Reza” tuntutku.

“bisakah…” dia sangat terlihat tidak percaya dan ragu-ragu.

“berikan jawabanmu dan aku akan menunggunya. Aku berharap yang terbaik bagi kita, tapi jika terbaik itu adalah kesengsaraan bagimu. Kembali pada awal, pilihan ada pada tanganmu sayang…, bukan padaku”.

Untuk mengatakan semua itu, membutuhkan keberanian dan harga diri yang sangat besar, aku mati-matian memperjuangkan cintaku hari ini. mengesampingkan siapa kami dan batasan-batasan yang ada.


++++


Dipagi hari, Reza tertidur pulas di sofa. Wajahnya seperti malaikat jika dilihat dari sini –dari tempatku tidur- matanya tertutup rapat dan nafasnya teratur, sedikit gerakan saat dia menggerakkan tubuhnya untuk mencari posisi nyaman. Dia terlihat seperti malaikat namun jati dirinya adalah sosok yang menakutkan sungguh berbanding terbalik.

Aku tidak berani dan tidak sanggup untuk menanyakan apakah makhluk berbulu yang menolongku ketika kejadian di jalan raya beberapa hari lalu adalah Reza, aku tidak punya cukup nyali untuk menanyakannya. Biarlah itu terkubur dalam benakku sendiri.


++++


Sudah sekitar 2 minggu berlalu, hubunganku dengan Reza sudah membaik dan kami menjalaninya dengan normal, memulai dari awal dengan mengesampingkan jati dirikami. Purnama. Dia sama sekali tidak pernah datang kerumah sakit untuk menjengukku semenjak aku sadar dari koma, sempat kutanyakan tentang masalah ini pada Reza dan Eni, mereka menjawab apa?. “mbhak Purnama sedang ada kesibukan diluar kota, jadinya gag sempat kesini. Mungkin satu bulan kedepan baru bisa njenguk kak Oni” what…alasan yang gag logis sama sekali, dan satu bulan kedepan, itu kalimat sama saja dengan mendo’akan aku agar tetap tinggal dirumah sakit ini selama satu bulan kedepan itu…Oh…No…do’amu sama sekali tidak ku-amin-i Eni. yang paling membuatku aneh dan berfikir yang bukan-bukan adalah tentang Sarah. Kenapa dia sama sekali tidak menjengukku. Aku takut terjadi hal-hal buruk terhadap Sarah, hampir saja aku berniat keluar dari rumah sakit dan menemui Sarah jika saja Reza dan Eni tidak menahanku dan memberikan berjuta kata rayuan agar aku mengurungkan niatku tersebut.

Sarah, maafkan aku jika tiba-tiba saja menghilang dan tidak ada kabar.


++++


“senang…” tanya Reza, dia membantu memapahku turun dari ranjang untuk berpindah duduk di kursi roda. Aku mengangguk senang dan bersemangat. Yups…hari ini adalah hari kepulanganku dari rumah sakit, itu berarti kehidupan yang bebas, penuh dengan manusia dan Sarah akan kujalani kembali setelah sekitar 2 minggu lebih aku terkurung ditempat mengerikan dan penuh dengan Werewolf ini. Tere dan Fhigo beserta Eni tengah bersiap mengemasi barang-barang yang berada di ‘kamarku’, saking banyaknya barang yangharus dikemasi hingga Reza harus mengerahkan dedengotnya untuk hal ini.

Oh iya…Tere dan Fhigo, masih ingatkan..!!, mereka berdua adalah pembantu setia Reza. Setelah mengetahui siapa jati diri Reza sebenarnya tentu saja aku tergelitik untuk mengetahui siapa sebenarnya Tere dan Fhigo, apakah mereka berdua sama dengan Reza…??. Tapi jawaban yang kuterima malah membuatku tercengang. Tere dan Fhigo, mereka dulu adalah manusia biasa, normal sepertiku. Namun semenjak musibah yang melanda hidup mereka dan cobaan yang secara bertubi-tubi menghantam merek aberdua, satu pilihan yang mereka pilih. Mencari kekuatan dan keabadian dengan cara menawarkan diri mereka seutuhnya untuk dijadikan Werewolf oleh Reza. Karena itu, Tere dan Fhigo menjadi pembantu setia Reza.

Reza mendorong kursi rodaku menyusuri lorong rumah sakit. Tere, Fhigo dan Eni berada dibelakang dengan membawa barang-barang bawaan.

“bagaimana perasaanmu…untuk pertama kalinya keluar dari kamar dan berjalan dikoridor rumah sakit kami…?” tanyanya membuatku bergidik. Yaah…rumah sakit kami, otomatis seisi rumah sakit ini adalah werewolf, kecuali aku tentunya.

“senang dan cemas” jawabku jujur.

“maksudnya?”

“yah..kau tahu sendirikan. Ini rumah sakit untuk kalian” jawabku berbisik yang kuyakini Reza tidak dapat mendengarnya karena setelah itu dia mencobdongkan kepalanya lebih dekat kearahku.

“apa-“ katanya kemudian.

Aku menggeleng dan mencoba mengalihkan topick pembicaraan. Dari sinilah batu loncatan yang akan kujejaki, memulai semua dari awala sesuai dengan komitmen kami berdua. Mulai semua dari awal dan kesampingkan jati diri. Aku berharap itu akan berhasil karena dari sinilah kuperjuangkan semua hidupku.

====  BERSAMBUNG  ====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar