Sabtu, 31 Desember 2011


Tittel : DEVIL or ANGEL

Author : Zulai

Gendre : Thriller & life

General : 15 [PG 15+]

NB : langsung jadi dalam semalam, ini fiction aku ngebut. Berharap isi ceritanya masuk akal dan bermangfaat bagi kalian.

STORY

SOMEBOY POV
“minggir” sorot matanya penuh dengan emosi, deru nafasnya memburu menerpa wajahku. Wajah kami saling bertatapan dengan jarak yang sangat dekat.
“tidak” tolakku masih menghalangi jalannya, aku sudah tidak tega dan tidak kuat melihat dia melakukan hal tersebut kepada orang yang sama sekali tidak bersalah itu menurutku.
“minggir apa loe mau mati” gertaknya.
“terserah yang penting loe gag mukulin orang itu lagi” jawabku  cepat. Dia semakin memelototiku, deru nafasnya semakin cepat, dapat kurasakan cengkraman di lengan kiriku semakin erat olehnya.
“damn…” umpatnya mendorong tubuhku mundur, dia mengumpat terus dan menjambak rambut pendeknya frustasi. “loe...” tunjuknya padaku menahan amara. “damn…sialan” umpatnya lagi, kali ini dia meninggalkan lokasi, langkahnya sedikit gontai dan terseret. Mungkin akibat dari perkelahian tadi, tapi bagaimanapun dialah pemenangnya, pasti luka yang dia alami lebih ringan dari pada lawannya yang sekarang aku yakini telah tidak sadarkan diri.
Segera setelah itu kualihkan konsentrasiku pada sikorban, banyak darah yang hampir kering bercipratan ditanah, ada bekas tonjokkan disetiap sudut wajahnya. Laki-laki yang malang, ada urusan apa laki-laki ini sampai harus berhadapan dengannya. Aku tidak habis pikir sampai sekarang, mana mungkin tubuh kecil kurus itu mampu melakukan hal seperti ini.

++++

AUTHOR POV

“pilih mana, tetap milih kita atau itu anak kita habisin?” pilihan berat bagi seorang gadis muda itu, dia duduk diatas tumpukan kardus bekas, ditangan kirinya terdapat kaleng bekas minuman.
Sekitar 4 orang yang duduk di tumpukan kardus sama halnya dengan gadis tadi kini menatap tajam menunggu jawaban si gadis. Rata-rata penampilan mereka semua terlihat berandalan, baju hitam-hitam, rambut panjang brewok tidak pernah keramas, kulit yang mengkilap akibat keringat dan debu kotor. Itulah penampilan faforit mereka.
“gw gag bias jawab sekarang guys…sorry” jawab sigadis setelah diam cukup lama untuk berfikir.
GRWADAK
Salah satu diantar keempat orang tadi melempar kaleng minumannya tepat kemuka si gadis. Ekspresi kaget langsung tergambar jelas di ketiga rekannya. Semetara yang dilempari kaleng kini menahan emosinya kuat-kuat.
“loe itu goblok atau apasih, disuruh milih ajah gag bisa, punya otak di pakek donk?” teriak orang tadi geram.
“udah deh sob…, gag usah emosi gitu donk…” kata temannya yang memiliki tindik paling banyak.
“udah kayak orang gila aja loe sob. Santai aja…” tambah wanita yang menggenakan rok balet hitam dan spatu bot.
“dia itu masih muda, pilihan yang loe beri tadi itu lumayan sulit kalau buat dia. Mending sabar dan santai” yang berkulit paling hitam ikut nimbruk dan tos dengan wanita ber rok balet karena memiliki pemikiran yang hampir sama.

++++

“loe harus ikut gw sekarang” seorang pemuda menarik tangan gadis yang tengah mendengarkan music dari mp3 playernya dengan paksa.
“eh mau ngapain loe” protes sigadis sambil sedikit berjalan terseret menyamai langkah pemuda yang menariknya menjauhi area parkir sekolah menuju gerbang utama.
“hanjrit lepasin” perintah sigadis memukul kuat lengan pemuda yang menariknya. Tidak ada respon, padahal pukulan gadis tadi lumayan dan dapat menimbulkan lebam biru. Pemuda tadi terus menarik paksa gadis yang dipegangnya, tidak menghiraukan omongan siswa lainnya yang secara cepat megunjing melihat adegan tersebut.
Tidak berhenti disitu, gadis tadi kini mulai meronta dan memaki pemuda yang menariknya, tidak memperdulikan rasa malu yang akan ia dapat paska kejadian ini.
Sampai di depan gerbang, sebuah mobil BMW silver telah terparkir didepan, pemuda itu kini menarik paksa gadis yang dibawanya, membuka pintu mobil kemudian mendorong gadis tadi masuk kedalam mobil.
“hei..loe mau nyulik gw yah?” tebak sigadis emosi, masih mencoba meloloskan diri dengan mendorong pintu mobil namun tidak berhasil, kekuatan si pemuda bagaimanapun lebih besar darinya.
Dengan sigap dan cepat, pemuda tadi berlari memutari bagian depa mobilnya dan masuk kedalam mobil cepat, mengunci pintu agar gadis pemberontak disebelahnya tidak dapat kabur.
BUAK
Tonjokkan keras mendarat di pipi mulus pemuda yang kini tengah menyalakan mesin mobilnya.
“keluarin gw dari mobil loe?” bentak sigadis, tangannya masih mengumpalkan tinju bersiap akan memerikan tojokkan jika itu perlu dan menurutnya harus.
NGUEENG
Mobil kini melaju dengan cepatnya, tanpa ada aba-aba dari pengendara membuat gadis tadi terhentak kebelakang. Apa yang difikirkan pemuda disampingnya. Tiba-tiba memaksa agar mau ikut dengannya, tidak mengatakan sepatah katapun, dan sekarang tengah membawa gadis itu kejalanan yang gadis itu sama sekali tidak kenal.

++++

SOMEBODY POV
Dia duduk tenang disampingku, aku tidak percaya jika dia akan setenang sekarang mengingat tadi dia sangat memberontak, bahkan pipiku menjadi sarang tinjunya. Sungguh gadis yang menarik.
Kuputar mp3 player dimobil mencoba untuk mencairkan suasana diantara kami berdua. Sebauh lagu. Lagu yang menjadi penggambaran sebuah perasaan pada seseorang. Lagu kami.
Tidak kusangka jika tubuh dan otak gadis disampingku masih bereaksi ketika mendengar lagu ini, dia sedikit menggerakkan tubuhnya dan hampir saja melirikku namun tidak jadi. Dia masih mengingat lagu kami.

++++

Tiba disebuah rumah tua dengan pagar besi setinggi 1 meter, kupaksa gadis ini turun dan masuk kesana.
“loe masuk aja sendiri, gw tunggu di mobil” putusnya menolak ajakanku.
“gag. Kita masuk bareng-bareng” paksaku, kurasa ini sudah kedua kalinya aku menarik paksa pergelangan tangan gadis ini hari ini.
“sit…loe gag usa maksa gw kayak gini donk” katanya memberontak.

++++

Butuh usaha keras membujuk gadis ini masuk kedalam rumah. Dia duduk termenung melihat lukisan didinding, tidak ada kedipan mata sama sekali selama kuperhatikan, apakah dia mengenang masa lalu dengan cara melihat lukisan itu. Sebuah lukisan dengan seorang wanita berkebaya dan dua pria disebelahnya yang mengenakan jas hitam setelan rapi.
Kusuguhkan minuma kopi dan camilan sederhana dari dapur untuknya.
“masih mengingat mereka?” tanyaku lirih, karena sebenarnya aku tidak berniat untuk menanyakannya.
“ehm” dia mengangguk tanpa menggerakkan posisinya dan berkedip. Dia mendengarkanku.
“andai saat itu kita gag ketemu, pasti hidup gw gag bakalan kayak gini Rez..” katanya bergumam namun sanggup kudengarkan. Tatapan matanya kosong, apakah yang dikatakannya barusan benar-benar dari hatinya?.
“heh (dia tersenyum kecut) Ferdinan ngasih gw pilihan, milih mereka atau loe gw habisin. Pilihan bodoh”  tambahnya membuatku mencelos, pilihan apa itu?. Itu jebakan.
“lalu?” pancingku. Apakah dia memilih mereka yang berarti aku akan mendapatkan dampaknya.
“gw gag milih, gw bukan bagian dari mereka sejak awal, jadi gw gag bakalan milih dan nurutin mereka” jawabnya, jantungku kini kembali berdetak dengan normal.
“Oni” panggilku lembut.
Pandangannya tidak lagi tertuju pada lukisan, tatapannya sudah melembut. Dia mengalihkan pandangannya padaku yang duduk disebelahnya. Tatapan senduh kini yang kudapat dari matanya.
Kami saling pandang hingga sebuah titih air mata melinang dipipi mulus Oni. Dia tersenyum tipis dan menghapus air matanya. Tidak kusangka jika dia akan menitihkan air matanya dihadapanku.
“apa aku jahat?” tanyanya. Aku tersentak mendapati pertanyaan itu.
“aku sudah membunuh kurang lebih 4 orang, memukul setiap harinya minimal 2 orang, membuat seorang kepala rumah tangga masuk kedalam rumah sakit dan menjadikan istri dan anaknya menderita. Apa aku jahat Reza?” tanyanya masih melinangkan air mata.
Bagaimana mungkin Oni sampai mengatakan hal seperti itu.
“apa aku baik?” kembali dia bertanya. Sungguh pertanyaan yang membingungkan.
“aku hanya memukul orang yang merugikan bagi masyarakat, memberikan peluang bagi mereka yang selalu ditindas untuk bangkit, aku hanya mencoba untuk menghilangkan parasit manusia. Apa aku baik Reza?” apa yang sebenarnya Oni coba tanyakan padaku?.
“DEVIL or ANGEL?”
Pertanyaan itu mengiang dikepalaku, haruskan aku menjawab. 

++++

ONI POV
“gw kemarin jemput loe disekolah dan leo gag ada. Kemana aja loe?” Hendra melototiku saat aku baru saja masuk ke basecamp.
Perempuan berrok balet hitam dan boot kini mendekatiku dan merangkul pundaaku. Dialah satu-satunya gadis dikelompok ini, gadis yang sangat cantik, kulit putih susu dan wajah yang sedikit oriental serta tubuh yang pas membuatnya terlihat sempurna. Namany  Tara.
“hai Oni” sapanya.
“hai” balasku tidak bersemangat.
Hendra adalah pria berkulit hitam, dia berasal dari flores sana jauhnya, sangat mahir memainkan pisau ditangannya yang lenting dan mulus.
“dari kencan?” tebak Yuarta, dia berjalan mendekatiku, tadinya dia hanya berbaring ditumpukan kardus bekas.
“kencan?” kataku mengulagi, kuanikkan sebelah alis tanda heran.
“iya. Gw sama Ferdinan lihat elo keluar dari mobil MBW silver dikontrakan loe, dan kliatannya loe lumayan deket sama yang nganterin” jawab Yuarta membuatku mencelos. Damn.
“masih ingat dengan pilihannya kan?” Hendra mengingatkan.
“tentu” jawabku mantap, aku sudah punya pilihan yang tepat untukku.
PROK PROK PROK
Ferdinan keluar dari ruangannya yang gelap diujung basecamp, dia bertepuk tangan dengan gaya berjalan yang limbruk kearah kami berrempat.
“maksud loe apa kemarin jalan ama itu cowok?” Ferdinan merangsek kedepanku.
“gag ada maksudnya, dan itu bukan urusan loe” jawabku tegas. Tara masih merangkul pundakku, dapat kurasakan rangkulan itu kini menjadi seperti cengkraman.
“itu urusan gw karena loe udah jadi anak buah gw. Inget itu” katanya memperingatkan.
“gw bukan anak buah siapapun. Gw bebas dan tidak terikat sama kalian semua. Ngerti” sergahku kritis.
“satu langkah loe masuk kebasecamp ini, itu berarti loe sudah jadi anak buah gw” tegasnya.
“just in your dream”
Tidak ada jawaban dari Ferdinan ataupun celometan dari ketiga anak buahnya. Ferdinan kini memberikan aba-aba bagi ketiganya untuk keluar, Tara melepaskan rangkulannya keras hingga rasanya kulitku sedikit tercakar.
“bye honey” kata Yuarta centil.
Hendra menutup pintu dan meninggalkan aku berdua dengan ferdinan.
Ferdinan menatapku dari atas sampai bawah, apa arti tatapannya itu?.
“dari sini loe kelihatan cantik Oni?” katanya akhirnya membuatku was-was.
“ferdinan” aku mencoba memperingatkan ferdinan, dia melangkah mendekatiku. Dengan sigap aku mundur dan menoba untuk menggapai gagang pintu. Sit…dikunci dari luar. Apa maksud mereka melakukan ini.
“mau tahu alasan kenapa gw nerima loe ikut kelompok gw. Mau tahu alasan kenapa selalau loe yang gw jadikan senjata utama dalam setiap pekerjaan kita. Loe mau tahu itu semua?” katanya semakin mendekatiku.
Aku menggeleng walau sebenarnya aku sangat ingin mengetahui alasannya.
“kenapa?”  tanyanya.
Aku diam dan kini langkah mundurku terhenti aibat terpojok dipintu. Jalan buntu dan sudah tidak ada lagi jalan bagiku. Ferdinan semakin mendekat, kualihkan pandanganku kearah lain, baru saja kakiku akan kulangkahkan untuk menjauh Frdinan sudah berada pas didepanku, dia mendorong tubuhku semakin terpojok kepintu, kedua tangannya menekan pundakku erat. Kugerakkan sekuat tenaga pundakku agar dapat lolos darinya namun nihil.
“masih tidak ingin mendengar alasannya?” tanyanya lagi, wajahnya hanya berjarak sekitar 6 cm denganku.
Aku menggeleng.
Ferdinan melepaskan tangan kanannya dipundakku, tangannya kini beralih ketengkukku. Membuatku menghentikan aktifitasku. Kini aku benar-benar takut, rasa takut yang luar biasa disbanding memukul orang dengan kedua tanganku.
“Lepasin gw Ferdinan” pintahku memelas.
Dia menunjukkan. Naughty smilenya padaku, perlahan namun pasti tangannya mendorong tengkukku untuk mendekat padanya. Tanganku yang bebas kugunakan untuk menekan dadanya dan mendorong tubuh Ferdinan menjauh. Berhasil, kugunakan kesempatan itu untuk berlari kearah jendela yang terbuka, walaupun aku tahu jika itu sia-sia karena basecamp ini berada di  tingkat tertinggi gedung apartemen. Baru saja aku berlari ferdinan sudah berhasil menangkapku, kali ini dia terlihat penuh amara. Ferdinan sudah menarikku dan mencium bibirku kasar. Aku hanya bisa diam ketika dia menciumku, shock dengan apa yang terjadi. Tidak kubiarkan diriku terlarut didalamnya, Aku tidak tahan! Aku tidak mau dilecehkan seperti ini! Sekuat tenaga, aku menolehkan kepalaku ke samping. Bibirku terbebas dari Ferdinan.
Tak cukup sampai disitu, Ferdinan kini bahkan mendorong tubuhku hingga terbaring kelantai, dia menindih tubuhku, aku tidak tahan sekarang. Dia mengunci tubuhku sehingga aku sama sekali tidak dapat bergerak, bahkan dia menyentuh bagian tubuhku yang intim dan meremasnya. Sudah cukup,aku tidak mau dipermainkan seperti ini. Biar angka 4 kini menjadi 5.
Saat Ferdinan mulai menikmati tubuhku dan kuabiarkan dia terlarut dalamnya, bahkan kini tangannya mulai menggerayai masuk kedalam bajuku dan menggapai pengait braku. Nikmati sekarang Ferdinan.
Pandanganku tertuju pada balok kayu yang berserakan di lantai, kugapai yang jaraknya paling dekat. Dapat, kutunggu sampai waktu yang pas. Ferdinan mendapatkan apa yang dia inginkan, dia berhasil melepaskan pengait braku, disaat dia tersenyum puas padaku kulayangkan balok kayu tadi tepat di bagian kepalanya,berharap itu adalah pukulan tepat yang sanggup membuatnya oleng.
Ferdinan sedikit meringis karena sakit, disaat itu kugunakan untuk menyingkirkan tubuhnya yang berat dari atas tubuhku, aku berlari menuju arah dapur, disana terdapat sesuatu yang sangat berguna. Ferdinan membuntutiku dengan sumpah serapa yang keluar dari mulutnya.
“kesini loe cewek mur@#@n” katanya saat aku berhasil menemukan yang kuinginkan.
PYAR
Sebuah piring pecahkan denan menatapkannya pada dinding untuk mendapatkan bagian lancipnya, setelah mendapatkan bagian itu kulempatkan kearah ferdinan, tidak berhasil. Ferdinan berhasil menghalaunya. Aku bingung. Ayolah naluriku keluarlah, tidak biasanya disaat seperti ini aku menjadi ketakutan seperti ini, apa itu akrena perbuatan ferdinan tadi padaku sehingga aku menjadi ketakutan padanya.
“tidak berhasil sayang, kemarilah! Dan jadi gadis penurut hanya untuk sekarang saja. Aku janji akan bermain lembut padamu” bujuknya membuatku jijik.
“tidak akan”
Ferdinan tersenyum setan, baiklah. Sekaranglah tolak ukur untuk hidupku. Aku diam dan tersenyum manis pada Ferdinan, dia membalas senyumanku.
“baiklah jika itu yang loe mau, gw gag bisa berbuat apa-apa karena gw anak buah loe, iyakan?” kataku manis dan mengalah.
Ferdinan merengkuhku dalam pelukannya, dia membimbingku kedalam ruangannya yang gelap. Jujur aku tidak pernah masuk kedalam ruangan ini, hanya Yuarta yang pernah masuk kedalam kamar ini.
Ferdinan menciumku sekilas dan membuka pintu ruangannya, alangkah terkejutnya aku saat mendapati seisi ruangan terpampang fotoku dengan berbagai pose. Mataku membulat mendapatinya.
Saat mataku masih memperhatikan semua hiasan dindingnya Tiba-tiba Ferdinan mendorongku perlahan sampai aku terbaring di sofa yang menghadap Tv. Dia kembali menindihku, kali ini Ferdinan bertindak cepat, meneruskan pekerjaannya yang tadi tertunda.
JLEB
Sebuah pisau menancap diperut bagian bawah Ferdinan, pisau yang kuambil saat berlari kedapur tadi, darah segar mengalir dari sana, tusukannya tepat dibagian hati, kukoyak pisau tadi sampai semakin banyak darah yang mengalir disana, Ferdinan menatapku mendelik, darah bahkan sudah mengalir dari mulutnya. Pupil mata Ferdinan mengecil dan berhenti.
Kutendang tubuhnya sampai terjatuh kelantai. Tidak puas sampai disitu, kuangkat tv 14 inc Ferdinan dengan susah payah, meskipun dia sudah mati tapi emosiku untuk balas dendam belum usai, kuangkat tv tadi dan melemparkannya tepat ke kepala Ferdinan, darah segar dan cercaran pink otaknya terhambur kelantai, pasti tengkoraknya pecah karena hal itu.

++++

Bagaimana bisa aku sekarang menjadi buronan polisi, setelah kabur dari basecamp lewat jendela dan melompat kelantai dibawahnya dengan bantuan tali yang kutemukan aku kabur kerumah tua yang sehari sebelumnya kudatangi bersama Reza. Tidak ada yang mengenaliku disini.
“au jahat. Tapi aku bukan seorang iblis. Dan aku baik, tapi aku bukan seorang malaikat. Aku hanya manusia biasa yang menjalani hidup dibumi, manusia yang terjebak dalam lingkaran setan dan memilih menjalankannya”
Reza mendatangiku.
“apa yang mereka lakukan sama loe sampai loe bunuh salah satu dari mereka?” tanyanya.
Kedua orang tuaku dan kakakku terbunuh dengan jelas didepan mataku, mereka dibantai habis-habisan oleh beberapa orang yang datang pada malam-malam kerumah. Saat aku dewasa kudengar jika alasan pembantaian keluargaku adalah karena perebutan perusahaan dengan rekan kerjanya, dan rekan kerja ayah adalah ayah Reza. Aku berteman dan jatuh cinta pada Reza, namun baru kusadari jika Reza adalah putra dari pembunuh ayah ketika dia mengajakku berkunjung kerumahnya, aku melihat ayah Reza, tato dipergelangan tangan ayah Reza sama persis dengan milik pembunuh waktu itu.
“loe gag perlu tahu” jawabku.
Ferdinan, Yuarta, Hendra, dan Tara, mereka adalah kelompok pembunuh atau tukang pukul bayaran dikota ini, kudengar jika kinerja mereka sangatlah bagus, maka dari itu kudatangi basecamp mereka dan ingin meminta bantuan, namun saat mendengar penuturan mereka. Aku menjadi tertarik untuk ikut dalam dunia mereka, lagi pula basic pukul memukul sudah kudapatkan dikelas karate waktu SMP dulu. Mereka mendapukku sebagai tim sukses disegala pekerjaan. Sudah kukatakan jika aku bukanlah anak buah mereka, aku hanya teman. Namun Ferdinan memaksa, dia bahkan memergokiku bersama Reza yang juga adalah musuhnya sewaktu SMP dulu. Jadi dia memaksaku untuk memilih, Reza atau tim kami. Pilihan yang membuatnya harus merasakan neraka.
Ferdinan, tidak kusangka jika dia sakit, panta saja disetiap pekerjaannya dia selalu total. Setiap pembunuhan selalu dia yang maju, kami hanya menonton dan menunggu hasil.
“loe jadi buronan polisi Oni?” tegas Reza. Aku tersenyum kecut.
Buronan atau apa. Aku tidak peduli, lebih peduli pada sesuatu yang akan kulakukan nanti. Biarkan mereka mengejarku.
Dengar-dengar tara, yuarta, dan Hendra mencariku. Pasti akan ada pertemuan seru jika mereka berhasil menemukanku.

= TAMAT = 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar